Pasukan Pong Tiku sempat terdesak pada penyerangan itu karena berpihak pada Sidenreng dan Sawitto. Namun, pada akhirnya mereka berhasil memukul mundur laskar Luwu dan Bone pada tahun 1890.
Pong Tiku kemudian mengirim mata-mata ke Sidenreng dan Sawitto. Namun, tanpa disadari, Belanda sudah lebih dulu mempelajari cara tempur mereka.
Tersiar berita Belanda menyiapkan pasukan lebih banyak untuk merebut Toraja. Menyadari ancaman itu, Pong Tiku memerintahkan pasukannya untuk bersiap dan mulai mengumpulkan cadangan makanan.
Sekitar 1905, Pong Tiku mendengar kerajaan Luwu sudah jatuh ke tangan Belanda. Selanjutnya, kerajaan-kerajaan lain semuanya ikut runtuh.
Baca Juga:Usia 24 Tahun, Monginsidi Dihujani Delapan Peluru di Makassar
Untuk mengejar Raja Gowa, pemerintah kolonial bahkan mengerahkan pasukan marsose dari Aceh yang dipimpin Hans Christoffell. Pong Tiku terpaksa bergerilya ke daerah lain.
Pong Tiku bersembunyi di bentengnya, di Buntu Batu. Ia kembali mengirim pasukan untuk memata-matai Belanda di Rantepao.
Pada 22 Juni di tahun yang sama, pasukannya melaporkan bahwa pada malam sebelumnya, sebuah batalyon Belanda, sekitar 250 ribu pria dan 500 pengangkut berangkat ke desa tersebut. Tiku kemudian memerintahkan agar jalanan segera disabotase.
Pada tahun-tahun tersebut, Belanda tidak hanya bermusuhan lagi dengan Toraja saja, tapi juga dengan kerajaan Islam di Sulawesi seperti Bone, Gowa, dan Sawito.
Pong Tiku lalu mengadakan gencatan senjata dengan Belanda. Ia kemudian bergerak ke Benteng, di wilayah selatan.
Baca Juga:Dari Toraja hingga Kendari, 13 Tim Adu Robot Canggih di UHO
Dari sana dia kemudian ke Alla (Enrekang) dan bertempur bersama orang-orang Duri melawan Belanda. Sayangnya, wilayah itu pada akhirnya jatuh ke tangan Belanda.