SuaraSulsel.id - Permohonan dispensasi perkawinan anak ke Pengadilan Agama di Sulawesi Selatan menurun pada tahun 2023. Namun, angkanya disebut masih mengkhawatirkan.
Data Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Sulawesi Selatan mencatat, angka dispensasi perkawinan anak tahun 2023 mencapai 1.482 pengajuan, dibanding tahun 2022 yakni 2.752.
Dari angka itu, permintaan dispensasi kawin yang dimohonkan para orang tuanya tertinggi di kabupaten Sidrap 442 perkara, Soppeng 174 perkara, dan Pangkep 106 perkara.
Dispensasi kawin merupakan pemberian izin oleh pengadilan kepada calon suami atau istri yang belum berusia 19 tahun untuk melangsungkan perkawinan.
Baca Juga:Penyebab Kematian Anak 3 Tahun di Makassar Masih Misterius, Keluarga: Tubuh Penuh Luka
Kepala DPPPA Pemprov Sulsel Andi Mirna mengatakan angka perkawinan anak terus menurun dari tiga tahun terakhir. Pada tahun 2023, jumlah perkawinan anak di Sulsel mencapai 7,48 persen.
"Begitu pula dengan angka dispensasi kawin yang mengalami penurunan sebesar 42 persen dari tahun sebelumnya," ujarnya pada Launching dan Rapat Konsultasi Awal Berani II pada Selasa, 21 Mei 2024.
Walaupun demikian, kata Andi Mirna angka tersebut masih diatas rata-rata angka nasional.
Menurut laporan Statistik Indonesia, sepanjang 2023 ada 1,57 juta pernikahan di dalam negeri. Turun 7,51 persen dibanding 2022.
Sulawesi Selatan sendiri masuk 10 besar daerah dengan pernikahan anak tertinggi di Indonesia.
Baca Juga:Ibu Hamil di Tana Toraja Melahirkan di Pinggir Jalan, Anak Meninggal Dunia
"Itu perkawinan anak yang tercatat. Masih banyak terjadi perkawinan yang tidak tercatat sehingga sulit mengetahui besaran sesungguhnya perkawinan anak secara absolut," ucap Mirna.
Menurut Mirna, dispensasi perkawinan anak selama ini merupakan wewenang Kementerian Agama. Pemprov Sulsel tidak berhak untuk mengintervensi.
Biasanya pemohon yang mengajukan dispensasi kawin ini dilandasi oleh kemiskinan dan rendahnya pendidikan. Walaupun sudah ada aturan untuk mencegahnya.
"Itu kan sudah ada SOP. Pemohon harus ke Puspaga dulu, kemudian ada rekomendasi dari DPPPA baru bisa dapat izin," bebernya.
Namun, ketatnya aturan untuk mendapatkan dispensasi membuat pernikahan siri anak juga terus naik. Padahal, kata Mirna, Kantor Urusan Agama (KUA) dan Imam Desa yang terlibat pernikahan anak terancam pidana 9 tahun penjara dan denda Rp300 juta.
"Jadi kami mohon bantuan media. Tolong diviralkan kalau ada anak di bawah umur yang mau menikah. Ini butuh kolaborasi untuk mencegah," kata Mirna.
Kepala Perwakilan Unicef Wilayah Sulawesi Maluku, Hengky Wijaya menambahkan, perhatian pemerintah terhadap perkawinan anak saat ini masih berfokus kepada perkawinan secara islam.
Ke depan, program Better Reprodutive Health and Right for All in Indonesia (Berani) II akan fokus mencegah perkawinan dini secara menyeluruh.
"Sejauh ini memang perhatian masih sebatas perkawinan secara islam. Sementara non muslim belum. Padahal Di Sulsel ada beberapa daerah yang populasi non muslim tinggi dan perkawinan anaknya juga tinggi," ucap Hengky.
Salah satu hambatan pencegahan perkawinan anak, kata Hengky karena faktor anggaran dan Sumber Daya Manusia (SDM).
Hengky menegaskan jika perkawinan anak tidak berhasil dicegah dan sudah terlanjur menikah secara siri, adat, atau tidak tercatat, maka perlu penyediaan layanan pemenuhan hak bagi anak serta membantu untuk mendapatkan pendidikan secara formal dan informal.
Kontributor : Lorensia Clara Tambing