SuaraSulsel.id - Di balik luasnya Taman Nasional Bantimurung di Sulawesi Selatan, tersembunyi sebuah permata alam yang memukau. Danau Toakala namanya.
Toakala berada di tengah kawasan Taman Nasional Bantimurung. Airnya berwarna hijau tenang dan dikelilingi oleh tebing karst.
Oleh warga sekitar, danau ini biasa juga disebut Telaga Kassi Kebo. Di tepiannya dihiasi hamparan pasir putih seperti di pantai.
Toakala juga jadi habitat ratusan spesies kupu-kupu yang ada di Bantimurung. Kita bisa menikmati surganya Rhopalocera di sana pada musim peralihan kemarau.
Baca Juga:Daftar Tunggu Haji Kabupaten Bantaeng 47 Tahun, Paling Lama di Sulawesi Selatan
Namun, tak hanya keajaiban alam itu yang menarik perhatian di Toakala. Di sekitarnya, legenda dan mitos mengelilingi keberadaannya, menambahkan elemen mistis yang memikat bagi pengunjung.
Legenda danau ini viral di tiktok setelah diupload akun @nigellaid. Warganet mengisahkannya seperti film Beauty and the Beast atau Si Cantik dan Si Buruk Rupa.
Danau ini dikisahkan bahwa pada zaman dahulu ada sebuah kerajaan kera bernama Kerajaan Abbo, yang terletak di Kelurahan Leang-leang, Kecamatan Bantimurung.
Kerajaan Abbo dipimpin oleh kera berbadan tinggi, besar, berbulu putih, dan bisa berbicara seperti manusia bernama Toakala. Ia senang sekali berburu.
Suatu hari, Toakala menuju hutan untuk berburu rusa. Lalu, ia melihat sosok wanita yang sangat cantik sedang mandi di danau di Telaga Kassi Kebo.
Baca Juga:Jumlah Petani di Sulawesi Selatan Makin Berkurang, Regenerasi Gagal
Wanita ini ternyata seorang putri asal Kerajaan Pattiro. Namanya adalah I Bissu Daeng.
I Bissu Daeng diceritakan punya paras yang sangat cantik, kulit putih, dan rambut yang sangat panjang. Saking panjangnya, dibutuhkan tujuh tiang jemuran untuk mengurai rambutnya.
Toakala jatuh cinta dan tergila-gila sejak pandangan pertama itu.
Ia lalu mengutus pasukannya untuk melamar I Bissu. Sayangnya, niat itu ditolak oleh pihak Kerajaan Pattiro. Toakala dianggap hanyalah seekor kera yang tidak pantas untuk seorang putri kerajaan.
Toakala marah besar mendengar penolakan tersebut. Ia lalu menculik I Bissu dan membawanya ke kerajaan Abbo.
Namun, tiba-tiba datang seekor ular sanca berhasil menyelamatkan I Bissu dan membawanya ke kerajaan. Toakala tambah marah dan berniat menyerang kerajaan Pattiro.
Sang raja Pattiro yang mendengar kabar itu pun ketakutan. Ia lalu menyusun strategi licik untuk menjebak Toakala.
Dalam menjalankan rencananya, Raja Pattiro mengirim seorang Panglima untuk menemui Toakala. Panglima itu diminta menyampaikan pesan agar Toakala segera datang melamar I Bissu dengan cara baik-baik.
Toakala yang mendengar kabar tersebut kegirangan. Ia membawa seluruh rakyatnya ke Kerajaan Pattiro untuk melamar I Bissu.
Sesampai di Pattiro, sang raja sudah menyiapkan satu tempat khusus untuk Toakala dan rombongannya. Tempat tersebut terbuat dari jerami yang sudah direkatkan dengan getah pohon pinus.
Mereka disambut dengan meriah dan dijamu makanan enak. Hingga tidak ada dari rakyat Toakala yang curiga jika ini jebakan belaka.
Sambil menikmati kenduri, tiba-tiba tempat tersebut dibakar dari luar oleh pasukan Pattiro. Toakala yang punya ilmu sakti berhasil kabur bersama seorang kera hitam yang sedang mengandung, tapi rambut di ekor dan pantatnya terbakar api.
Dari situlah masyarakat percaya kera Macaca Maura yang jadi hewan endemik Sulawesi Selatan tidak memiliki ekor dan rambut di pantat.
Setelah kejadian tersebut, I Bissu Daeng merasa bersalah dan meminta maaf karena kecantikannya sudah membawa petaka. Sejak itu, ia mengutuk seluruh keturunannya untuk berwajah buruk.
Konon ada mitos di dusun Pattiro. Jika ada wanita yang lahir dengan wajah cantik, maka ia tidak akan berumur panjang.
Toakala juga merasa bersalah atas kejadian tersebut. Dengan rasa penyesalan mendalam, ia memilih untuk bertapa di gua Bantimurung hingga mati dan seluruh raganya melebur menjadi batu.
Itulah kenapa gerbang objek wisata Bantimurung dibangun patung kera besar. Tak hanya danau Toakala, di salah satu gua di kawasan taman nasional juga ada namanya gua Toakala. Konon, gua itu jadi tempat pengasingan Toakala sampai ia mati.
Kontributor : Lorensia Clara Tambing