SuaraSulsel.id - Sanitasi yang tidak aman akan menimbulkan sejumlah penyakit yang bisa merenggut nyawa. Seperti kolera, disentri, diare dan stunting. Bahkan sanitasi yang tidak layak juga ternyata memperburuk perekonomian negara.
Hal tersebut dipaparkan dalam Gala Sanitasi Aman untuk anak muda di Sulawesi Selatan yang digelar yayasan BaKTI bekerjasama dengan Unicef di Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Kamis, 7 Desember 2023.
Kegiatan ini menghadirkan ratusan peserta dari unsur mahasiswa dan dosen Unhas dan sejumlah sekolah-sekolah tinggi kesehatan di Makassar. Serta perwakilan stakeholder pemerintah dari provinsi, kabupaten mitra program UNICEF dan Yayasan BaKTI, dan organisasi non-pemerintah.
Dari data BPS, capaian akses sanitasi di Sulawesi Selatan saat ini sudah mencapai 92,24 persen dikatakan layak dan 12,92 persen pada kategori aman.
Baca Juga:Daftar Tunggu Haji Kabupaten Bantaeng 47 Tahun, Paling Lama di Sulawesi Selatan
Namun, hanya 1 dari 10 rumah tangga di kawasan perkotaan yang mengelola air limbah mereka secara aman (BPS-NAWASIS) seperti penyedotan lumpur tinja secara rutin.
"Secara global, ada 115 ribu anak balita yang meninggal setiap tahunnya karena pneumonia dan diare. Lalu, 60 persen kematian akibat diare itu karena rendahnya air, sanitasi dan kebersihan (Wash)," kata Wildan Setiabudi, Penanggungjawab Program Air, Sanitasi, dan Higiene Unicef Makassar.
Kemudian sanitasi yang tidak layak juga mempengaruhi perekonomian negara. Secara global, kata Wildan, ada 260 miliar USD kerugian setiap tahunnya akibat layanan wash yang tidak memadai. Sementara di Indonesia, ada kerugian 23 miliar USD atau angka itu setara 2,3 persen produk domestik bruto (PDB).
Dampak tersebut terlihat dari indikasi jumlah pengeluaran untuk berobat yang disebabkan disentri dan penyakit lainnya, dan terganggunya produktivitas kerja karena sakit.
Dua mahasiswi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Unhas bernama Azzahra Fitria dan Nur Asyifa saat melakukan kampanye sanitasi aman di kabupaten Sidrap dan Pinrang juga mendapati hasil bahwa ada 90,75 persen rumah tangga sudah punya tangki septik, sementara 9,25 persen belum.
Baca Juga:Jumlah Petani di Sulawesi Selatan Makin Berkurang, Regenerasi Gagal
Namun, hampir semua rumah tangga yang punya tangki septik tidak pernah disedot. Kemudian, ada 40 persen rumah tangga yang membangun sumur di dekat dengan tangki septik.
"Artinya, air yang mereka gunakan dicemari bakteri ecoli," kata Azzahra.
Setidaknya, lumpur tinja yang mengendap harus disedot secara rutin setiap 2-3 tahun sekali.
Azzahra dan Nur mengatakan bahwa warga bingung bagaimana cara menyedot limbah jamban? Selain itu biayanya juga mahal.
"Jadinya, air limbah jamban dari tangki dibuang ke drainase, kanal atau empang," sebutnya.
Mereka menegaskan sanitasi yang aman harus dimulai dari level rumah per rumah. Kemudian harus ada edukasi dan kebijakan dari Dinas Kesehatan dan dinas PUPR terkait sanitasi.
Yayasan BaKTI bekerja sama dengan Unicef dan Pemprov Sulsel mendukung akselerasi pembangunan sanitasi aman di saat Provinsi Sulsel dinyatakan provinsi Stop BABS atau Bebas dari Buang Air Besar Sembarangan.
Salah satu fokus kegiatannya adalah berkolaborasi dengan stakeholder pengelolaan air limbah domestik untuk penyelenggaraan sanitasi aman di sejumlah kabupaten dan kota.
Gala Sanitas Aman untuk Anak Muda ini merupakan rangkaian kegiatan membangun kolaborasi dengan universitas, Pokja PKP (Kelompok Kerja Perumahan dan Kawasan Permukiman), dan NGO.
Kontributor : Lorensia Clara Tambing