Perjuangan Opu Daeng Risadju bersama suaminya mendapat dukungan yang sangat besar dari rakyat. Aspek ideologi mulai tertanam dalam diri anggota, karena siapa pun yang memiliki kartu tersebut berarti dia seorang muslim yang ingin merdeka.
Pihak Belanda mulai sadar dengan gerakan tersebut. Opu Daeng Risadju dianggap menghasut rakyat dan melakukan tindakan provokatif agar tidak lagi percaya kepada pemerintah Hindia Belanda.
![Wali Kota Makassar Moh Ramdhan Pomanto meresmikan pergantian nama Jalan Cendrawasih Kota Makassar menjadi Jalan Opu Daeng Risadju, Selasa 22 Agustus 2023 [SuaraSulsel.id/Istimewa]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2023/08/22/60027-jalan-opu-daeng-risadju.jpg)
Penolakan juga datang dari pihak keluarga kerajaan Luwu. Alasannya, tindakan Opu Daeng Risadju bisa merusak gelar bangsawan yang melekat padanya.
Belanda lalu bekerja sama dengan controleur afdeling Masamba untuk menahan dan mengadilinya. Disitulah Opu Daeng Risadju memilih melepas gelar bangsawannya.
Baca Juga:Breaking News: Nama Jalan Cendrawasih Kota Makassar Berubah Jadi Opu Daeng Risadju
Perjuangan Opu Daeng Risadju tak usai. Ia kembali aktif mempertahankan kemerdekaan usai Indonesia menyatakan diri merdeka.
Opu Risadju menggerakkan dan memobilisasi pemuda Sulawesi Selatan untuk berjuang melawan Netherland Indies Civil Administration (NICA) yang kembali ingin menguasai Indonesia.
Karena berani melawan, Opu Daeng Risadju menjadi buronan nomor satu di Sulawesi Selatan. Ia akhirnya ditangkap di Desa Lantoro dan dibawa ke Watampone dengan berjalan kaki 40 Km.
Sebulan di Bone, Opu Risadju dipindahkan ke penjara Sengkang, lalu ke Bajo. Disitulah penyiksaan terjadi.
Suatu hari, ia dibawa oleh Kepala Distrik Bajo bernama Ladu Kalapita ke sebuah lapangan dan diperintah menatap matahari terik.
Baca Juga:Negara Paling Banyak Dibom, Kenali Fakta Kejadian Laos saat Pengeboman
Kalapita mendekati Opu Daeng Risadju yang kala itu sudah berusia 67 tahun. Laras panjang diletakkan di pundaknya.