Suru Maca, Tradisi Menyambut Bulan Suci Ramadhan Suku Bugis dan Makassar

Dimaknai sebagai penghormatan terhadap Tuhan yang maha esa dan mendoakan leluhur mereka

Muhammad Yunus
Rabu, 22 Maret 2023 | 08:59 WIB
Suru Maca, Tradisi Menyambut Bulan Suci Ramadhan Suku Bugis dan Makassar
Warga membaca doa pada ritual Suru Maca menyambut bulan suci Ramadhan [SuaraSulsel.id/istimewa]

SuaraSulsel.id - Suru Maca, tradisi yang masih kental di masyarakat suku Bugis-Makassar menjelang bulan ramadhan. Dimaknai sebagai penghormatan terhadap Tuhan yang maha esa dan mendoakan leluhur mereka.

Di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, masyarakat setiap tahunnya masih menggelar ritual ini. Biasanya dilakukan enam hari sebelum ramadhan.

Bagi masyarakat di sana, rasanya tidak lengkap memasuki ramadhan jika tidak melaksanakan Suru Maca. Maka, banyak rupa makanan yang akan disiapkan dengan senang hati.

Seperti buah-buahan, onde-onde, sokko' ugi (ketan), dan ayam nasu likku.

Baca Juga:Masuk Ramadhan 2023, Ustadz Adi Hidayat Ungkap Ciri-ciri Orang yang Menjalankan Puasa dengan Benar

"Yang wajib itu sokko' (ketan) berwarna putih dan hitam, ayam sebagai lauknya dan buah pisang," ujar Mardianto, warga Kecamatan Tanete yang masih taat melaksanakan ritual ini.

Mardianto menggelar Suru Maca pada 16 Maret 2023 lalu. Seluruh kerabatnya berkumpul dan berdoa bersama sebelum ramadhan.

Ritual ini biasanya digelar selepas salat maghrib dan dimpimpin oleh "Sanro". Sesaji makanan akan disiapkan di tengah dan dikelilingi oleh kaum perempuan. Sementara kaum laki-laki berkumpul di teras atau halaman rumah.

"Doa dipimpin sanro atau imam masjid dengan membacakan ayat suci Alqur'an yang diikuti semua oleh orang yang hadir," jelasnya.

Suru sendiri artinya meminta. Sementara maca adalah membaca. Masyarakat Bugis-Makassar juga kerap menyebutnya "Mabbaca-baca".

Baca Juga:Warga Bandung Kumpul, Ada 7 Bansos yang Cair saat Ramadhan: PKH Tahap 2 hingga Beras 10 Kg

Makna doanya, kata Mardianto adalah meminta keselamatan keluarga dalam menjalankan ibadah selama bulan ramadhan. Sekaligus mengirimkan doa keselamatan terhadap kerabat yang sudah wafat.

Sanro akan melafazkan salam dan shalawat kepada Nabi Muhammad, Surah al-Fatihah, Surah al-Baqarah ayat 1-7, Ayat Kursi, Surah al-Ikhlas, Surah al-Falaq, Surah an-Nas, doa keselamatan dunia akhirat.

Doa ditutup dengan Surah al-Fatihah dan makanan diberi wangi dupa. Setelahnya, makanan siap disantap secara bersama-sama.

Menurut Mardianto, makanan yang disajikan sangat identik dengan santan. Itu karena ada filosofi tersendirinya.

Kelapa bisa dimaknai sebagai kemakmuran dan kesejahteraan. Sementara buah-buahan bagaikan perekat dan selalu bermanfaat di lingkup masyarakat.

"Dupa juga wajib. Maknanya agar rumah selalu wangi," ujarnya.

Kendati sudah lama tinggal di kota Makassar, Mardianto mengaku selalu pulang kampung menjelang ramadhan untuk menggelar Suru Maca. Ia bangga tradisi ini masih dipegang teguh oleh warga di kampungnya.

"Bagi kami warga Tanete, ritual ini sakral. Jika dilakukan dengan benar, maka akan mendatangkan keberkahan," ungkapnya.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini