Tradisi nguri–uri budaya ini memilik makna penting bagi masyarakat setempat karena di dalamnya tersuguh doa-doa, agar warga desa dijauhkan dari bala dan marabahaya, baik dari alam semesta hingga wabah penyakit, serta ketenteraman dan diberikan keberkahan dalam hidup.
Sebelum sesaji disuguhkan dan tarian ronggeng dipertunjukkan, pada malam harinya jajaran perangkat desa beserta tokoh masyarakat desa berjalan mengelilingi kampung sembari berdoa.
Tradisi mengelilingi kampung pada malam hari atau ider-ider dan berdoa itu dilakukan setelah segenap perangkat desa dan tokoh berkeliling kampung. Pagi harinya, seluruh warga masyarakat datang dengan membawa makanan khas dan berkumpul di sebuah lokasi yang sudah ditentukan.
Tujuan menjalani semua ritual budaya itu selain sebagai wujud syukur kepada Tuhan alam semesta, juga memohon agar warga desa dijauhkan dari malapetaka atau bencana. Masyarakat setempat mempercayai bahwa musibah besar atau pagebluk pernah terjadi pada tahun 1990-an karena ritual ini tidak dilaksanakan karena sesuatu hal.
Adapun ritual pemotongan kambing kendit merupakan tradisi turun-temurun yang diyakini sebagai medium ritual yang dianggap punya kekuatan untuk menolong warga desa.
Kepercayaan bahwa tradisi tersebut bisa menjauhkan penduduk dari malapetala itulah yang menyebabkan ritual-ritual yang menyertai dalam ritual adat itu masih dilakoni warga Desa Silurah hingga hari ini.
Bagi penduduk Desa Silurah, kemajuan teknologi yang demikian dahsyat pada hari ini adalah satu hal, sedangkan menjalani tradisi warisan masa lampau merupakan ikhtiar bersama menjaga kearifan desa.
Keduanya tidak perlu dipertentangkan karena tradisi dan teknologi memang bisa berjalan bersama.