SuaraSulsel.id - Sejumlah saksi dihadirkan dalam sidang lanjutan kasus pembunuhan Najamuddin Sewang. Pegawai Dinas Perhubungan Kota Makassar, Rabu 21 September 2022.
Hadir sebagai saksi di Ruang Sidang Harifin Tumpa adalah pegawai Dinas Perhubungan Kota Makassar, Wawan, Rahman dan Fadlan.
Sidang dipimpin oleh Jhonicol Rivhar itu masuk pada agenda pemeriksaan saksi. Hakim mencecar para saksi soal awal mula mereka mengetahui kematian Najamuddin Sewang.
Namun ada yang menarik perhatian pada sidang tersebut. Saat majelis hakim memberi kesempatan untuk terdakwa Iqbal Asnan mengajukan pertanyaan ke saksi.
"Kamu tahu, apakah korban aktif apel pagi?," tanya Iqbal ke saksi bernama Wawan.
"Sering terlambat, pak," jawab Wawan dengan nada gugup.
Iqbal menceritakan, saat masih menjabat sebagai pelaksana tugas Kepala Dinas Perhubungan, Najamuddin tidak disiplin. Ia kerap tidak ikut apel pagi.
"Padahal sebagai petugas lapangan, Dishub sangat menjunjung tinggi kedisiplinan," kata Iqbal.
"Karena sering terlambat, apakah korban pernah disanksi? Tidak pernah, kan?," tanya Iqbal lagi.
Baca Juga:Rahma Mengaku Istri Siri Mantan Kepala Satpol PP Makassar
"Tidak tahu, pak," ujar Wawan.
Iqbal mengaku meski tindakan indispliner, Najamuddin tidak pernah diberi sanksi. Karena korban selalu mengaku sebagai keluarga dari Iqbal.
"Jadi maksudnya, tidak pernah diberi sanksi karena saudara punya kedekatan emosional?," tanya hakim ke Iqbal.
"Sepengetahuan banyak orang, dia selalu menyampaikan ke pegawai lain bahwa saya keluarga. Sehingga tidak ada yang berani sanksi dia," jelas Iqbal.
Saksi juga mengaku Iqbal adalah orang yang inovatif. Kerjanya bagus saat menjabat sebagai Plt Kadishub.
"Pada saat di zaman Iqbal, menjadikan Dishub lebih baik. Lancar (gaji)," ungkapnya.
Diketahui, para terdakwa Iqbal Asnan, Asri, Sulaiman dan Chaerul Akmal didakwa melanggar pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, dengan ancaman pidana mati atau minimal seumur hidup, juncto pasal 55 KUHP.
Sedangkan dalam dakwaan subsider, Iqbal Cs didakwa melanggar pasal 338 KUHP, tentang pembunuhan, yang ancamannya maksimal 15 tahun penjara.
Kontributor : Lorensia Clara Tambing