Kisah Gerilyawan Perempuan Asal Bulukumba Masuk Hutan Lawan Penjajah Belanda

Gerilyawan wanita asal Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan

Muhammad Yunus
Selasa, 09 Agustus 2022 | 07:47 WIB
Kisah Gerilyawan Perempuan Asal Bulukumba Masuk Hutan Lawan Penjajah Belanda
Haji Taju', perempuan pejuang kemerdekaan di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan [SuaraSulsel.id/Istimewa]

SuaraSulsel.id - Perjuangan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia bukan tanggung jawab laki-laki saja. Perempuan juga bisa.

Salah satunya dibuktikan oleh Haji Taju'. Ia adalah gerilyawan wanita asal Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan.

Usianya masih sangat belia waktu bergerilya. 15 tahun.

Meski usianya saat ini sudah 92 tahun, ia terlihat masih sehat. Dengan semangat, ia menceritakan bagaimana perjuangannya mempertahankan kemerdekaan. Terutama di masa agresi militer Belanda yang kedua.

Baca Juga:Perempuan Tangguh Indonesia Berdayakan 126 Penyandang Disabilitas untuk Mandiri Secara Finansial

"Saya usia 15 tahun waktu itu. Ikut jadi gerilyawan dulu, bergabung dengan para pejuang untuk mempertahankan republik," ujarnya, Senin, 8 Agustus 2022.

Namun, ia tak ingat pasti tanggal berapa bala tentara Belanda masuk ke daerah tempat tinggalnya, di Kecamatan Kindang, Kabupaten Bulukumba.

Yang jelas dalam ingatannya, warga yang tinggal di desa itu memilih mengungsi ke hutan.

Dalam pengungsian itu, suaminya bergabung dengan gerombolan atau istilahnya Tentara Rakyat Pejuang Kemerdekaan. Ia juga lupa nama pimpinannya saat itu.

Taju' mengaku tak punya pilihan. Ia harus masuk hutan untuk ikut suami. Tugasnya adalah juru masak.

"Selama sembilan tahun saya ikut ke dalam hutan. Tugas saya jadi juru masak. Kemana gerombolan pergi, saya ikut. Saya yang masak untuk mereka," ungkapnya.

Baca Juga:Megawati: Tidak Wajar Kalau Alasan Perempuan Tidak Bisa Memasak Karena Bekerja

Taju' mengaku ikhlas menjalankan setiap tugasnya. Kendati untuk makan, hanya seadanya. Kadang hanya sayur pemberian warga yang sengaja datang untuk membantu para tentara Republik.

"Saya masak apa yang ada. Kadang juga hanya makan nasi dan garam," katanya.

Pernah suatu hari, Taju' pernah hampir mati di tangan Koninklijke Nederlands(ch)-Indische Leger (KNIL) atau tentara kerajaan Hindia Belanda.

Ia ketahuan saat sedang memberi kode terkait kedatangan Belanda ke lokasi Tentara Rakyat.

Sementara, Tentara Rakyat sedang bersembunyi untuk meledakkan jembatan atau jalanan. Ketika rombongan tentara Belanda datang.

Tentara Belanda mengejarnya dan memberondongnya dengan tembakan. Bersyukur, Taju' bisa berlari dan selamat. Setelah menemukan batu besar untuk bersembunyi.

"Saya pikir sudah ajalku saat itu. Saat dikejar, saya juga ditembak, tapi Alhamdulillah selamat. Saat itu tinggal pakaian dalam yang ada di badan. Karena baju dan rok merah saya robek semua saat lari," ujarnya.

Selama sembilan tahun di hutan, mereka tak pernah menetap lama. Para gerilyawan harus berpindah-pindah berulang kali.

"Untuk menghindari kejaran Belanda jadi pindah-pindah. Saya ikut terus dengan mereka (Tentara Rakyat) dan jadi juru masaknya," ungkapnya.

Saat Indonesia dinyatakan bebas dari penjajahan Belanda, mereka kemudian dijemput oleh tentara kota. Saat ini dikenal dengan TNI.

"Kita dijemput sama tentara kota untuk hidup normal. Karena waktu itu kondisi sudah dibilang aman," ungkapnya.

Di usia yang sudah tua, Taju' kini hanya bisa mengenang masa-masa perjuangannya ketika itu. Ia dan suaminya terdaftar sebagai anggota Legiun Veteran Kabupaten Bulukumba.

Kadang ia terharu menjelang hari kemerdekaan RI, yang diperingati setiap 17 Agustus. Taju' mengaku selalu mengingat momentum ketika mereka harus kejar-kejaran dengan tentara Belanda di hutan.

Untuk mengapresiasi perjuangannya, pemerintah tiap bulan memberikan tunjangan ke mereka sebesar Rp1,5 juta.

"Saya menerima gaji veteran Rp1,5 per bulan. Kalau santunan di hari kemerdekaan tidak ada. Hanya gaji veteran saja," ujarnya.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini