SuaraSulsel.id - Sejumlah pekerja menyambut baik sekaligus mendukung wacana kebijakan mengenai tambahan cuti lahir bagi ibu pekerja, dari tiga bulan menjadi enam bulan.
“Sebagai perempuan, saya setuju dengan wacana cuti melahirkan enam bulan bagi ibu bekerja, karena demi tumbuh kembang anak sehingga ibu bisa mengetahui perkembangan si anak,” kata Fika Amelia, salah satu pekerja kantoran di ibu kota Jakarta, saat dihubungi Antara dari Jakarta, Rabu 6 Juli 2022.
Namun menurut Fika, yang juga sebagai pelaku usaha, aturan cuti enam bulan bisa pula dinilai cukup memberatkan pengusaha lantaran beban anggaran dan pekerjaan yang akan ditimbulkan.
Pengalaman selama masa pandemi, lanjut Fika, dapat diimplementasikan untuk aturan tersebut seperti tiga bulan cuti lahir dan tiga bulan dengan sistem bekerja dari rumah alias WFH.
Baca Juga:Non ASN dan Pekerja Rentan Harus Terlindungi BPJS Ketenagakerjaan
Fika berharap pemerintah juga memperhatikan kepentingan pengusaha, selain memperhatikan kebutuhan ibu dan anak.
Pekerja lainnya, Ine Agustiyani, juga menanggapi positif wacana cuti enam bulan, sebab menurutnya hal tersebut berpihak pada perempuan untuk menjaga kesehatan mental pascamelahirkan sekaligus mendukung pemberian ASI eksklusif secara maksimal.
Namun, Ine berpendapat lain mengenai cuti 40 hari bagi suami yang istrinya melahirkan.
“Tidak perlu selama (40 hari). Mungkin bisa diberikan keleluasaan untuk bekerja secara remote, atau proses izin bekerja yg dipermudah selama 40 hari pertama pasca istri melahirkan,” ucap Ine.
Ine mengatakan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait RUU KIA misalnya, masalah kebijakan upah/gaji selama cuti supaya finansial keluarga tetap stabil selama istri/ibu cuti. Ine mengutarakan harapannya agar RUU KIA dapat diimplementasikan.
Baca Juga:Erick Inginkan BNI Jadi Bank asal Indonesia yang Go Global
Selanjutnya, pekerja bernama Anggit Ridho Handoko, juga menyampaikan dukungan yang sama terhadap RUU KIA.
- 1
- 2