Meriahnya Rambu Solo Warga Muslim di Tana Toraja, Habiskan Dana Hingga Miliaran Rupiah

Upacara adat kematian atau Rambu Solo di Tana Toraja

Muhammad Yunus
Minggu, 12 Juni 2022 | 12:00 WIB
Meriahnya Rambu Solo Warga Muslim di Tana Toraja, Habiskan Dana Hingga Miliaran Rupiah
Peti jenazah dengan ukiran kalimat syahadat di Tana Toraja, saat perayaan Rambu Solo [SuaraSulsel.id/Istimewa]

SuaraSulsel.id - Upacara adat kematian atau Rambu Solo di Tana Toraja tak hanya dilakukan oleh masyarakat beragama kristen atau warga penganut kepercayaan animisme. Warga muslim pun melakukannya.

Seperti yang dilakukan keluarga Ahmad Dalle Salubi di Patongloan, Kelurahan Tarongko, Kecamatan Makale, Tana Toraja.

Pihak keluarga menggelar upacara Rambu Solo dengan meriah untuk menghormati almarhum Ahmad Dalle.

Dalam kepercayaan masyarakat Toraja, Rambu Solo adalah upacara sakral untuk memberi penghormatan terakhir kepada mendiang.

Baca Juga:Ritual Adu Kaki Pa'semba Siap Jadi Olahraga Wisata di Tana Toraja

Upacara hari pertama yakni Ma'pasa' tedong sudah dilakukan pada hari Jumat, 10 Mei 2022 lalu. Ada sekitar 54 kerbau dan satu kuda putih yang diarak pada upacara tersebut.

Jenis kerbau yang dipotong bermacam-macam. Mulai dari yang paling mahal yakni Rp300 jutaan, jenis kerbau Saleko. Sehingga total dana yang dihabiskan selama perayaan mencapai miliaran rupiah.

Pihak keluarga almarahum, Hasnawaty mengatakan, kendati beragama Islam, mereka tidak melupakan daerah mana mereka berasal. Itulah alasan mengapa pihak keluarga rela menghabiskan uang hingga miliaran untuk menggelar rambu solo'.

"Dalam adat Toraja, Rambu Solo itu wajib untuk menghormati roh dari orang tua kita. walau pun kami muslim. Jadi walaupun sudah dikubur, tapi tetap diupacarakan. Dalam bahasa Toraja disebut Ma'tambun," ujarnya, Minggu, 12 Juni 2022.

Jasad Ahmad Dalle sendiri sudah lama dimakamkan. Namun, pihak keluarga membuat peti untuk acara ritual.

Baca Juga:Longsor di Tana Toraja dan Banjir di Takalar, Pemprov Sulsel Lakukan Penanganan Darurat

Peti mewah itu terbuat dari kayu jati yang diukir dengan ukiran khas Toraja. Di sisi samping terdapat kaligrafi bertuliskan kalimat syahadat.

Sementara tutup peti dihiasi dengan dua ular naga. Pada suku Toraja, ini menandakan yang meninggal adalah bangsawan.

"Jenazahnya sudah dikuburkan, sehari setelah meninggal pada bulan Februari lalu. Jadi hanya dibuatkan peti dan diisi dengan batu nisan," jelas Hasnawaty.

Kerbau putih pada perayaan Rambu Solo oleh keluarga beragama Islam di Tana Toraja [SuaraSulsel.id/Istimewa]
Kerbau putih pada perayaan Rambu Solo oleh keluarga beragama Islam di Tana Toraja [SuaraSulsel.id/Istimewa]

Kemewahan juga terlihat pada lantang atau pondok tempat untuk menerima tamu yang akan hadir. Ada yang dicor, adapula terbuat dari bambu.

Lantang itu dibuat secara bertingkat. Atapnya kemudian dibentuk longa atau rumah adat Tongkonan.

Kata Hasnawaty, Rambu Solo akan dihadiri oleh seluruh pihak keluarga baik yang jauh maupun yang berada di Toraja. Ada pula tokoh agama, tokoh masyarakat, dan pemerintah setempat yang hadir.

Sementara untuk kerbau dan kuda yang dipotong, akan dibagikan ke tamu yang hadir dan warga setempat. Sebagian dilelang untuk disumbangkan ke sekolah dan rumah ibadah.

"Dengan begitu kita juga bisa bersedekah," ujarnya.

Karena yang menggelar Rambu Solo beragama Islam, tidak ada babi yang dipotong.

Upacara selanjutnya akan digelar pada tanggal 16 Juni 2022. Keluarga akan menggelar Ma'riu' batu (tarik batu).

Batu yang ditarik juga bukan sembarang batu. Melainkan batu megalitikum bernama Simbuang yang dipahat menyerupai prasasti.

Masyarakat Toraja percaya bahwa batu simbuang adalah unsur penting dalam pelaksanaan ritual Rambu Solo. Hal tersebut menandakan yang meninggal adalah seorang bangsawan.

Pada tanggal 17 Juni 2022 akan dilakukan Ma'popellao Alang atau peti akan diarak sambil berkeliling kampung. Setelah diarak, peti Ahmad Dalle akan disemayamkan dan ditempatkan ke bagian khusus yang disebut Lakkean.

Sepanjang Ma'popellao, masyarakat akan terus mendoakan mendiang yang telah meninggal dalam nyanyian doa (badong). Ungkapan doa ini dinyanyikan bersahut-sahutan membentuk lingkaran dan bergandengan tangan.

Setelah Ma'popellao ada acara Manombon, Ma'pasonglo, mantarima tamu (terima tamu), tongkonan, dan pemasangan batu nisan.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini