SuaraSulsel.id - Kasus dugaan kekerasan seksual dalam Kampus Universitas Negeri Makassar (UNM) belum menemui titik terang. Investigasi yang digaungkan pihak rektorat masih jalan di tempat.
Investigasi sejauh ini dinilai tidak ada hasil. Akun instagram Mekdiunm yang mendampingi para korban mengatakan, universitas maupun pimpinan fakultas tidak peduli dengan laporan para korban.
"Terlihat seperti tidak ada tindaklanjut dengan persoalan pelecehan yang terjadi. Jawaban yang selalu kami terima tunggu. Sampai kapan? sampai kasus ini tenggelam?," ujar akun tersebut.
Sudah hampir sebulan kasus ini dilaporkan. Bahkan viral di media sosial. Akun tersebut mengaku para korban mengalami trauma berat. Ada yang bahkan enggan ke kampus.
Baca Juga:Mengapa Kekerasan Seksual Bisa Masuk Kampus?
Sementara pelaku masih melakukan aktivitas seperti biasanya. Keluar masuk kampus seperti tak ada rasa bersalah.
"Padahal di media dia mengaku sakit. Sungguh disesalkan kalau universitas menyembunyikan kasus ini dan pelakunya dilindungi. Tidak ada ruang aman di dalam kampus jika pelaku masih berkeliaran," jelasnya.
Dari sejumlah informasi yang diterima, ujian dan praktikum di Fakultas Teknik terpaksa ditunda karena kasus tersebut. Mahasiswa diminta untuk bersabar.
"Kami tidak jadi ujian karena kasus ini. Ditunda tidak tahu sampai kapan," tulis salah satu mahasiswa jurusan Teknik Elektro, Kamis, 9 Juni 2022.
Universitas Serahkan Kasus ke Fakultas
Baca Juga:Pendidikan Semestinya Mencetak Orang Terdidik, Bukan Orang Pintar yang Sok Pintar
Wakil Rektor III UNM Prof Sukardi Weda mengatakan kasus ini sepenuhnya ditangani oleh Fakultas Teknik. Ia tidak tahu menahu, apakah investigasi sudah dilakukan atau belum.
"Saya tidak tahu soal itu karena di fakultas yang lakukan (investigasi). Mereka yang ambil alih untuk investigasi," ujar Sukardi saat dikonfirmasi.
Sukardi mengatakan tidak melindungi pelaku. Hanya saja pihaknya tak bisa memberi sanksi. Jika tak ada yang membuktikan bahwa terlapor bersalah.
Ia pun meminta agar semua pihak sabar menunggu hasil laporan dari fakultas.
"Bagaimana mau dikasih sanksi kalau pelapor tidak punya bukti. Kita tunggu laporan dari rektorat saja," ungkapnya.
Hingga kini, sudah ada tiga orang korban yang melapor ke Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak agar didampingi terkait kasus tersebut. Baik secara hukum maupun konsultasi psikologi.
Nama Baik Kampus Dipertaruhkan
Aktivis LBH Makassar Divisi Hak Perempuan Anak dan Disabilitas, Melisa Ervina, mengaku kampus harusnya gesit menangani kasus ini. Apalagi korban yang mengaku lebih satu orang.
Menurutnya, jika kasus ini tak ditangani, maka predator kampus akan terus beraksi. Mereka tidak takut karena dibiarkan oleh petinggi kampus.
"Jadi dengan dibiarkannya kasus ini mengambang, maka marwah kampus juga dipertaruhkan. Kasus kekerasan seksual akan terus terjadi karena tidak ada efek jera," ujarnya.
Ia mengatakan, harusnya UNM sebagai perguruan tinggi unggulan punya SOP bagaimana mengimplementasikan Permendikbud nomor 30 tahun 2021. Aturan itu mengatur soal Pencegahan dan Penanganan kekerasa seksual di kampus.
"Pihak kampus sudah seharusnya membuat SOP turunan. Pasca disahkannya Permendikbud 2021 dan implementasi. Saya lihat sejauh ini belum ya," jelasnya.
Ia mengaku LBH Makassar siap membantu korban untuk akses layanan bantuan hukum. Dalam hal pendampingan dan layanan pemulihan. Namun sejauh ini belum ada korban yang melapor, padahal mereka bisa jadi supporting system.
"Ada banyak lembaga yang siap mendukung dan mendampingi para korban. Kita dorong mereka juga harus berani agar kasus ini tidak ngambang dan tenggelam," ungkapnya.
Kontributor : Lorensia Clara Tambing