SuaraSulsel.id - Tradisi malam qunut terus dimeriahkan masyarakat di kecamatan Batudaa, Kabupaten Gorontalo.
Dalam tradisi malam qunut, berbagai macam dagangan diperjualbelikan masyarakat. Namun yang menjadi ciri khas dari malam qunut adalah penjual pisang dan kacang.
Pisang dan kacang menjadi dagangan yang paling diserbu warga. Hal ini pun menambah pendapatan ekonomi masyarakat.
Mengutip Gopos.id -- jaringan Suara.com, Sofyan Patue warga yang berkunjung di malam qunut menjelaskan, datang melihat sekaligus membeli pisang dan kacang.
Baca Juga:Pawai Obor Warga Kota Gorontalo Sambut Malam Nuzulul Quran
“Ini merupakan tradisi turun temurun dari masyarakat sehingga sayang untuk dilewatkan,” ungkapnya.
Selain itu antusiasme masyarakat dan warga sekitar lebih ramai dibandingkan tahun sebelumnya. Walaupun masih dalam suasana pandemi Covid-19.
Arman Lasena, warga Kecamatan Tabongo mengaku sudah lama menjajakan pisang dan kacang. Barang dibeli dari tempat lain kemudian dijual kembali di malam qunut.
“Penjualan tahun ini lebih banyak dibandingkan tahun kemarin, pengunjungnya pun lebih ramai,” ungkapnya.
Sejarah Jual Beli di Malam Qunut
Baca Juga:Awas! Menerbangkan Balon Udara Saat Ramadhan dan Idul Fitri Bisa Dipidana, Ini Penjelasan Polisi
Tradisi malam qunut ialah sebuah tradisi turun temurun yang dilakukan masyarakat pada zaman dahulu menjelang doa qunut di bulan suci Ramadhan.
Tokoh Adat Desa Payunga, Kecamatan Batudaa, Syamsudin Mohammad menjelaskan Asal mula tradisi malam qunut di Kecamatan Batudaa Kabupaten Gorontalo.
“Tradisi qunut bukan berasal dari pemerintah. Namun tumbuh dari masyarakat yang berasal dari gunung,” ungkapnya ditemui Jumat Malam (15/4/2022).
Dahulu masyarakat yang tinggal di gunung turun ke bawah pemukiman yang bertempat di Lapangan Porbat Desa Payunga. Untuk mengisi bak air untuk mandi para jamaah di masjid.
“Ketika mereka mengisi bak air tersebut mereka juga dibayar menggunakan uang yang pada saat itu,” ucapnya.
Tak hanya sekedar mandi, biasa mereka mandi di tempat tersebut untuk mandi kebal dan mengetes kekebalan orang-orang pada saat itu.
“Sampai saat ini masih ada hal-hal seperti itu namun sudah tidak terlihat keberadaannya,” ujarnya.
Setelah melakukan hal tersebut mereka kemudian melaksanakan salat tarawih di masjid. Uang hasil pengisian air bak, mereka gunakan untuk membeli pisang dan kacang. Untuk dibawa ke pasangan mereka pada saat itu.
“Akhirnya kebiasaan ini terus ada dan dilakukan hingga saat ini, walaupun malam qunut di Kabupaten Gorontalo dilaksanakan di beberapa tempat namun yang menjadi pusat hanya di Kecamatan Batudaa,” urainya.
Dia mengatakan, kebiasaan dan tradisi ini memang murni kemauan dari masyarakat tanpa ada campur tangan pemerintah sejak berpuluh-puluh tahun lamanya.
“Beberapa tahun lalu saja saat Pandemi Covid-19, kegiatan ini tetap ada. Bahkan sampai aparat kepolisian kewalahan mengamankan ramainya warga di tempat tersebut,” ucapnya.