PT Vale Target Nol Emisi Karbon Tahun 2050, Berhenti Gunakan Batubara

Mewujudkan transisi energi di Indonesia

Muhammad Yunus
Selasa, 22 Maret 2022 | 18:21 WIB
PT Vale Target Nol Emisi Karbon Tahun 2050, Berhenti Gunakan Batubara
Presiden Direktur PT Vale Indonesia Febriany Eddy [SuaraSulsel.id/Dokumentasi PT Vale]

SuaraSulsel.id - PT Vale Tbk turut berupaya untuk mewujudkan transisi energi di Indonesia. Apalagi dekarbonisasi atau emisi nol persen adalah tekad semua negara di dunia untuk memerangi pemanasan global.

President Director PT Vale Febriany Eddy mengatakan dekarbonisasi jelas jadi tantangan bagi perusahaan yang dipimpinnya. Apalagi penambangan nikel menghasilkan emisi karbon yang cukup besar.

Hal tersebut, kata Febri, bisa merusak lingkungan jika tidak dikelola dengan tepat. Makanya, perlu dilakukan secara berkelanjutan.

"Penambangan harus dilakukan dalam waktu yang berkelanjutan. Akan sangat ironi apabila penambangan nikel tidak dilakukan secara berkelanjutan," ujarnya, Selasa, 22 Maret 2022.

Baca Juga:Jaga Pasokan Batubara Dalam Negeri, Sri Mulyani Tetapkan Denda dan Kompensasi

Ia menjelaskan secara global, hampir semua negara beralih ke energi yang terbarukan. Salah satunya adalah penggunaan mobil listrik.

Namun salah satu bahan baku pembuatan baterai mobil listrik adalah nikel. Akibatnya, kebutuhan nikel diprediksi akan meningkat pesat.

Kata Febri, Indonesia bersyukur karena punya cadangan nikel yang besar sekali. Karena itu, negara kita dianggap punya peran krusial untuk membantu dunia menjalani peta dekarbonisasi.

"Akan banyak investasi yang masuk. Ini disyukuri. Namun kita harus memperhatikan dan memastikan bahwa alam kita ditambang dengan cara berkelanjutan," ujarnya.

Namun pihaknya mengupayakan nol emisi karbon bisa tercapai pada tahun 2050. Setahun lebih cepat dari upaya pemerintah pusat yang menargetkan emisi nol persen pada tahun 2060.

Baca Juga:Masuk Kolong Bus Gegara Main Ponsel Sambil Naik Motor, Pria di Sumut Alami Luka Robek di Perut

"Ini tantangannya semakin hari semakin besar, karena aktivitas tambang masyarakat setempat di sana juga semakin banyak. Tapi kami komitmen menurunkan peta emisi karbon," kata Febry.

Pemerintah pusat sendiri sudah mencanangkan target pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen pada tahun 2030. Jika ada bantuan dari dunia internasional, maka emisi ini bisa mencapai 40 persen pada tahun yang sama.

Kata Febriany, salah satu wujud upaya PT Vale menekan emisi karbon adalah dengan membangun tiga PLTA berkapasitas 356 megawatt. 10 megawatt diantaranya diserahkan ke warga sekitar melalui PLN.

Hal tersebut bisa mengurangi sekitar 1 juta ton Co2eq per tahun. PT Vale bahkan menghentikan konversi batubara untuk menghindari tambahan 200 ribu Co2eq per tahun. Hal tersebut menghemat biaya hingga USD40 juta.

Vale, kata Febri, juga memanfaatkan teknologi mutakhir untuk memastikan kualitas air limpasan tambang. Hal tersebut sesuai dengan standar yang sudah ditetapkan pemerintah.

Kemudian ada 2,5 hektare lahan yang disiapkan untuk kebun pembibitan.

"Hasilnya kualitas air danau matano bisa terjaga selama 50 tahun, selama kami beroperasi," tukasnya.

Akselerasi penggunaan energi bersih menjadi poin fundamental. Dalam memastikan masa depan perekonomian serta sektor lainnya tetap terjaga dalam konteks keberlanjutan.

Hal tersebut mengemuka dalam Sustainability Forum 2021 yang diselenggarakan PT Vale Indonesia Tbk. Kegiatan tersebut mengangkat tema “Dekarbonisasi untuk Masa Depan Berkelanjutan”.

Executive Director Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengungkapkan transisi energi berbasis fosil menjadi mutlak dilakukan. Agar ambisi nol emisi karbon (net zero emission) mampu menjadi keniscayaan. Dengan estimasi terwujud pada 2050 mendatang.

Langkah yang kerap disebut dekarbonisasi itu, lanjut dia, mesti selaras dengan target Persetujuan Paris. Yaitu membatasi kenaikan suhu bumi 1,5 derajat Celcius.

"Jika tidak ada upaya dekarbonisasi yang terencana maka diproyeksikan sektor energi akan menjadi penghasil emisi terbesar di Indonesia pada tahun 2030 dan mempersulit pencapaian target Persetujuan Paris," papar Fabby.

Menurutnya, di 2022 ini pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan harus berusaha keras. Meningkatkan pemanfaatan energi terbarukan dan mendorong efisiensi energi di bangunan dan industri.

Pada 2025, pemerintah harus mencapai target 23 persen bauran energi terbarukan. Setelah itu harus mengejar emisi sektor energi mencapai puncaknya sebelum 2030.

"Sehingga memang, harus ada upaya akseleratif transisi ke energi bersih, dekarbonisasi. Untuk jangka panjang, ini memberikan efek berganda terhadap competitiveness perekonomian kita jadi lebih optimal," tegasnya.

Pada sisi lain, Fabby memandang Sulawesi Selatan menjadi salah satu daerah di Tanah Air yang sudah berada pada tatanan transisi energi dengan bauran EBT yang cukup signifikan.

Itu seiring dengan pembangunan pembangkit-pembangkit berbasis EBT seperti tenaga bayu (angin), air hingga surya. Dimana bauran energi bersih sudah berada pada level sekitar 30 persen dari daya terpasang di Sulsel.

Hal tersebut juga dinilai tidak lepas dari kolaborasi seluruh elemen, yang mulai relatif agresif menerapkan langkah dekarbonisasi pada proses produksi, diantaranya adalah PT Vale Indonesia Tbk.

"Ini saya rasa sudah sangat baguslah, PT Vale sendiri sudah memiliki peta jalan dekarbonisasi 33 persen untuk 2030 dan menargetkan sudah net zero di 2050. Tetapi untuk tahapan ke 2050, tentu masih perlu ada assesment lebih lanjut," papar Fabby.

Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konversi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdana mengemukakan pemerintah telah menyusun peta jalan transisi energi menuju karbon netral yang diproyeksikan mencapai titik optimal pada 2060.

"Kita memang targetkan dekarbonisasi energi menuju Net Zero Emission 2060 atau bahkan lebih cepat tercapai. Bauran EBT sudah secara penuh pada saat itu tercapai. Penurunan emisi 1.562 juta ton CO2," tegasnya.

Pada sisi bauran EBT, papar Dadan, ada sejumlah upaya percepatan yang dilakukan pemerintah mulai dari penyelesaian Rancangan Pepres Harga EBT, penerapan Permen ESDM PLTS Atap, lalu mandatori bahan bakar nabati, pemberian insentif fiskal dan non fiskal untuk EBT.

Kemudian tentu saja kemudahan perizinan berusaha segmen EBT, lanjutnya, hingga mendorong permintaan ke energi listrik pada sejumlah aktivitas primer. Bahkan pada skala personal di masyarakat.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini