SuaraSulsel.id - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ronald Worotikan mencecar Nurdin Abdullah, terdakwa kasus dugaan suap dan gratifikasi proyek infrastruktur di Pemprov Sulsel. Terkait uang 150 dolar Singapura (SGD). Uang itu diberikan oleh terpidana Agung Sucipto.
Menurut Nurdin Abdullah, Agung Sucipto pernah datang ke Rumah Jabatan Gubernur Sulsel sekitar pertengahan tahun 2020. Membawa uang 150 SGD tersebut. Saat itu mereka membahas soal Pilkada yang akan berlangsung di 12 kabupaten/kota.
"Itu inisiasi beliau (Agung) sendiri mau bertemu, mau bicarakan Pilkada. Dia bilang siapa-siapa yang akan kita dukung di 12 kabupaten," kata Nurdin Abdullah saat bersaksi untuk terdakwa Edy Rahmat, Kamis, 4 November 2021.
Mereka kemudian spesifik membahas soal Pilkada Bulukumba. Agung Sucipto dan Nurdin Abdullah sepakat untuk mengusung Tommy Satria dan Andi Makkasau alias Karaeng Lompo pada Pilkada Bulukumba.
Baca Juga:Semua Dibantah Nurdin Abdullah, Edy Rahmat: Saya Sumpah Tujuh Turunan Celaka
"Agung yang jadi sponsornya. Kebetulan istri Karaeng Lompo itu sepupu satu kali dengan saya," tambahnya.
Nurdin Abdullah mengaku, ia yang meminta Karaeng Lompo untuk maju jadi Wakil Bupati saat itu. Makanya dia juga yang harus bertanggungjawab untuk mencarikan partai pengusung.
Saat itu ada tiga partai yang bersedia mengusung Karaeng Lompo. Kata Nurdin ada PDIP, PKB, dan PBB.
Uang dari Agung itu kemudian diperuntukkan membayar saksi partai dan biaya pemenangan.
"Istri Karaeng Lompo setiap malam nangis di rumah karena kebutuhan partai yang harus diselesaikan. Itu kan PDIP, PBB dan PKB. Biasanya kan ada uang saksi harus disetor di awal," tegasnya.
Baca Juga:Edy Rahmat Buka Catatan Kontraktor Pemberi Uang Suap ke Pegawai BPK Agar Hilangkan Temuan
Nurdin Abdullah mengaku awalnya menolak uang tersebut. Ia meminta agar Agung saja yang menyerahkannya secara langsung ke pasangan calon.
Namun, Agung mengaku memaksa agar Nurdin Abdullah saja yang menyerahkannya. Alasannya agar paslon merasa punya utang budi ke Gubernur Nurdin.
"Tapi biasa lah. Karena mereka pengusaha, mau cari nama ke Gubernur jadi dia bilang nanti 2024 mereka juga utang budi," kata Nurdin Abdullah.
"Jadi kami lama berdebat. Saya bilang you aja yang menyerahkan, tapi dia bilang gak, bapak aja yang serahkan," lanjutnya lagi.
JPU kemudian menanyakan soal utang budi yang dimaksud itu apa?.
"Utang budi itu menurut saya ada dua. Untuk Agung, agar pekerjaannya di Bulukumba bisa terjaga. Kemudian ketika paslon ini terpilih pada saat saya maju lagi dua periode, mereka bisa membantu untuk kemenangan di Bulkum. Tapi ini hanya persepsi saya saja," tegas mantan Bupati Bantaeng dua periode itu.
Setelah menerima uang itu, Nurdin mengaku langsung menyerahkannya ke Karaeng Lompo saat itu juga. Uang itu diserahkan di rumah jabatan.
"Saya yakin, saya sudah serahkan itu uangnya karena uang itu hanya numpang lewat saja. Tapi dia tidak akui semua. Jadi, uang itu untuk saksi, biaya pemenangan dan sebagainya," tandas Nurdin Abdullah.
JPU sendiri pernah menghadirkan Andi Makkasau sebagai saksi pada 16 September 2021 lalu. Ia membantah tidak pernah menerima uang dari Nurdin Abdullah.
Kata Karaeng Lompo, Nurdin saat itu hanya mendukungnya lewat doa. Soal dukungan materi, tidak ada.
Semua dana sumbangan untuk kampanyenya di Pilkada Bulukumba disebutkan berasal dari relawan dan simpatisan. Bukan dari Agung Sucipto lewat Nurdin Abdullah seperti yang diungkapkan dalam persidangan.
Kontributor : Lorensia Clara Tambing