UNICEF dan WHO Sarankan Sekolah Tatap Muka di Indonesia Mulai Digelar

Hampir 18 bulan sekolah-sekolah di Indonesia ditutup

Muhammad Yunus
Rabu, 15 September 2021 | 09:52 WIB
UNICEF dan WHO Sarankan Sekolah Tatap Muka di Indonesia Mulai Digelar
Wali Kota Palopo Muh. Judas Amir meninjau pelaksanaan pembelajaran tatap muka terbatas, Senin, 13 September 2021 [SuaraSulsel.id / Istimewa]

Dalam sebuah survei yang dilakukan pada kuartal terakhir tahun 2020 di 34 provinsi dan 247 kabupaten/kota, lebih dari separuh (57,3 persen) rumah tangga dengan anak usia sekolah menyebutkan koneksi internet yang andal sebagai kendala utama.

Sekitar seperempat orang tua yang disurvei juga menyatakan mereka tidak memiliki waktu ataupun kemampuan untuk mendampingi anak melakukan pembelajaran jarak jauh. Sementara itu, tiga dari empat orang tua menyatakan khawatir bahwa anak akan mengalami kehilangan kompetensi.

“Bagi anak-anak, makna sekolah lebih dari sekadar ruang kelas. Sekolah adalah lingkungan tempat belajar, berteman, mendapatkan rasa aman, dan kesehatan,” kata Perwakilan UNICEF Debora Comini. “Semakin lama anak berada di luar sekolah, semakin lama pula mereka terputus dari bentuk-bentuk dukungan penting ini. Jadi, seiring dengan pelonggaran pembatasan mobilitas karena COVID-19, kita pun harus memprioritaskan pembukaan kembali sekolah dengan aman agar jutaan murid tidak perlu menanggung kerugian pembelajaran dan potensi diri seumur hidupnya.”

Sejalan dengan persiapan sekolah-sekolah untuk menyelenggarakan kembali PTM di Indonesia, dibutuhkan pula langkah-langkah pengamanan yang komprehensif. Untuk meminimalkan dampak penutupan sekolah yang berkepanjangan terhadap kehidupan seorang anak.

Baca Juga:Daftar 52 SD dan SMP Bandar Lampung yang Akan Uji Coba Belajar Tatap Muka Besok

UNICEF dan para mitranya menyarankan tiga langkah prioritas berikut:
1. Mengadakan program dengan sasaran khusus untuk mengembalikan anak dan remaja ke sekolah dengan aman, tempat mereka dapat mengakses pelbagai layanan yang memenuhi kebutuhan belajar, kesehatan, kesejahteraan psikososial, dan kebutuhan lain dari anak.
2. Merancang program remedial atau program belajar tambahan untuk membantu murid mengejar pembelajaran yang hilang sambil membantu mereka memahami materi-materi baru.
3. Mendukung guru agar dapat mengatasi kehilangan pembelajaran, termasuk melalui teknologi digital.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini