SuaraSulsel.id - Warga Sulawesi Selatan memiliki berbagai macam adat istiadat. Kaya akan kuliner dan berbagai pakaian adat Sulawesi Selatan.
Saat melakukan pesta pernikahan, warga Sulawesi Selatan yang terdiri dari empat suku besar sering tampil mencolok. Menggunakan Pakaian Adat Sulawesi Selatan dipadukan dengan desain modern.
Berikut pakaian adat Sulawesi Selatan yang biasa dikenakan warga saat menghadiri acara :
1. Baju Bodo
Baca Juga:Kabar Duka, Adik Ipar Gubernur Sulsel yang Juga Komisaris Perseroda Meningga Karena Covid
Bajo Bodo adalah pakaian adat dari Suku Bugis Makassar, Sulawesi Selatan, sering dikenakan kaum perempuan. Pakaian adat ini kerap digunakan masyarakat saat menghadiri acara pernikahan.
Digunakan perempuan Bugis dan Makassar yang ditugaskan untuk menyambut tamu-tamu atau menghadiri acara pernikahan.
Baju Bodo juga sering digunakan saat menggelar acara di sekolah-sekolah hingga berbagai festival.
2. Baju Tutu
Pakaian adat yang kerap disebut sebagai Baju Tutu ini merupakan pakaian yang kerap digunakan oleh kaum laki-laki suku Bugis-Makassar, Sulawesi Selatan.
Baca Juga:Tangkapan Ikan Nelayan Sulsel pada 2021 Naik Dibanding Tahun lalu
Pakaian adat ini berjenis jas yang dikenal dengan nama Jas Tutu. Biasanya Baju Tutu ini akan disandingkan dengan celana atau kain sarung alias lipa.
Sama dengan Baju Bodo, Baju Tutu juga kerap digunakan dalam acara resepsi acara pernikahan. Untuk menyambut tamu-tamu yang menghadiri acara pernikahan.
3. Pakaian Pengantin Khas Suku Bugis
Pakaian adat pengantin khas suku bugis di Sulawesi Selatan ini juga kerap dijumpai saat menghadiri acara resepsi pernikahan. Bedanya, pakaian adat pengantin bugis ini hanya dikenakan oleh kedua mempelai wanita dan laki-laki yang sedang melangsungkan pernikahan.
Pakaian adat pengantin bugis ini memiliki beragam warna. Namun, yang membedakan dengan pakaian adat pengantin dari daerah lain adalah pakaian adat bugis tersebut dihiasi dengan berbagai pernak-pernik seperti gelang hingga kalung yang berwarna keemasan yang dikenakan oleh kedua mempelai.
Untuk menambah keanggunanya, pakaian adat pengantin suku bugis ini juga terdapat pada bagian kepala. Mempelai perempuan akan mengenakan sanggul yang berdiri tegak berbentuk runcing yang mirip dengan tusuk konde.
Sedangkan, mempelai laki-laki biasanya akan dihiasi dengan sebuah keris atau badik pada bagian pinggang. Sementara pada bagian kepala, pengantin pria akan mengenakan ikat kepala yang berbentuk menonjol ke depan.
4. Songko Recca
Songko Recca merupakan salah satu penutup kepala bagi masyarakat suku bugis di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan yang sudah melegenda.
Dulu, Songko Recca tidak hanya difungsikan sebagai penutup kepala, melainkan juga menggambarkan kedudukan atau strata sosial masyarakat bugis yang menggunakannya.
Songko Recca dilapisi emas melingkar dan melekat. Semakin tinggi lapisan benang emasnya, maka semakin tinggi pula status sosial orang yang menggunakannya.
Hanya saja, seiring dengan perkembangan zaman. Songko Recca sudah banyak digunakan oleh kalangan masyarakat tanpa memandang status sosial.
5. Baju Pokko
Baju Pokko merupakan salah satu pakaian adat di Sulawesi Selatan. Baju Pokko kerap digunakan sebagai pakaian adat bagi perempuan di Kabupaten Tana Toraja, Sulsel.
Modelnya berlengan pendek yang umumnya terbuat dari kain polos dengan warna-warna yang mencolok. Tetapi, ada juga yang memiliki motif tenun khas Toraja.
Saat mengenakannya, Bajo Pokko juga akan dipadukan dengan aksesoris seperti anyaman manik-manik pada bagian dada dan pinggang. Begitu pula dengan ikat kepala dan gelang yang terbuat dari manik.
6. Seppa Tallung Buku
Seppa Tallung Buku ialah pakaian adat Sulawesi Selatan untuk pria di Toraja. Bahannya berupa satu set baju dan celana yang sampai pada bagian lutut.
Seppa Tallung Buku ini memiliki motif polos atau motif tenun tradisional Toraja. Warnanya cerah seperti merah-kuning dan merah-putih. Selain itu, pakaian Seppa Tallung Buku ini juga biasa dilengkapi dengan beberapa aksesoris berupa selendang kain, gayang, ikat kepala dan kalung.
Sama seperti Baju Pokko, pakaian Seppa Tallung Buku ini juga sering digunakan saat acara upacara adat, acara budaya hingga pertunjukan seni seperti tari-tarian khas Toraja.
7. Sarung Hitam Kajang
Sarung Adat Kajang adalah kain sarung berwarna hitam yang biasa dikenal dengan sebutan Tope. Sarung Kajang ini diproduksi sendiri oleh masyarakat adat di Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan.
Proses pembuatan Sarung Kajang dilakukan dengan cara ditenun. Sedangkan, benang yang digunakan untuk membuat sarung tersebut dibeli di sejumlah pedagang yang kemudian diwarnai menjadi warna hitam menggunakan tumbuh-tumbuhan khusus yang memang telah ditanam oleh masyarakat Kajang untuk digunakan.
Alasan mengapa warna sarung tersebut harus hitam karena masyarakat Kajang percaya warna hitam adalah lambang dari kesederhanaan dan kesahajaan.
Selain itu, kain yang digunakan oleh masyarakat di Kajang dalam beraktivitas sehari-hari hingga mengikuti acara ritual di Kajang juga diharuskan berwarna hitam.
"Pakaian adatnya itu sarung hitam yang disebut Tope sama Passapu Hitam. Kalau di Makassar Pattonro namanya, cuma kalo di Kajang warna hitam dia. Kain yang digunakan orang Kajang sebagai pakaian sehari-hari memggunakan warna hitam, dipercaya oleh masyarakat Kajang bahwa warna hitam adalah lambang kesederhanaan dan kesahajaan," jelas Andi Haris selaku masyarakat di Kajang, Kabupaten Bulukumba.
Kontributor : Muhammad Aidil