SuaraSulsel.id - Sungguh sulit membincang Luwu Timur. Tanpa membahas perusahaan tambang nikel yang kini bernama PT Vale -- dulunya PT Inco.
Perusahaan yang telah menjadi saksi sejarah lahir dan bertumbuhnya Kabupaten bergelar Bumi Batara Guru. Awalnya PT Inco hadir di Tana Luwu pada tahun 1973. Mengeksplorasi sumber daya alam dengan produk utama berupa nikel.
Kini Vale mengantongi izin pengelolaan lahan tambang pasca amandemen Kontrak Karya 2014 seluas 118.439 hektar di Sorowako - Luwu Timur (70.566 hektar), Bahodopi - Sulawesi Tengah (22.699 hektar), dan Pomalaa -Sulawesi Tenggara (24.752 hektar).
Sebagai perusahaan tambang multinasional di daerah ini, tak salah publik dan pemerintah daerah berharap banyak pada Vale.
Baca Juga:Perahu Terbalik di Danau Towuti, 2 Warga Luwu Timur Hilang
Setidaknya Vale bisa secara signifikan memberikan dampak positif. Dalam proses pembangunan masyarakat Luwu Timur. Khususnya yang bermukim di sekitar areal kontrak karya.
Ini semakin dikuatkan oleh legitimasi yuridis melalui UU 40/2017 tentang Perusahaan Terbatas yang antara lain mengatur soal Corporate Social Responsibility (CSR).
Hanya saja, asa publik yang begitu besar acapkali memicu lahirnya konflik, diperparah oleh minimnya komunikasi antar-pihak.
Di saat seperti ini, tidak sedikit pihak ketiga datang memanfaatkan keadaan untuk meraup keuntungan pribadi. Padahal, setiap pengusungan kepentingan personal atau golongan kepada Vale dalam kaitannya dengan tanggung jawab Vale sebagai perusahaan adalah merupakan pengkhianatan terhadap hak warga Luwu Timur.
Membincang Vale sesungguhnya juga membincang Luwu Timur dan Tana Luwu secara keseluruhan. Vale memang sudah semestinya memberikan dampak yang signifikan terhadap perkembangan Luwu Timur.
Baca Juga:PT Vale Serahkan Pengelolaan Bandara Sorowako ke Pemprov Sulsel
Vale juga sekaligus bertanggungjawab menyiapkan program purna tambang yang komprehensif agar bisa membantu daerah ini terlepas dari keterantungan terhadapnya saat kegiatan tambang usai.
Semua ini mesti dikaji lebih mendalam, direncanakan dengan baik dan sistematis dengan seluruh stakeholder, utamanya Pemda Luwu Timur, masyarakat sekitar tambang dan PT Vale.
Pada 3 Juli tahun 2020 lalu, The Sawerigading Institute telah menggelar webinar mengangkat topik “Divestasi Saham PT Vale”.
Dari diskusi daring tersebut didapati banyak sekali informasi berharga yang menjadi masukan untuk semua pihak, termasuk kepada Pemerintah Daerah Luwu Timur yang saat itu diwakili oleh Kepala Bapelitbangda Budiman.
Hanya saja, sejumlah poin masukan dan rekomendasi non-formal yang lahir dari forum tersebut seakan sirna. Tertelan oleh hiruk-pikuk Pilkada langsung di Luwu Timur.
Hingga akhirnya, Budiman yang definitif ditetapkan sebagai Bupati Luwu Timur yang baru pada 5 April 2021 lalu, mengirimkan surat bernomor 540/0176/BUP tertanggal 4 Juni 2021 yang isinya adalah 11 poin tuntutan Pemda Lutim kepada PT Vale.
Surat tuntutan tersebut kini viral di media massa dan media sosial, memancing pro dan kontra dari berbagai pihak. Silang pendapatpun bermunculan. Ada yang mendukung, juga tak sedikit yang mencibir.
Sebagai NGO yang concern pada pengembangan masa depan Tana Luwu, The Sawerigading Institute kembali terpanggil dan menganggap perlu mengangkat topik ini. Dalam diskusi daring yang bisa mengelaborasi poin-poin tuntutan versi Bupati Luwu Timur kepada Vale, sekaligus membuka kesempatan kepada setiap pihak, termasuk PT Vale untuk menjelaskan duduk persoalan sebenarnya.
Semua keluhan dan keprihatinan ini akan dibahas dalam diskusi daring :
Diskusi Daring:
"VALE DAN MASA DEPAN LUWU TIMUR"
Jumat, 16 Juli 2021, Pukul 19.30 - 22.00 WITA
Zoom ID: 858 1481 0487
Passcode: luwutimur
NARASUMBER
Drs. Budiman, M.Pd (Bupati Luwu Timur)
H. Usman Sadik (Wakil Ketua DPRD Luwu Timur)
PT Vale Indonesia
PENANGGAP
Buhari Kahar Muzakkar (Ketua Umum KKLR)
Prof. Dr. Jasruddin, M.Si (Ketua Lembaga Adat Suku to Taipa)
Ryan Latief (Tokoh Masyarakat Luwu Timur)
MODERATOR
Asri Tadda (Direktur TSI)