SuaraSulsel.id - Inggris harus menghapus celah hukum yang memungkinkan pernikahan anak "melalui pintu belakang". Hal ini disampaikan anggota parlemen menjelang pengenalan Undang-Undang di parlemen untuk menaikkan usia minimum menjadi 18 tahun.
Mereka mengatakan Undang-Undang saat ini, mengizinkan pernikahan pada usia 16 tahun dengan persetujuan orang tua. Mensabotase masa depan anak perempuan dan memaafkan pelecehan anak.
Celah itu juga merusak upaya global Inggris untuk mengakhiri pernikahan anak di negara lain. Ungkap kelompok kampanye.
"Perkawinan anak adalah pelecehan anak," kata mantan kanselir Sajid Javid kepada Radio BBC sebelum mengajukan RUU itu, yang mendapat dukungan lintas partai.
Baca Juga:Cekcok Ibu-ibu dengan Komunitas BMX, Netizen Serang Ibu Berjilbab
"Orang-orang berpikir ini sering terjadi di negara berkembang. Tidak. Itu terjadi di sini ... itu harus dihentikan," katanya, seraya menambahkan bahwa ribuan anak di bawah umur telah dipaksa menikah di Inggris dalam dekade terakhir.
Pemerintah juga mengatakan berkomitmen untuk menaikkan usia minimum menjadi 18 tahun.
"Ini adalah langkah besar ke arah yang benar. Kami merayakan momen ini," kata juru kampanye Payzee Mahmod kepada Thomson Reuters Foundation.
Mahmod, yang menikah pada usia 16 tahun, mengatakan gadis-gadis yang menikah muda dikeluarkan dari sekolah dan sering menjadi sasaran pemerkosaan dalam perkawinan dan kekerasan dalam rumah tangga.
Anak perempuan dari latar belakang Asia Selatan dan Timur Tengah dipandang paling berisiko menikah dini di Inggris karena memiliki hubungan di luar nikah sering dianggap memalukan.
Baca Juga:Pelaku Pembunuhan Sadis Anak dan Istri di Kutim Minta Waktu ke Polisi untuk Mengingat
Inggris menetapkan 16 tahun sebagai usia minimum pada tahun 1929 ketika hidup bersama di luar nikah tidak dapat diterima secara sosial.
Namun para aktivis mengatakan kebanyakan anak perempuan yang menikah di bawah usia 18 tahun saat ini ditekan oleh keluarga mereka, dan bahwa menaikkan usia minimum akan memberdayakan mereka untuk mengatakan tidak.
Anggota parlemen Pauline Latham, salah satu sponsor RUU itu, mengatakan undang-undang saat ini mengizinkan pernikahan anak "dengan pintu belakang".
"Saya sudah berbicara dengan banyak menteri untuk mengatakan kita tidak bisa membiarkan ini berlanjut, dan mereka setuju. Boris ingin menyelesaikannya," tambahnya, merujuk pada perdana menteri.
Upaya untuk mengubah undang-undang tahun lalu - dipelopori oleh Latham - digagalkan oleh pandemi.
Namun para juru kampanye mengatakan mereka yakin undang-undang tersebut, yang berlaku untuk Inggris dan Wales, akan disahkan pada musim semi mendatang.
Lebih dari 2.740 anak di bawah 18 tahun menikah di Inggris dan Wales antara tahun 2008 dan 2017, menurut data resmi, tetapi angka ini tidak termasuk anak di bawah umur yang menikah dalam upacara tradisional atau dibawa ke luar negeri untuk menikah.
Karma Nirvana, yang berkampanye menentang pernikahan paksa, mengatakan telah menemukan kasus yang melibatkan anak-anak berusia 11 tahun, dan pernikahan antara usia 13 dan 15 tahun "tidak biasa".
Para pegiat, yang bertemu dengan Javid pada Selasa (16/6), mengatakan sangat penting tidak hanya untuk menutup celah, tetapi menjadikannya sebagai tindak pidana untuk membantu pernikahan di bawah umur, termasuk pernikahan agama dan yang dilakukan di luar negeri.
“Kriminalisasi adalah pencegah yang kuat dan perlu untuk melindungi setiap anak dari segala bentuk pernikahan anak di semua tempat,” kata Mahmod, yang saudara perempuannya Banaz dibunuh oleh anggota keluarganya setelah meninggalkan seorang suami yang mereka pilihkan untuknya pada usia 17 tahun. (Antara)