Presiden BEM Fakultas Hukum Unhas : KPK Telah Dilumpuhkan dan Dilucuti

Kemunduran pemberantasan korupsi

Muhammad Yunus
Senin, 31 Mei 2021 | 09:41 WIB
Presiden BEM Fakultas Hukum Unhas : KPK Telah Dilumpuhkan dan Dilucuti
Diskusi BEM Fakultas Hukum Unhas mengangkat tema “Menagih Janji Reformasi, Tepatkah KPK Dilumpuhkan?” di Jurnal Warung Kopi, Jumat 28 Mei 2021 / [SuaraSulsel.id / Istimewa]

SuaraSulsel.id - Presiden BEM Fakultas Hukum Unhas Taufik Hidayat mengatakan pelemahan KPK secara nyata terjadi di depan mata. Memperlihatkan kemunduran pemberantasan korupsi dan mengkonfirmasi terjadinya pengkhianatan terhadap amanat reformasi.

“KPK sebagai anak kandung reformasi telah dilumpuhkan dan dilucuti. Pelemahan KPK ini menjadi jalan mundur pemberantasan korupsi di Indonesia. Kemudian melihat tuntutan reformasi yang salah satunya adalah komitmen pemberantasan Korupsi, mengkonfirmasi bahwa telah tejadi pengkhianatan terhadap amanat reformasi,” kata Taufik, saat diskusi di Jurnal Warung Kopi, Jumat 28 Mei 2021.

Diskusi BEM Fakultas Hukum Unhas mengangkat tema “Menagih Janji Reformasi, Tepatkah KPK Dilumpuhkan?”, diskusi ini bertujuan untuk memberikan kajian akademik tentang pelemahan KPK kepada publik.

Diskusi dilaksanakan panel secara luring terbatas dan live di instagram @bemhukumunhas dengan menghadirkan narasumber Analis Politik dan Kebangsaan Arqam Azikin, Pakar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Unhas Fajlurrahman Jurdi, dan Kordiv Sipol LBH Makassar Haerul Karim.

Baca Juga:Ditantang Debat Terbuka Lawan Firli, Direktur KPK: Dengan Senang Hati, yang Kalah Mundur!

Arqam Azikin melihat pada sudut politik kebangsaan, menyampaikan bahwa salah satu agenda penting reformasi adalah pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Arqam sangat menyesalkan kondisi KPK yang sudah jauh dari nafas pembentukannya yaitu independen.

“Agenda penting reformasi adalah pemberantasan korupsi yang melahirkan lembaga yaitu KPK. Jika membaca sejarah dari proses rekruitmen sangat mengagetkan jika pegawai KPK ini menjadi ASN. Karena roh dari KPK ini sebenarnya adalah independen. Independen itu tidak dibawahi oleh pemimpin-pemimpin eksekutif dan mau pun legislatif. Yang tadinya lembaga ini betul-betul menjadi lembaga pemberantasan korupsi yang independen, yang tidak dipengaruhi oleh pemerintah dan legislatif, sekarang tentunya akan terpengaruh karena sudah berada dibawah eksekutif,”.

Arqam melanjutkan bahwa dari kaca mata politik saat ini hanya tinggal dekorasi politik, bukan lagi demokrasi politik.
Karena dalam penegakan hukum dan pemberantasan korupsi keberadaan KPK telah jauh dari tujuan dasar pembentukan lembaga ini.

Arqam juga menyesalkan adanya pertanyaan TWK yang keluar dari segi kebangsaan, karena seharusnya secara fundamental untuk menilai kebangsaan seseorang adalah jiwa nasionalisme dan NKRI.

"Saat ini telah terjadi pembunuhan secara sistematis terhadap KPK," tutur Arqam.

Baca Juga:Bersurat ke Jokowi, Ratusan Pegawai KPK Lolos TWK Minta Pelantikan Jadi ASN Ditunda

Haerul Karim meyampaikan bahwa KPK ini istimewa dan bertahan hingga saat ini karena KPK ini lahir dari mandat gerakan seluruh elemen bangsa yang memiliki tujuan dan cita-cita yang sama dalam pemberantasan korupsi.

“pada masa orde baru pada dasarnya ada juga lembaga pemberantasan korupsi tapi berujung mati. Mengapa KPK beratahan hingga saat ini? Karena KPK ini lahir dari mandat gerakan, gerakan masyarakat, gerakan mahasiswa, gerakan buruh, gerakan petani, gerakan kelompok miskin kota. Semuanya turun meminta suatu lembaga mengawal isu reformasi, itulah yang KPK spesial dibanding lembaga-lembaga lain. Namun KPK saat ini seperti mayat hidup, berbentuk namun tak bernyawa. KPK ini menjadi anak kandung reformasi, namun hari ini menjadi anak yang dibuang," katanya.

Fajlurrahman Jurdi menyampaikan, ketika masa awal kehadiran KPK membawa harapan besar untuk menopang konsolidasi demokrasi, penguatan penegakan hukum , dan proses pemberantasan korupsi.

Namun secara realitas telah terjadi pembunuhan terhadap konsolidasi demokrasi yang dilakukan. Seperti Revisi Undang-Undang KPK, hadirnya UU Ciptaker adalah bagian sistematis dari pembunuhan konsolidasi demokrasi dan penghianatan pemberantasan korupsi sebagai amanat reformasi.

Kejahatan korupsi ini adalah kejahatan yang tidak pernah dilakukan oleh satu orang, korupsi ini adalah kejahatan yang dilakukan secara berjejaring. Realitas KPK saat ini juga lebih baik dibubarkan saja.

Kejahatan Legislasi menciptakan norma baru dan norma baru ini berlaku bagi mereka yang sedang berkuasa. UU KPK yang dipersoalkan, perubahan UU KPK ini telah direncanakan secara detail, pembunuhan konsolidasi demokrasi secara sitematis dan telah direncanakan secara detail.

Misalkan 49 aturan turunan dari UU Ciptaker yang terdiri dari 46 PP dan 3 Perpres yang langsung jadi dalam waktu satu tahun ini kan diluar akal sehat, aturan turunan ini sudah jadi jauh-jauh hari, karena ada UU misalkan UU 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah yang mewajibkan membuat Perpres tentang urusan konkuren, itu perpresnya belum jadi sampai sekarang.

Namun ada satu UU yang lahirnya tahun itu dan tahun itu juga jadi 49 aturan pelaksanaannya, ini kenapa kita mengatakan bahwa ini adalah rencana sistematis.

KPK harus dilemahkan karena rencana sistematis ada di UU Cipta Kerja, Pengawasan kontrolektetak ada di KPK dan akan menghambat proses investasi di UU Ciptaker yang telah direncanakan oligarki.

Kejahatan korupsi ini tidak ada dalam sejarah dilakukan oleh satu orang, tidak ada dalam sejarah korupsi dilakukan oleh tunggal satu atau dua orang, tidak mungkin.

"Pastinya ini kerja jejaring dan kerja jejaring ini melibatkan minimal tiga pihak, pihak pemerintah, DPR bisa jadi, dan pengusaha. KPK sekarang lebih baik dibubarkan saja dulu,” tutur Fajlurahman.

Fajlurrahman menambahkan bahwa harapan yang bisa dilakukan adalah konsolidasi ulang masyarakat sipil meminta dibubarkan KPK saat ini kalau KPK sekarang tidak bisa dipebaiki, karena sudah tidak ada harapan kepada Pimpinan KPK sekarang, skenario nyata bahwa penhancuran terhadap KPK melalui tes wawasan kebangsaan adalah bukti nyata penghancurang KPK.

Fajlurrahman heran ada pegawai yang diberhentikan karena tes wawasan kebangsaan. Bukan kareena ada pelanggaran etik. Juga tidak lewat persidangan dinyatakan melanggar.

"Jenis pelanggarannya apa? pelanggaran sedang, berat atau ringan. Tapi ini karena tes wawasan kebangsaan yang tidak jelas, akhirnya kita menyaksikan KPK digiring ke tiang gantungan oleh mereka yang sedang memegangi sendiri. Saya pikir sejarah akan mencatat bahwa mereka-mereka yang ada saat ini, akan dicatat oleh sejarah bahwa merekalah yang membunuh harapan kita, karena tinggal satu harapan kita di penegakan hukum tinggal KPK dan harapan kita telah selesai," ungkapnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini