Diibaratkan Odong-odong, Ini 8 Kebijakan Kontroversial Nadiem Makarim

Presiden Jokowi melantik Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi

Muhammad Yunus
Rabu, 28 April 2021 | 15:34 WIB
Diibaratkan Odong-odong, Ini 8 Kebijakan Kontroversial Nadiem Makarim
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim saat ditemui di Gedung Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Kamis (22/4/2021), [Suara.com/Stephanus Aranditio]

SuaraSulsel.id - Muhammad Ramli Rahim, Ketua Umum Jaringan Sekolah Digital Indonesia mengatakan, tambahan beban kepada Nadiem Makarim sangat mengkhawatirkan.

Nadiem Makarim dinilai gagal menangani pendidikan di Indonesia. Malah diberi tambahan beban pekerjaan. Sehingga diibaratkan seperto odong-odong yang membawa beban truk gandeng.

Berikut kebijakan pendidikan Nadiem Makarim yang disebut kontroversial, paradoks, dan sering kali diikuti dengan klarifikasi dan revisi antara lain :

1. Program Pendidikan Guru Penggerak yang diprogramkan selama 9 bulan hingga saat ini, berdampak kepada para guru penggerak selama mengikuti program banyak meninggalkan kewajiban di kelas. Masih untung karena pembelajaran masih dalam jaringan.

Baca Juga:Minta Evaluasi Total, PKB Sebut Nadiem ke PBNU Hanya Cari Suaka Politik

Belum selesai dengan jumlah guru yang masih kurang, bertambah beban berat kelas dan pembelajaran ditinggalkan karena mengikuti program bombastis tanpa kajian akademik yang mendalam.

Belum lagi Program Sekolah Penggerak yang proses seleksinya begitu sangat ketat, menyita dan menghabiskan waktu dan tenaga. Menjadikan program sekolah penggerak tidak efektif.

Guru penggerak ini sesungguhnya bukan ide baru karena sudah dilaksanakan oleh IGI. Dengan konsep yang jauh lebih baik. Hasil yang lebih jelas dan tanpa bergantung APBD dan APBN. Serta tidak menggangu aktivitas belajar mengajar.

PGP ini lebih fokus mempersiapkan guru menjadi pemimpin perubahan dan ini harus mendapatkan evaluasi maksimal secara berkala.

2. Gebrakan dan perubahan yang ditawarkan seolah “baru” dalam kenyatannya program pendidikan yang bertumpu kepada pendekatan kontekstual, berfokus kepada siswa, bahkan merdeka belajar sekali pun bukanlah hal baru dan alih-alih mengingkin transformasi justru kembali kepada konsep lama.

Baca Juga:Cetak SDM Unggul, Kemendikbud dan LPDP Perluas Sasaran Program Beasiswa

3. POP yang belum diselesaikan permasalahan dan polemiknya dengan hasil review penerima program OP di tahun 2020, dijalankan di tahun 2021 tanpa ada perubahan sama sekali.

Perubahannya hanya pada distribusi tingkatan program (Gajah, Macan dan Kijang). Belum lagi beberapa OP meminta turun tingkatan dari Gajah ke Macan, dls. Evaluasi yang dijanjikan tidak ada dampak dan perubahannya.

4. Pelibatan Pelatih Ahli atau Master Coach yang banyak melibatkan pihak eksternal yang dianggap expert judgement yang tidak memiliki kriteria yang jelas dan disetting rekruitmennya terbuka non-PNS dalam proses kajiannya 70 % banyak fokus kepada honor Master Coach yang besarannya sangat tidak masuk akal. Mulai dari 10 sampai 30 Juta/bulan.

Padahal Infrastruktur Internal Kementerian memiliki SDM yang lebih mumpuni dan proses Panjang penguatan SDM yang dimiliki Kementerian selama ini tidak dimanfaatkan dan dimaksimalkan.

Sehingga jika hal ini terus menerus dilakukan sedang melakukan melakukan debirokrasi yang membunuh birokrasi dan karier di internal Kementerian sendiri.

Sehingga pemborosan keuangan negara dilakukan secara besar-besaran. Regulasi sebelumnya yang mengatur tata Kelola guru, kepala sekolah yang memiliki regulasi yang ditangani oleh Direktorat GTK Kemdikbud, LPMP, P4TK, LP2KS hingga Dinas Pendidikan tidak dilibatkan secara utuh, menyeluruh dan tidak diupayakan membuat kebijakan yang simultan integratif dan interkoneksi infra struktur yang dimiliki sendiri oleh pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Belum lagi issu Balai Besar Guru Penggerak yang belum jelas sampai saat ini.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini