SuaraSulsel.id - Sudah setahun lebih Raihana Nurwahid (18 tahun) bersahabat dengan tabung oksigen. Lepas sedikit, nyawa jadi taruhannya.
Raihana, siswa SMAN 20 Makassar heboh sepekan terakhir. Beritanya beredar di media sosial, karena harus naik turun gunung demi belajar online. Tentu saja sambil menenteng tabung oksigen.
Sang ayah, Irmawanto terlihat selalu setia. Mereka berdua harus menempuh jarak dua kilo meter ke atas pegunungan. Demi mendapatkan jaringan internet.
Meski sekolahnya di Kota Makassar, Raihana diijinkan pulang ke kampung orang tuanya di Kelurahan Noling, Kecamatan Bupon, Kabupaten Luwu. Butuh 8 Jam perjalanan darat dari Kota Makassar.
Baca Juga:Suasana Uji Coba Sekolah Tatap Muka di SDN Kenari 08
Kepala Sekolah SMAN 21 Makassar Mirdan mengatakan, Raihana sudah setahun lebih berada di kampung halaman orang tuanya. Ia sempat menjalani operasi pemasangan cincin jantung tahun lalu.
Setelahnya, ia dan keluarganya pamit pulang ke kampung. Alasannya, sudah tak ada biaya berobat di Makassar. Alasan biaya juga menjadi alasan orang tua Raihana harus pulang ke kampung halamannya, Kabupaten Luwu.
Aturan sekolah online memberikan sedikit kesempatan untuk Raihana tetap belajar. Raihanna dinyatakan lulus tanpa harus mengikuti ujian sekolah. Proses belajar pun dilakukan secara online.
Pihak sekolah memberikan dispensasi. Boleh menyetor tugas sekolah lewat wali kelas hanya sekali seminggu. Itu pun jika tidak membebani kondisi kesehatannya.
"Kita sarankan supaya istrahat di rumah. Nanti komunikasi lewat wali kelas sekali seminggu. Dia pamit tahun lalu ke kampung, di Luwu. Supaya lebih intensif perawatannya," ujar Mirdan, Rabu, 7 April 2021.
Baca Juga:Curhat Fajar Siswa SD saat Masuk Kelas Lagi: Sekolah Online di Rumah Jenuh
Raihana juga disebut masuk dalam kategori siswa berprestasi. Namanya tidak pernah keluar dari peringkat tiga besar.
Tak heran, ada perguruan tinggi swasta ternama di Makassar yang menawarinya beasiswa secara gratis hingga selesai. Mirdan masih merahasiakan kampus tersebut.
Mirdan mengaku, terakhir berkomunikasi dengan Raihana dan orang tuanya dua hari lalu. Memang cukup sulit untuk menelpon, jaringan telepon di sana tidak ada.
"Saya sudah uruskan, terserah mau masuk kelas atau mau belajar online, kampus juga berikan kemudahan," jelasnya.
Semangat Raihana untuk belajar patut diacungi jempol. Mirdan bahkan mengaku Raihanna sangat keras kepala jika menyangkut soal pendidikannya.
"Dia tidak mau dilarang, dia mau belajar normal seperti teman-teman lainnya. Jadi kita juga, ya sudah, asal tidak membebani kesehatannya," jelasnya.
Sementara, Ayah Raihana, Irmawanto mengaku anaknya punya keinginan besar. Ia ingin menjadi dokter.
Raihanna belajar banyak dari pengalamannya selama menjalani proses pengobatan. Ia melihat bagaimana rumitnya keluar masuk rumah sakit dengan segala persyaratan dan biaya.
Itu lah alasan kenapa Raihanna selalu berkeras untuk tidak ketinggalan mata pelajaran. Ia juga ingin jadi lulusan terbaik di sekolahnya.
"Itu kenapa dia mau jadi dokter. Supaya bisa sembuhkan orang-orang sekitarnya yang sakit," ujar Irmawanto.
Namun, harapan itu bisa pupus. Tak ada lagi biaya untuk pendidikan. Semua habis untuk biaya pengobatan.
Tanah dan sawah sudah habis dijual untuk biaya berobat. Raihana bahkan pernah dibawa ke rumah sakit khusus jantung di Jakarta.
Kini Irmawanto mengaku ikhlas. Namun, doa-doa serta harapan terus mengalir untuk siswi berprestasi itu.
Ia memohon doa untuk kesembuhan putrinya. Semoga kelak, Raihana bisa menjadi dokter seperti yang dicitakan-citakannya.
Kontributor : Lorensia Clara Tambing