SuaraSulsel.id - Peristiwa pelajar atau mahasiswa yang harus mengikuti aturan agama mayoritas di suatu tempat sering kali terjadi. Ada yang menolak, tapi ada juga yang harus ikut. Dengan alasan tertentu.
Terbaru adalah laporan salah satu orang tua siswa di SMK Negeri 2 Padang viral. Karena sekolah memaksa siswi yang tidak beragama islam mengenakan jilbab.
Orang tua siswa mengaku keberatan dengan aturan sekolah negeri yang memaksa pelajar perempuan non muslim juga harus ikut aturan memakai jilbab.
Kebijakan sekolah ini pun mendapat respon dari banyak pihak. Karena melanggar. Pemerintah pun mulai turun tangan melakukan penyelidikan.
Baca Juga:Viral Siswa Nonmuslim Dipaksa Berhijab
Di Kota Makassar, seorang mahasiswi juga harus memakai jilbab selama kuliah di Universitas Muslim Indonesia (UMI) Kota Makassar. Tapi kasusnya berbeda dengan kasus pelajar di Padang.
Mahasiswi di Makassar ini justru membuat sejarah baru. Sebagai mahasiswi beragama Hindu yang jadi sarjana dan menjadi dokter pertama di kampus dengan aturan Islam.
Ayu Masnathasari, mahasiswi kedokteran beragama Hindu, berhasil wisuda di Fakultas Kedokteran UMI tahun lalu. Kemudian lulus di program profesi dokter.
Meski beragama Hindu, Ayu bisa mengikuti semua aturan yang berlaku di UMI. Seperti wajib memakai jilbab dan mengikuti sejumlah orientasi mahasiswa di kampus UMI.
Ayu yang lahir di Kabupaten Takalar, kuliah dan mengikuti pendidikan profesi sekitar 5,8 tahun.
Baca Juga:Tegas! Disdik Sumbar Usut Tuntas Kasus Siswi Nonmuslim Dipaksa Pakai Jilbab
Setiap hari penampilan Ayu di dalam kampus seperti mahasiswi lainnya. Memakai jilbab dan pakaian tertutup. Pakaian muslimah.
"Tidak mudah pak, tapi jadinya saya setiap hari banyak belajar. Lebih siap diri saja. Setiap hari ada tantangan baru. Apa lagi besok," kata Ayu dalam video wawancara dengan Dekan Fakultas Teknologi Industri UMI Zakir Sabhara, Kamis (17/9/2020).
Selama kuliah di kampus dengan aturan agama Islam, Ayu mengaku tidak merasa dipaksa memakai jilbab. Karena memang aturan di UMI sudah lama seperti itu.
Saat mahasiswa baru UMI mengikuti pendidikan pesantren selama satu bulan, Ayu diberikan kompensasi tidak ikut pesantren. Tapi harus belajar di Pura. Sesuai keyakinan Ayu.
"Semakin lama semakin terbiasa," kata Ayu.
Orang tua Ayu berasal dari Tabanan, Bali. Ayahnya beprofesi sebagai guru olahraga SMP di Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan.
"Bisa lulus tanpa hambatan," kata Ayu.
Sebagai bentuk penghargaan UMI terhadap prestasi dan kerja kerasnya. Ayu diberikan kesempatan memberikan pidato di depan dosen, sarjana, dan mahasiswa UMI.
Dekan Fakultas Teknologi Industri (FTI) UMI Zakir Sabara yang bertemu dengan Ayu mengaku bangga. Meski beragama Hindu, Ayu tetap nyaman belajar sampai lulus menjadi dokter di UMI.
"Ini anak kerennya kedokteran. Pertama kalinya di kedokteran mahasiswa agama Hindu," kata Zakir.
"Saya menetes tadi air mataku," tambah Zakir.
Zakir mengatakan, kejadian ini harus menjadi pelajaran. Meski berbeda agama, suku, ras, dan golongan, rasa ke-Indonesia-an harus tetap dijaga.
"Semua satu dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia," kata Zakir.
Ayu mengaku kuliah di UMI bukan karena dipaksa. Tapi karena memang mendaftar dan lulus di Fakultas Kedokteran.
Sebelum memutuskan untuk kuliah dan mengikuti sejumlah aturan, seperti harus memakai jilbab, Ayu mengaku sudah berdiskusi dengan orang tua dan keluarganya.
Menurut Ayu, dirinya tidak bisa memaksa untuk tidak memakai jilbab pergi kuliah. Karena sejak awal kampus UMI berdiri, semua mahasiswi memang diwajibkan memakai jilbab. Sudah menjadi aturan kampus.