Presiden Jokowi: Tidak Benar Amdal Akan Dihapus

Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa Undang-Undang Cipta Kerja tidak menjadikan pemerintah melakukan resentralisasi kewenangan. Dari pemerintah daerah ke pemerintah pusat.

Muhammad Yunus
Jum'at, 09 Oktober 2020 | 22:32 WIB
Presiden Jokowi: Tidak Benar Amdal Akan Dihapus
Presiden Joko Widodo saat memberikan keterangan pers terkait Undang-Undang Cipta Kerja di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, pada Jumat, 9 Oktober 2020 / Foto : Sekretariat Presiden

SuaraSulsel.id - Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa izin Analisis mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) tidak dihapus dan tetap ada dalam Undang-Undang (UU) Cipta Kerja.

Hal itu sekaligus meluruskan disinformasi yang beredar di masyarakat.

"Itu tidak benar. Amdal tetap ada. Bagi industri besar harus studi amdal yang ketat, tetapi bagi UMKM lebih ditekankan pada pendampingan dan pengawasan," ujarnya dalam keterangan resmi pada Jumat, 9 Oktober 2020, di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat.

Sebaliknya, kata Jokowi, UU Cipta Kerja justru mengintegrasikan izin lingkungan tersebut ke dalam perizinan berusaha.

Baca Juga:Bukan Hanya Buruh, Sektor Kesehatan Juga Terdampak Berat UU Cipta Kerja

Selain untuk memudahkan sistem perizinan yang ada, integrasi itu juga menjadi dasar untuk penguatan penegakan hukum bagi pelanggarnya yang akan berimplikasi langsung bagi izin berusaha yang mereka miliki.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar, yang pada Rabu, 7 Oktober 2020, kemarin memberikan keterangan pers bersama di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menjelaskan bahwa prinsip dan konsep dasar pengaturan Amdal dalam UU Cipta Kerja tidak mengalami perubahan dan justru menguatkan perlindungan lingkungan.

"Kalau dulu, ada masalah dengan lingkungan, izin lingkungannya dicabut tapi usahanya bisa saja tetap berjalan. Sekarang (dengan UU Cipta Kerja) menjadi lebih kuat. Kalau ada masalah di (izin) lingkungan, lalu digugat perizinan berusahanya jadi itu bisa langsung kena di perizinan usahanya," ucap Siti Nurbaya Bakar.

"Oleh karena itu, tidak benar apabila dikatakan bahwa Undang-Undang ini melemahkan perlindungan lingkungan," imbuhnya.

UU Cipta Kerja Tak Kurangi Kewenangan Daerah

Baca Juga:Jokowi Klaim UU Cipta Kerja Tak Komersialisasikan Pendidikan

Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa Undang-Undang (UU) Cipta Kerja tidak menjadikan pemerintah melakukan resentralisasi kewenangan dari pemerintah daerah ke pemerintah pusat.

Menurutnya, perizinan berusaha dan pengawasannya tetap dilakukan oleh pemerintah daerah sesuai dengan norma, standar, prosedur dan kriteria yang ditetapkan pemerintah pusat.

"Perizinan berusaha dan pengawasannya tetap dilakukan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan NSPK (Norma, Standar, Prosedur, Kriteria) yang ditetapkan Pemerintah Pusat, ini agar dapat tercipta standar pelayanan yang baik di seluruh daerah, dan penetapan NSPK ini nanti akan diatur dalam PP (Peraturan Pemerintah)," kata Presiden.

Selain itu, Presiden juga menjelaskan bahwa kewenangan perizinan untuk non-perizinan berusaha tetap ada di Pemda, sehingga tidak ada perubahan.

Bahkan, melalui UU Cipta Kerja pemerintah juga melakukan penyederhanaan, standarisasi jenis, prosedur berusaha di daerah, dan perizinan berusaha di daerah diberikan batas waktu.

"Ini yang penting di sini. Jadi, ada service level of agreement, permohonan perizinan dianggap disetujui bila batas waktu telah terlewati," imbuhnya.

Kepala Negara juga menegaskan bahwa Undang-Undang Cipta Kerja ini memerlukan banyak sekali Peraturan Pemerintah (PP) dan Perpres (Peraturan Presiden).

Menurut Presiden, PP dan Perpres tersebut akan segera diselesaikan paling lambat 3 bulan setelah diundangkan.

"Kita, pemerintah membuka dan mengundang masukan dari masyarakat, dan masih terbuka usulan-usulan dan masukan dari daerah," ungkapnya.

Pemerintah berkeyakinan melalui Undang-undang Cipta Kerja ini jutaan pekerja dapat memperbaiki kehidupannya dan juga penghidupan keluarga mereka.

Jika masih ada ketidakpuasan atas Undang-Undang Cipta Kerja ini, Presiden mendorong agar hal tersebut diselesaikan melalui Mahkamah Konstitusi (MK).

"Jika masih ada ketidakpuasan terhadap Undang-Undang Cipta Kerja ini, silakan mengajukan uji materi atau judicial review melalui Mahkamah Konstitusi. Sistem ketatanegaraan kita memang mengatakan itu. Jadi, kalau masih ada yang tidak puas dan menolak, silakan diajukan uji materi ke MK," tandasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini