Pelecehan Seksual Mahasiswa UIN Diduga Masih Ada Belum Terungkap

Pelecehan seksual yang terjadi di Kampus UIN Alauddin terjadi sejak 2018 sampai 2020

Muhammad Yunus
Kamis, 01 Oktober 2020 | 16:49 WIB
Pelecehan Seksual Mahasiswa UIN Diduga Masih Ada Belum Terungkap
Kampus UIN Alauddin di Samata, Kabupaten Gowa / Foto Suara.com: Muhammad Aidil

SuaraSulsel.id - Psikolog Klinis Dewasa Universitas Bosowa Andi Budhy Rakhmat, menanggapi empat kasus pelecehan seksual yang terjadi di Kampus UIN Alauddin, Samata, Kabupaten Gowa. Sejak 2018 sampai 2020.

Dengan adanya peristiwa yang terus berulang ini, Budhy menduga masih ada kasus pelecehan yang belum terekspos. Karena para korban tidak mau melapor. Akibat takut menanggung malu.

Karena itu, ia berharap pihak kampus dapat membuat regulasi. Tujuannya, adalah agar mahasiswa di UIN Alauddin khususnya perempuan dapat terlindungi.

"Tidak menuntut kemungkinan banyak kasus yang tersembunyi karena orang-orang yang mengalami pelecehan itu tidak mau menyampaikan. Mungkin karena aib dan malu sebagainya," kata Budhy kepada SuaraSulsel.id, Kamis (01/10/2020).

Baca Juga:Pelecehan Seksual di Kampus UIN Alauddin Terus Berulang, Ini Kata Psikolog

Budhy mengatakan, kasus pelecehan dengan cara memasang kamera GoPro di toilet perempuan dan begal payudara bukan hal baru yang terjadi di Indonesia.

Hanya saja, kasus ini menjadi sorotan publik dikarenakan lokasi terjadinya pelecehan berada di institusi pendidikan.

Apalagi, kasus pelecehan tersebut terjadi di UIN Alauddin yang diketahui menerapkan nilai-nilai agama yang jauh lebih baik dibandingkan kampus-kampus lain.

Sebab itu, masyarakat akan berpikir bahwa orang-orang terpelajar dan terdidik yang semestinya menunjukan hal yang baik, justru melakukan perilaku-perilaku yang tidak pantas.

Terlebih lagi, pelaku yang terlibat melakukan pelecehan dari empat kasus di UIN Alauddin Makassar tersebut merupakan mahasiswa dan dosen.

Baca Juga:FDK UIN Alauddin Sambut Mahasiswa Baru Secara Virtual

Menurut Andi Budhy, dalam kasus pelecehan sebenarnya tidak memandang bulu. Semua orang pun dapat melakukan kejahatan itu.

Akan tetapi, orang yang terdidik memiliki kemampuan untuk mengontrol diri jauh lebih baik dibandingkan dengan masyarakat biasa. Dalam dunia psikolog dikenal dengan sebutan seks kontrol.

"Istilahnya kita itu, seks kontrol namanya. Jadi kemampuan kita untuk mengendalikan diri dan dapat mempertimbangkan potensi-potensi buruk yang terjadi ketika kita melakukan perilaku tersebut," kata Budhy kepada SuaraSulsel.id

Budhy mengemukakan, pada dasarnya insting atau dorongan seksual yang terjadi pada laki-laki sebenarnya sangat besar. Namun, yang dapat membatasi semua itu adalah nilai keagamaan, moral, dan norma sosial.

Sehingga, dorongan-dorongan untuk melakukan pelecehan tidak diterapkan dan hanya menjadi sebatas bayangan-bayangan saja.

Penyebab timbulnya pelecehan seksual di dalam kampus

Dari pengalaman Budhy selama mengajar di UIN Alauddin, ia menyebut mahasiswa yang berada di sejumlah fakultas mayoritas kebanyakan perempuan dibandingkan laki-laki.

Oleh karena itu, ia berasumsi bahwa salah satu stimulus atau perangsang terjadinya potensi pelecehan di kampus negeri tersebut, banyak muncul akibat imajinasi liar.

Belum lagi, sejumlah mahasiswi yang memakai jilbab di kampus itu cenderung hanya sekedar menutup dan sebagai syarat dalam mengikuti pembelajaran mata kuliah saja. Tetapi, lekukan-lekukan tubuhnya masih tetap kelihatan.

"Saya juga pernah mengajar dulu di situ (UIN Alauddin), dan memang masih kelihatan betisnya, kemudian jilbabnya juga jilbab segitiga. Yang kalau dia bergerak sedikit kelihatan bagian dadanya. Sedangkan yang pakai jilbab besar saja, kita yang laki-laki bisa membayangkan apa yang ada di balik itu," ungkap Budhy.

"Perilaku itu ada sifatnya juga seperti mengimitasi. Kalau misalnya, dia pernah lihat orang melakukan hal tersebut (pelecehan), dia berusaha untuk mencoba itu. Bisa saja seperti itu imajinasi liar," kata Andi Budhy.

Selain itu, potensi pelecehan juga dapat terjadi dikarenakan kurangnya pengawasan dari pihak kampus. Dimana, UIN Alauddin Makassar yang diketahui memiliki area lahan yang cukup luas, tetapi penjagaannya kurang ketat.

Namun, karena tidak memiliki cukup banyak data dan bertemu langsung dengan orang-orang yang terlibat kasus pelecehan, sehingga Andi Budhy mengaku pernyataan yang dikeluarkan itu kebanyakan asumsi dan opini.

"Penjagaannya juga tidak banyak. Biasanya cuma di pintu masuk dan keluar saja. Setahu saya, karena saya pernah ke situ dan yang saya amati begitu. Kemudian memang mahasiswa yang saya lihat dulu di situ bebas bekeliaran di kampus, kantin di belakang dan rumah-rumah penduduk. Jadi kalau dibilang dari segi kurang pengawasan mungkin iya," papar Budhy.

Budhy menjelaskan untuk bentuk-bentuk pelecehan sejatinya memiliki tingkatan. Dari empat kasus pelecehan di UIN Alauddin Makassar yang terekspos, tiga diantaranya, yaitu pemasangan kamera GoPro di toilet wanita, begal payudara, pelecehan oknum CPNS Dosen terhadap mahasiswa masuk dalam kategori pelecehan seksual.

"Pelecehan itu punya banyak tingkatan sebenarnya. Mulai dari odo-odo, misalnya dirazia perempuan sebenarnya sudah pelecehan juga. Kemudian memegang tangan juga itu pelecehan. Pegang tangan yang dimaksud itu kalau dalam bahasa bugis kobbi-kobbi. Dan sampai pada tingkatan tertinggi adalah dengan melakukan pemerkosaan," jelas dia.

Khusus untuk kasus teror alat kelamin melalui panggilan video, kata Budhy, dalam ilmu psikolog dikenal dengan sebutan exhibitionisme atau gangguan seksual.

Orang yang mengalami gangguan seksual ini biasanya memperlihatkan alat kelaminnya kepada lawan jenis. Demi mendapatkan semacam kepuasan seksual.

"Tapi dia tidak berani menyerang secara fisik atau memperkosa dan sebagainya. Tetapi kepuasan itu lebih banyak dia dapat dengan memperlihatkan kelaminnya itu. Walaupun sebenarnya dari jauh. Jadi dia buka celananya dan memperhatikan objek yang dia sasar," katanya.

Wakil Rektor III UIN Alauddin Makassar Bidang Kemahasiswaan, Darussalam mengatakan dari empat kasus yang terjadi tersebut, semuanya sudah ditindaklanjuti kampus.

Bahkan, dari empat kasus yang terjadi di UIN Alauddin Makassar, tiga diantaranya diklaim sudah diselesaikan oleh pimpinan kampus.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini