Muhammad Yunus
Kamis, 18 Desember 2025 | 18:18 WIB
Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri, Bahtiar [Istimewa]
Baca 10 detik
  • Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri, Bahtiar, diperiksa 10 jam Kejati Sulsel terkait korupsi proyek bibit nanas Rp60 miliar.
  • Penyidikan korupsi pengadaan bibit nanas Sulsel tahun anggaran 2024 ini menduga kuat terjadi mark-up dan pengadaan fiktif.
  • Penyidik telah menggeledah beberapa lokasi termasuk kantor rekanan di Bogor, Gowa, Dinas TPHBun, dan BPKAD Sulsel.

Agar penyidik dapat memetakan peran masing-masing pihak serta menghitung potensi kerugian negara.

"Dengan begitu, konstruksi hukum dan indikasi kerugian negara dalam proyek Rp60 miliar ini semakin terang," ujarnya.

Dari kantor PT C, penyidik menyita sejumlah dokumen penting. Mulai dari penawaran kontrak, transaksi keuangan, faktur dan invoice, hingga surat jalan distribusi bibit.

Proses penggeledahan berlangsung terbuka dan disaksikan unsur Kejaksaan Negeri Kabupaten Bogor, perangkat desa, Babinsa, dan Linmas setempat.

Jejak pengusutan kasus ini sejatinya telah lebih dulu menyasar tiga lokasi berbeda pada Kamis, 20 November 2025.

Ketiga titik tersebut yakni kantor rekanan PT A di Kabupaten Gowa, kantor Dinas TPHBun Provinsi Sulsel, serta kantor Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Sulsel.

Dari kantor PT A, penyidik membawa dokumen pengadaan bibit, perjanjian kerja sama, hingga laporan progres kegiatan.

Sementara dari Dinas TPHBun, penyidik mengamankan dokumen usulan program, laporan serapan anggaran, serta catatan pendistribusian bibit ke kabupaten dan kota.

Adapun dari BPKAD, penyidik menyita salinan pencairan anggaran dan dokumen administrasi yang menjadi dasar pembayaran proyek.

Baca Juga: Saksi Ahli Tegaskan Kredit Macet Tak Otomatis Korupsi dalam Sidang Agus Fitrawan

Rachmat mengungkapkan, dari penelusuran awal, penyidik menemukan indikasi kuat praktik mark-up anggaran.

"Temuan penyidik sementara terkait dengan mark-up dan pelaksanaan kegiatannya. Tapi ini masih terus kami kembangkan," katanya.

Meski nilai proyek mencapai Rp60 miliar, Kejati Sulsel belum merilis besaran kerugian negara.

Ia menyebut pendalaman masih berlangsung, termasuk analisis dokumen untuk melihat kemungkinan rekayasa kebutuhan, lonjakan harga yang tidak wajar, hingga penggandaan item anggaran.

"Yang sudah diperiksa kurang lebih 10 orang. Sampai sekarang belum ada tersangka, karena penyidikan masih berjalan dan kami lakukan secara estafet," ujar Rachmat.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

Load More