- Lahan yang sudah dieksekusi Pengadilan Negeri Makassar itu ternyata belum pernah dikonstatering
- BPN belum melakukan proses pencocokan objek eksekusi terhadap lahan yang diklaim GMTD
- Pengukuran merupakan tahapan penting yang wajib dilakukan sebelum pelaksanaan eksekusi oleh pengadilan
"Kami mempertanyakan proses eksekusi karena di atas lahan itu masih ada dua masalah hukum. Kok bisa tiba-tiba langsung dieksekusi?," tegasnya.
Sebelumnya, Jusuf Kalla (JK), pemilik perusahaan PT Hadji Kalla sekaligus Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12, mendatangi langsung lokasi sengketa di Jalan Metro Tanjung Bunga, Rabu, 5 November 2025.
JK terlihat geram. Ia menuding langkah GMTD sebagai bentuk perampokan hukum dan menuding adanya permainan mafia tanah di balik proses eksekusi.
"Kami tidak ada hubungan hukum dengan GMTD. Yang mereka gugat itu penjual ikan. Masa penjual ikan punya tanah seluas ini? Itu kebohongan dan rekayasa," ujar JK.
Menurutnya, lahan tersebut dibeli secara sah dari ahli waris Raja Gowa sekitar tiga dekade lalu dan kini telah bersertifikat HGB atas nama PT Hadji Kalla.
"Itu permainan Lippo. Ciri Lippo memang begitu. Jangan main-main di Makassar ini," ucapnya tajam.
JK menilai eksekusi oleh PN Makassar cacat prosedur karena dilakukan tanpa kehadiran BPN. Ia pun menduga ada kekeliruan dalam penetapan objek perkara.
"Eksekusi harus didahului dengan pengukuran. Mana orang BPN-nya? Tidak ada. Itu aneh," katanya.
Diketahui, gugatan dilayangkan oleh GMTD ke Pengadilan Negeri Makassar pada 09 Oktober 2025. Perkara nomor 475/Pdt.G/2025/Pn Makassar itu disidangkan pada tanggal 23 dan 30 Oktober 2025, namun kedua pihak tidak hadir.
Baca Juga: 6 Kasus Sengketa Tanah Paling Menyita Perhatian di Makassar Sepanjang 2025
Kuasa hukum PT Hadji Kalla, Azis Tika menyatakan pihaknya telah mengajukan permohonan ke Pengadilan Negeri Makassar untuk membatalkan atau setidaknya menunda pelaksanaan eksekusi hingga status hukum lahan benar-benar jelas.
"Klien kami telah mengajukan permohonan pembatalan penetapan eksekusi. Kami menilai masih ada kekeliruan hukum dalam proses ini," ujar Azis.
Azis menjelaskan, lahan yang disengketakan memiliki alas hak yang sah berupa empat sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) atas nama PT Hadji Kalla.
Sertifikat itu diterbitkan oleh BPN Makassar pada 8 Juli 1996 dan telah diperpanjang hingga 24 September 2036.
Menurutnya, perusahaan telah menguasai lahan tersebut sejak 1993 melalui transaksi jual beli sah dari ahli waris pemilik sebelumnya, keluarga Karaeng Idjo, keturunan Pallawarukka.
Lahan itu juga telah dipagari dan dilakukan pematangan sejak lama sebagai bagian dari rencana pengembangan properti terintegrasi.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Kencang, Murah 80 Jutaan dan Anti Limbung, Cocok untuk Satset di Tol
- 7 Rekomendasi Lipstik untuk Usia 40 Tahun ke Atas, Cocok Jadi Hadiah Hari Ibu
- 8 Promo Makanan Spesial Hari Ibu 2025, dari Hidangan Jepang hingga Kue
- Media Swiss Sebut PSSI Salah Pilih John Herdman, Dianggap Setipe dengan Patrick Kluivert
- PSSI Tunjuk John Herdman Jadi Pelatih, Kapten Timnas Indonesia Berikan Komentar Tegas
Pilihan
-
Pertamina Patra Niaga Siapkan Operasional Jelang Merger dengan PIS dan KPI
-
Mengenang Sosok Ustaz Jazir ASP: Inspirasi di Balik Kejayaan Masjid Jogokariyan
-
Gagal di Sea Games 2025, Legenda Timnas Agung Setyabudi Sebut Era Indra Sjafri Telah Berakhir
-
Rupiah Bangkit Perlahan, Dolar AS Mulai Terpojok ke Level Rp16.760
-
2 Profesi Ini Paling Banyak Jadi Korban Penipuan di Industri Keuangan
Terkini
-
Tak Gentar Lawan 'Sembilan Naga', Ini Daftar Usaha Jusuf Kalla
-
Jawaban Jamaluddin Jompa usai Diperiksa Terkait Polemik Pemilihan Rektor Unhas
-
Eks Kajari Enrekang Jadi Tersangka Korupsi, Diduga Terima Rp840 Juta dari Kasus BAZNAS
-
Akbar Faizal Soal Sengketa Lahan Tanjung Bunga Makassar: JK Tak Akan Mundur
-
Oknum Polisi Bone Pamer Kelamin ke Anak Bawah Umur, Begini Nasibnya!