"Sertifikat yang dimaksud adalah Sertifikat Nomor 351/Tahun 1982, dengan Surat Ukur Nomor 294 tanggal 25 Februari 1982, seluas 42.083 M² atas nama Drs. Hamat Yusuf. Kemudian, sertifikat ini dipecah menjadi lima bagian, yaitu SHM Nomor 627, 628, 629, 630, dan 631, yang seluruhnya masih atas nama Drs. Hamat Yusuf," jelas Alif.
Ia menegaskan, pernyataan dari pihak pemohon eksekusi, Andi Baso Matutu dan kuasanya, merupakan fitnah dan pembohongan publik yang harus ditelusuri lebih lanjut.
Menurutnya, sebelum eksekusi dilakukan, pihak ahli waris telah menyampaikan situasi tersebut kepada berbagai instansi terkait, termasuk Kapolda, Kapolrestabes, Ketua Pengadilan, BPN, serta Presiden dan Wakil Presiden, namun eksekusi tetap berlangsung.
Oleh karena itu, mereka akan kembali menyampaikan keberatan langsung kepada Presiden RI, Prabowo.
"Kami sudah mengirimkan surat kepada berbagai pihak sebelum eksekusi dilakukan, tetapi tidak ada yang mendengarkan. Oleh sebab itu, kami akan membawa keberatan ini langsung kepada Presiden Republik Indonesia," tegasnya.
Sebagai salah satu ahli waris, Alif menambahkan bahwa kepemilikan tanah atas nama Saladin Hamat Yusuf dan ahli waris lainnya, yang berjumlah 12 orang, telah didukung oleh bukti kepemilikan yang sah.
Bukti tersebut telah diperkuat dengan putusan berbagai tingkat pengadilan, termasuk pengadilan negeri hingga tingkat banding, serta pengadilan tata usaha negara dan pengadilan agama hingga kasasi.
Selain itu, dokumen resmi dari pemerintah daerah terkait pajak bumi dan bangunan turut menguatkan kepemilikan mereka.
"Berdasarkan bukti-bukti yang ada, jelas bahwa eksekusi yang dilakukan oleh Andi Baso Matutu—yang saat ini masih berstatus narapidana—merupakan tindakan yang mencerminkan mafia hukum, mafia peradilan, dan mafia tanah. Ini merupakan rekayasa hukum yang tidak boleh dibiarkan," pungkasnya.
Baca Juga: Warga Makassar Wajib Tahu! Puskesmas Hilangkan Rawat Inap dan Layanan Infus Pasien
Sementara, Hendra Karianga, kuasa hukum Andi Baso Matutu sebagai pemohon mengatakan sengketa lahan ini sudah bergulir lama dari tahun 2018. Kliennya punya alas hak berupa rincik dan telah memiliki kekuatan hukum tetap dari pengadilan.
"Putusan tahun 2018 sampai 2020 itu Andi Baso Matutu dinyatakan sebagai pemilik sah atas tanah tersebut," jelasnya.
Hendra menegaskan, seluruh SHM yang terbit adalah palsu berdasarkan putusan pidana.
Putusan pidana itulah yang kemudian digunakan oleh Andi Baso Matutu untuk melakukan gugatan perdata agar SHM tersebut dibatalkan.
"SHM yang ada di atas alas hak rincik dan sudah dibatalkan karena palsu. Dasar putusan pidana palsu itu yang kami gunakan mengajukan gugatan di pengadilan, meminta supaya pengadilan membatalkan dan menyatakan tidak sah secara hukum SHM itu. Sudah ada putusan pembatalan," bebernya.
Kontributor : Lorensia Clara Tambing
Berita Terkait
Terpopuler
- Siapa Pencipta Sound Horeg? Ini Sosok Edi Sound yang Dijuluki Thomas Alva Edisound dari Jawa Timur
- Jelang Ronde Keempat, Kluivert Justru Dikabarkan Gabung Olympique Lyon
- Akal Bulus Dibongkar KPK, Ridwan Kamil Catut Nama Pegawai Demi Samarkan Kepemilikan Kendaraan
- Bupati Sleman Akui Pahit, Sakit, Malu Usai Diskominfo Digeledah Kejati DIY Terkait Korupsi Internet
- Pemain Keturunan Purwokerto Tiba di Indonesia, Diproses Naturalisasi?
Pilihan
-
Masih Layak Beli Honda Jazz GK5 Bekas di 2025? Ini Review Lengkapnya
-
Daftar 5 Mobil Bekas yang Harganya Nggak Anjlok, Tetap Cuan Jika Dijual Lagi
-
Layak Jadi Striker Utama Persija Jakarta, Begini Respon Eksel Runtukahu
-
8 Rekomendasi HP Murah Anti Air dan Debu, Pilihan Terbaik Juli 2025
-
Fenomena Rojali dan Rohana Justru Sinyal Positif untuk Ekonomi Indonesia
Terkini
-
Wagub Sulsel Tegas: Stunting Bukan Hanya Urusan Satu Instansi
-
Gubernur Andi Sudirman Serahkan Hibah Rp5 Miliar untuk Masjid Ikhtiar Unhas
-
8 Kru Kapal Selamat dari Maut Berkat Laporan Kapal Australia
-
Pemprov Sulsel Ajak Ibu-Ibu Cinta Buku KIA di Hari Anak Nasional 2025
-
Sulsel Kini Punya MICU, Rumah Sakit Bergerak Lengkap dengan Ruang Operasi