Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Kamis, 02 Januari 2025 | 13:18 WIB
Dokumentasi: Kondisi wilayah di Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, Selasa, 7 Mei 2024. Setelah diterjang banjir dan longsor [SuaraSulsel.id/BNPB RI]

"DAS kita kritis akibat penggundulan dan erosi lahan. Hujan dengan intensitas sedang saja bisa membuat sungai meluap," jelasnya.

Ia mencontohkan kerusakan di Sungai Saddang, Danau Tempe, dan Walanae, yang menjadi bukti nyata dampak pengelolaan DAS yang buruk.

Upaya normalisasi sungai melalui pengerukan dianggap kurang maksimal karena cuaca yang tidak menentu. Menurut Suryadarma, sedimentasi yang berasal dari hulu terus mengendap di hilir, sehingga proses normalisasi menjadi kurang efektif.

"Sungai kita keruk, tapi tahun depan sedimennya kembali lagi. Inilah yang membuat pendangkalan sungai semakin parah. Hujan sedikit saja, sungai langsung meluap," tambahnya.

Baca Juga: Dari Masjid 99 Kubah, Warga Sulsel Panjatkan Doa untuk Kedamaian dan Kemajuan di Tahun 2025

Normalisasi sungai juga membutuhkan anggaran besar, yang menjadi kendala dalam mengatasi masalah banjir di Sulsel secara menyeluruh.

Siaga Bencana, Fokus pada Restorasi

Dengan kondisi cuaca ekstrem yang mengancam, pemerintah dan masyarakat Sulsel harus bekerja sama untuk mengurangi risiko bencana.

Restorasi hutan di hulu DAS menjadi solusi jangka panjang yang perlu mendapat perhatian serius.

Selain itu, kesiapsiagaan masyarakat dan pemanfaatan teknologi untuk memantau kondisi cuaca dapat membantu mengurangi dampak cuaca ekstrem yang diprediksi berlangsung hingga Juni.

Baca Juga: 16 Anggota Polda Sulsel Dipecat Karena Terlibat Narkoba dan Selingkuh

Cuaca ekstrem di Sulsel menjadi peringatan bahwa kerusakan lingkungan harus segera ditangani agar bencana seperti banjir tidak terus berulang setiap musim hujan tiba.

Waspada, siaga, dan kolaborasi menjadi kunci menghadapi tantangan ini.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

Load More