Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Kamis, 12 Oktober 2023 | 07:42 WIB
Suasana Menara Universitas Muslim Indonesia (UMI), Rabu, 11 September 2023. Gedung yang terletak di jalan Urip Sumoharjo itu ditutup dan dijaga ketat sejumlah preman [SuaraSulsel.id/Lorensia Clara Tambing]

SuaraSulsel.id - Polemik pergantian rektor Universitas Muslim Indonesia (UMI) berbuntut panjang. Kampus yang terletak di Jalan Urip Sumoharjo, Kota Makassar itu dijaga ketat oleh sejumlah warga.

Dari pantauan SuaraSulsel.id, Rabu, 11 Oktober 2023, menara UMI yang juga dijadikan ruangan rektorat ditutup dan dijaga ketat, diduga orang bayaran. Sementara, di pagar ada beberapa spanduk terpajang bertuliskan, "UMI Darurat Pemimpin".

Beberapa pegawai hanya bisa berdiri di luar. Mereka dilarang untuk melewati batas pagar.

"Sudah dari kemarin dijaga. Katanya disuruh sama pak Rektor sebelumnya (Basri Modding)," ujar salah satu pegawai wanita yang terpaksa duduk di trotoar.

Baca Juga: Yayasan Usut Dugaan Korupsi Berjamaah di Kampus Universitas Muslim Indonesia

Pengakuan itu juga dibuktikan dari postingan putra Ibnu Basri Modding di akun instagramnya. Di video terlihat Ibnu menggambil video orang yang menjaga Menara UMI dan menuliskan kata "Lawan!".

Nama Ibnu sendiri disebut-sebut dalam kasus yang menyeret ayahnya, Basri Modding. Ia diduga melakukan "mark up" terhadap sejumlah pengerjaan proyek di UMI.

Salah satunya adalah pembangunan Taman Firdaus UMI dengan nilai fantastis, yaitu Rp14 miliar dan pemasangan videotron sebesar Rp1,2 miliar.

"Ya, sejumlah proyek itu yang kerjakan adalah perusahaannya. Lalu, yang tentukan nilai anggaran proyek itu ya dia sendiri (Basri Modding). Jadi, ada potensi dugaan korupsi," kata Pelaksana Tugas Rektor UMI, Profesor Sufirman Rahmat, Rabu, 11 Oktober 2023.

Dugaan Kerugian Rp28 Miliar

Baca Juga: Prof Sufirman Rahman Ditunjuk Jadi Plt Rektor Universitas Muslim Indonesia

Dari hasil audit internal yang dilakukan yayasan, ada kerugian keuangan yang cukup besar jadi temuan. Diam-diam Basri sudah mengembalikan temuan tersebut sekitar Rp28,5 miliar ke rekening yayasan.

"Berarti dia akui, kan ada dikembalikan dana Rp28 miliar. Itu bukan dana yang kecil, tidak sedikit (jumlahnya)," jelas Sufirman.

Kendati sudah pengembalian kerugian, kata Sufirman, pihak yayasan masih terus melakukan audit. Pengawas internal akan mengaudit soal dugaan markup untuk sejumlah pembangunan yang dilakukan secara berjamaah.

Selama audit dilakukan, Basri juga tidak memberikan akses. Semua staf di Menara UMI dilarang untuk memberikan data.

"Audit yang sebelumnya itu bisa terlaksana karena saat itu pak Basri ke tanah suci. Jadi pengawas dengan segala cara cari data," sebutnya.

Basri Modding diduga melancarkan aksinya saat pimpinan yayasan Wakaf UMI Nurjaya Mokhtar sakit. Saat itu, semua fungsi yayasan diambil alih oleh rektor.

"Karena kewenangannya tidak terkontrol, ya sejumlah proyek dikerjakan perusahaannya sendiri," tuturnya.

Olehnya, kata Sufirman, tidak ada cara lain untuk menyelamatkan "Kampus Hijau" selain mengganti Basri Modding. Apalagi kasus dugaan korupsi ini dilakukan secara berjamaah.

"Tidak ada pilihan lain. Kalau mau selamatkan UMI dari mark up, korupsi berjamaah, jadi ya memang pemberhentian," tuturnya.

Disebut Mobilisasi Preman

Sufirman mengakui Basri Modding memobilisasi preman untuk menyegel Menara UMI. Padahal, ia bisa menempuh jalur hukum jika pemecatannya tak sesuai dengan prosedur.

"(PTUN) itu lebih terhormat daripada mobilisasi preman. Ini di Menara ada 200 orang lebih tidak ada mahasiswa satu pun sekarang, tapi preman yang dibayar," ucapnya.

Basri bahkan mengeluarkan edaran untuk meliburkan mahasiswa. Hal tersebut kata Sufirman, merugikan mahasiswa karena menghambat proses belajar mengajar.

"Jadi kan ini tindakan konyol. Kalau memang tidak puas (pemberhentian) ya lakukan langkah hukum. Gugat PTUN, lalu kita uji apakah keputusan yayasan salah atau benar," ujarnya.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

Load More