SuaraSulsel.id - Ketua DPRD Sulawesi Selatan Andi Ina Kartika Sari jadi saksi sidang kasus dugaan suap auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan Sulawesi Selatan.
Legislator partai Golkar itu dan tiga orang lainnya dihadirkan di ruang sidang Bagir Manan, Pengadilan Negeri Makassar, Selasa, 7 Maret 2023.
Ina dan saksi lainnya dicecar soal temuan laporan hasil pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Sulsel. Temuan itu soal ketekoran kas di Sekretariat Dewan sekitar Rp20 miliar.
Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) penyidik KPK, Ina mengaku mendapat laporan dari Sekretaris Dewan, M Jabir pada bulan April 2020.
Laporan itu terkait proses pemeriksaan di Sekretariat DPRD oleh tim BPK. Menemukan masalah pada item makan minum, perjalanan dinas, reses, dan kegiatan sosialisasi peraturan daerah.
Baca Juga: Pemeriksa BPK: Saya Sudah Penjarakan Banyak Anggota DPRD, Ni'matullah: Ya, Silahkan
"Kepala BPK (saat itu dijabat Wahyu Priyono) menyampaikan bahwa temuan Rp20 miliar harus ditindaklanjuti dan diselesaikan sebelum LHP diserahkan," ujarnya.
Jika tidak, maka akan berpengaruh terhadap hasil pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah atau LKPD. Penyelesaian yang dimaksud adalah dengan cara dikembalikan atau disetorkan kembali ke kas daerah.
Setelahnya, Ina melakukan pertemuan dengan tiga pimpinan DPRD lainnya yaitu Darmawangsa Muin, Ni'matullah, dan Muzayyin Arif. Mereka sepakat untuk menyelesaikan pengembalian uang temuan BPK tersebut dengan pembagian beban.
Andi Ina mengembalikan Rp4 miliar, Ni'matullah Rp2,5 miliar, Darmawangsa Muin Rp6 miliar, Muzayyin Arif Rp5 miliar, dan sisanya Rp3 miliar dibebankan kepada Sekretariat DPRD.
Pengembalian ke kas daerah saat itu dilakukan secara bertahap sejak bulan Juni sampai dengan Juli 2020.
Baca Juga: KPK Temukan Perjalanan Dinas Fiktif Pimpinan DPRD Sulsel
Ina mengaku tidak menggunakan uang pribadi untuk pengembalian kas. Ia terpaksa meminjam uang salah satu kenalannya bernama Petrus Yalim senilai Rp4 miliar.
"Dia (Petrus) sudah seperti saudara saya, sebagai orang yang mengelola salah satu aset keluarga saya di Barru sejak tahun 2015," bebernya.
Sampai saat ini, utang tersebut belum lunas. Ia baru membayar Rp350 juta ke Petrus.
Ina memastikan tak ada kesepakatan antara dirinya dengan Petrus terkait pinjaman tersebut. Bahkan hanya penyampaian secara lisan, tidak ada surat perjanjian pinjam meminjam.
Ia juga tak pernah membahas soal temuan Rp20 miliar itu ke seluruh anggota dewan dan pimpinan. Mereka hanya menyepakati soal pembagian tugas.
Ia bertugas untuk mengkoordinasikan dengan anggota Fraksi Golkar, Ni'matullah berkoordinasi dengan Fraksi Partai Demokrat, Darmawangsa Muin punya tugas untuk Gerindra, NasDem dan PDIP. Sementara, Muzayyin Arif berkoordinasi dengan PAN dan PPP.
"Untuk Fraksi Golkar, ada dua orang yang membayar penyetoran yaitu Rangga dan Sofyan Syam masing-masing Rp100 juta. Ditambah uang pribadi saya Rp150 juta," ungkapnya.
Uang senilai Rp350 juta itu lalu diberikan ke Petrus sebagai angsuran pembayaran utang.
Ina juga diketahui sempat menunda penyerahan LHP BPK terkait LKPD tahun anggaran 2019 Pemprov Sulsel. Alasannya karena bertepatan dengan jadwal reses anggota dewan.
Penyerahan lantas dilakukan setelah Ina menghadap ke Anggota BPK RI saat itu, Hari Azhar. Sulawesi Selatan kemudian mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) pada LHP LKPD Sulsel tahun anggaran 2019.
Rincian Temuan BPK
Setelah Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) diserahkan, Ina lalu mengecek. Ada beberapa hal yang jadi temuan auditor BPK.
Salah satunya realisasi belanja barang dan jasa. Ada pembayaran kegiatan reses tidak sesuai ketentuan sebesar Rp9 miliar.
Di situ, perubahan penambahan anggaran pokok sebesar Rp20,8 miliar menjadi Rp31,4 miliar di APBD Perubahan.
Hitungannya tiap anggota DPRD mendapat Rp105 juta di luar perjalanan dinas. Padahal, menurut tim BPK, bahwa sesuai aturan dan kesediaan anggaran reses untuk anggota DPRD di akhir masa jabatan, hanya dapat melaksanakan reses dua kali dalam satu tahun.
Pada kenyataannya, DPRD Sulsel melakukan reses hingga tiga kali.
Diketahui, pada tahun 2021 juga BPK menemukan ada kelebihan pembayaran perjalanan dinas seluruh anggota DPRD senilai Rp1,5 miliar pada tahun 2020.
Kontributor : Lorensia Clara Tambing
Berita Terkait
-
KPK: Kasus Korupsi LPEI Rugikan Negara Rp1 Triliun
-
Ngadu soal Jalan Rusak hingga Minim Puskesmas, Legislator Minta Pemprov Satset Urus Keluhan Warga Jaktim
-
Mantan Bos Timah Ungkap Tak Pernah Lihat Laporan Dokumen Kerugian Negara Rp300 Triliun
-
Hitung Total Loss dan Real Cost, KPK Taksir Kerugian Negara di Kasus Taspen Capai Rp1 Triliun Lebih
-
Biografi Candra Kusuma, Anggota DPRD Bogor yang Viral Gara-gara Skandal Dibocorkan Anak
Tag
Terpopuler
- Respons Sule Lihat Penampilan Baru Nathalie Tuai Pujian, Baim Wong Diminta Belajar
- Berkaca dari Shahnaz Haque, Berapa Biaya Kuliah S1 Kedokteran Universitas Indonesia?
- Pandji Pragiwaksono Ngakak Denny Sumargo Sebut 'Siri na Pace': Bayangin...
- Beda Penampilan Aurel Hermansyah dan Aaliyah Massaid di Ultah Ashanty, Mama Nur Bak Gadis Turki
- Jadi Anggota DPRD, Segini Harta Kekayaan Nisya Ahmad yang Tak Ada Seperempatnya dari Raffi Ahmad
Pilihan
-
Bakal Dicopot dari Dirut Garuda, Irfan Setiaputra: Siapa yang Dirubah Engga Tahu!
-
Pegawai Komdigi Manfaatkan Alat AIS Rp250 M untuk Lindungi Judol, Roy Suryo Duga Ada Menteri Ikut 'Bermain'
-
Trump Effect! Wall Street & Bursa Asia Menguat, IHSG Berpotensi Rebound
-
Baru Sebulan Jadi Bos NETV, Manoj Punjabi Mengundurkan Diri
-
Harga Emas Antam Meroket! Naik Rp14.000 per Gram Hari Ini
Terkini
-
Ditangkap di Makassar! Remaja Penikam ODGJ di Pangkep Tak Berkutik
-
Dewan Pers Apresiasi Komitmen BRI Tingkatkan Kompetensi Jurnalis
-
Praktik Prostitusi Online di Pangkep Terbongkar
-
Ketum Dewan Korpri Prof Zudan Tinjau Lokasi Tiga Cabang Lomba MTQ Korpri VII
-
Terdakwa Penimbun Istri di Makassar Divonis Seumur Hidup