Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Sabtu, 18 Desember 2021 | 09:32 WIB
Mahasiswa UIN Alauddin Makassar masuk dalam kampus menggunakan sepeda motor [SuaraSulsel.id/Muhammad Aidil]

Bedanya, satpam yang melakukan penjagaan juga sudah ada yang berjaga di sebuah pos yang terletak di sekitar Kantor Rektorat UIN Alauddin Makassar.

Sehingga, para mahasiswa sangat bebas untuk bereksplorasi di gedung-gedung kampus. Bahkan, para dosen yang mengajar di UIN Alauddin Makassar terlihat hanya lebih banyak menghabiskan waktunya di ruang kantor administrasi, rektorat hingga ruang prodi. Mereka hanya terlihat jika tengah mengajar mahasiswanya.

"Nah, di tempat lain satpam tidak ada. Kemudian, mahasiswa sangat bebas bereksplorasi di gedung-gedung kampus. Jadi memang tidak ada aturan atau hal yang ketat untuk mau mengontrol sifat mahasiswa di situ," ucap Budhy.

Padahal, orang-orang yang menempuh pendidikan di perguruan tinggi atau menjadi mahasiswa itu sejatinya telah memasuki fase peralihan dari masa remaja menuju dewasa. Umumnya, hal ini akan terjadi pada orang-orang yang telah menginjak usia 18 hingga 25 tahun.

Baca Juga: Tak Masuk Paripurna, Ketua Panja RUU TPKS: Kami akan Berjuang Terus

"Di usia itu, ketertarikan pada lawan jenis sangat besar dan sangat tinggi frekuensinya," terangnya.

Kata Budhy, perilaku seksual sebenarnya ada beberapa tingkatan. Mulai dari tingkatan paling rendah seperti bersiul kepada lawan jenis yang menimbulkan rasa risih, dan mencolek dengan melakukan kontak langsung pada korban.

Tetapi, kejadian seperti ini justru banyak dimaklumi dan hanya terkesan dibiarkan oleh korban. Akibatnya, perilaku-perilaku yang sudah menjadi kebiasaan itu akhirnya meningkat ke hal-hal yang lebih sensitif seperti meremas hingga meraba.

"Sistem untuk mengontrolnya kurang, baru yang jadi masalah itu adalah kalau ada, mereka lebih banyak menyimpan masalah dari pada menyampaikan bahwa ini tidak boleh, itu tidak boleh. Jadi sudah, lebih banyak pasrahnya saja," ucapnya.

Dari sejumlah kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan Kampus UIN Alauddin Makassar yang terekspos, kata dia, para pelaku yang melakukan justru diketahui merupakan oknum dosen dan mahasiswa sendiri.

Baca Juga: Tersangka Kasus Pencabulan, Praperadilan Putra Kiai di Jombang Ditolak

Seperti kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh oknum Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Dosen Farmasi di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Alauddin Makassar berinisial AAE terhadap mahasiswanya sendiri pada tahun 2018 silam.

Kemudian, kasus pemasangan kamera GoPro yang terjadi di toilet wanita yang terjadi di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin pada 2019. Pelaku yang melakukan aksi itu adalah seorang mahasiswa berinisial AA.

Selain itu, juga ada kasus kekerasan seksual dengan aksi teror alat kelamin melalui panggilan video menggunakan aplikasi WhatsApp yang menimpah sejumlah mahasiswi yang tengah menuntut ilmu UIN Alauddin Makassar. Kasus ini dilaporkan terjadi pada Jumat 18 September 2020.

Dengan adanya sejumlah kasus kekerasan seksual yang terjadi di UIN Alauddin Makassar tersebut, kata Budhy, pimpinan kampus harus segera bertindak melakukan evaluasi. Untuk mencegah kasus kekerasan seksual kembali terjadi di UIN Alauddin Makassar.

Dokumentasi LBH Makassar. Data kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi Makassar tahun 2020 [SuaraSulsel.id/LBH Makassar]

Pemendikbud Ristek Nomor 30 tahun 2021

Apalagi, saat ini sudah ada Peraturan Mendikbud Ristek atau Pemendikbud Ristek Nomor 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di perguruan tinggi.

Load More