Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Senin, 13 Desember 2021 | 14:39 WIB
Walhi Sulawesi Selatan melaporkan Anggota DPRD Sulsel di Polda Sulsel, Senin 13 Desember 2021. Terkait kasus perusakan hutan lindung di Toraja Utara [SuaraSulsel.id/Muhammad Aidil]

SuaraSulsel.id - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Provinsi Sulawesi Selatan melaporkan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sulawesi Selatan atau DPRD Sulsel. Kasus dugaan tindak pidana perusakan hutan Pongtorra, Kabupaten Toraja Utara. Dengan cara membangun vila di kawasan hutan lindung.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulawesi Selatan, Muhammad Al Amin mengatakan, bahwa pelaporan mengenai Anggota DPRD Sulsel melakukan perusakan hutan lindung tersebut telah dilakukan pihaknya di Mapolda Sulsel, Jalan Perintis Kemerdekaan Kota Makassar, Senin 13 Desember 2021.

Laporan berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Ada dua orang yang dilaporkan.

"Anggota DPRD Sulsel dan Anggota DPRD Toraja Utara. Yang membangun vila," kata Amin saat ditemui di Mapolda Sulsel.

Baca Juga: Pembukaan Lahan Diduga Ilegal Untuk Pembangunan Pesantren Terjadi di Bontang Lestari

Amin menjelaskan laporan yang dilayangkan tersebut bermula dengan permintaan masyarakat yang sudah resah atas adanya pembangunan vila di kawasan hutan lindung. Sehingga, Walhi Sulsel mengutus tim untuk melakukan investigasi di kawasan hutan Pongtorra, Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan.

Hasilnya, didapatkan ada kegiatan pembangunan vila di kawasan hutan Pongtorra. Diketahui masuk dalam kawasan lindung. Bangunan itu diduga milik Anggota DPRD.

"Karena masyarakat sudah begitu marah dan mereka berharap agar hutan Pongtorra tetap dilindungi dari kegiatan esktraktif. Termasuk pariwisata, maka kami mewakili masyarakat melaporkan yang bersangkutan atas dugaan tindak pidana tersebut P3H UU 18 tahun 2013," jelas Amin.

Hanya saja, Amin belum mau membeberkan identitas kedua anggota dewan yang dilaporkan terkait perusakan hutan lindung. Akibat pembangunan vila di kawasan hutan Pongtorra. Ia beralasan hal itu baru akan diungkap setelah polisi mengeluarkan laporan pemeriksaan atau telah ada proses peningkatan status hukum terhadap terlapor.

"Kami baru melaporkan terlapor, sehingga saya harap teman media dan publik sabar. Tunggu siapa yang kami laporkan itu," ujar Amin.

Baca Juga: Netizen Sedih Campur Emosi, Lihat Rumah Adat Tongkonan Ratusan Juta Dibongkar Paksa

Dari kasus ini, kata dia, pihaknya sudah melakukan koordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) wilayah 7 Makassar. Untuk mengetahui apakah di wilayah itu memang ada izin pinjam pakai kawasan hutan atau izin kehutanan sosial.

"Tidak menjawab dan saya minta lagi dan dia bilang tidak ada izin yang diterbitkan dalam area hutan lindung di Toraja Utara, khususnya di hutan Pongtorra," ungkap Amin.

Amin menyebut dalam laporan ini, pihaknya menyerahkan berbagai barang bukti. Antara lain adalah SK 362 tahun 2019 tentang Penetapan Kawasan Hutan Lindung Sulawesi Selatan. Serta gambar dokumentasi kegiatan pembangunan vila yang diduga milik Anggota DPRD Sulawesi Selatan.

Kemudian, peta overlay titik koordinat dengan peta SK 362 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Menteri LHK) tahun 2019 dan beberapa nama saksi-saksi dari masyarakat yang dapat dimintai keterangan oleh kepolisian.

"Kami tidak lihat ada status tanah, tapi kami lihat norma hukum berdasarkan SK Menteri LHK Nomor 362 tanah ditempati terlapor bangun vila, masuk wilayah hutan lindung. Berarti tanah itu milik negara, statusnya lindung tidak boleh dirusak," terang Amin.

Selain itu, kata Amin, pihaknya juga meminta pemerintah provinsi dan pemerintah Kabupaten Toraja Utara untuk segera mengevaluasi rencana pengembangan pariwisata di Toraja Utara. Khususnya di daerah Daerah Aliran Sungai (DAS) Saddang. Agar kawasan hutan Pongtorra yang masuk kawasan hutan lindung itu tidak dirusak oleh kegiatan apapun.

Dalam pembangunan vila di kawasan hutan lindung itu, katanya, diduga adanya tujuan bisnis privat atau komersialisasi untuk kepentingan individu. Sebab, kegiatan itu tidak dilakukan secara kelompok melainkan secara individu.

Sehingga mengakibatkan dampak buruk bagi lingkungan hidup. Seperti ruang habitat flora dan fauna endemik daerah Toraja Utara mulai hilang, belum lagi terjadinya perubahan bentang alam di kawasan hutan Pongtorra dan Kesehatan Mental (Ketsmen) hutan Pongtorra merupakan hulu DAS juga sudah berubah atau menghilang.

"Membangun villa dan unit-unit pariwisata di kawasannya, yang ternyata masuk kawasan hutan lindung. Sejauh ini, kami melihat kurang lebih dua hektare area hutan lindung yang mereka duduki dan bangun kawasan vila atau penginapan," katanya.

Kontributor : Muhammad Aidil

Load More