Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Senin, 13 Desember 2021 | 08:15 WIB
Umat muslim menyanyikan lagu kasidah di pembukaan Festival Natal Tana Toraja, Minggu 12 Desember 2021 [SuaraSulsel.id/Istimewa]

SuaraSulsel.id - Ada ungkapan. Jika ingin belajar toleransi, maka tengoklah Toraja. Walau kabupaten ini belum pernah dinobatkan sebagai daerah toleran, namun Toraja ternyata paling menjunjung tinggi toleransi antar umat beragama.

Ya, seperti diketahui, Tana Toraja dan Toraja Utara 80 persen lebih penduduknya beragama kristen dan katolik. Kendati demikian, masyarakat di sana tetap rukun dan hidup berdampingan dengan agama lain.

Sepanjang sejarah berdirinya, disebutkan bahwa tak pernah terjadi konflik agama di Toraja. Masyarakat di sana juga menentang keras jika ada oknum yang menghembuskan soal isu-isu ras atau agama.

Warisan itu masih terlihat pada festival paduan suara di Rantepao, Toraja Utara, Minggu 12 Desember 2021.

Baca Juga: Rekomendasi Liburan Akhir Tahun, Yuk Bertemu Si Beruang Gemas Bear Republic di MKG!

Festival untuk memperingati hari natal itu dibuka dengan persembahan lagu kasidah. Seni suara yang beranapaskan Islam. Berisi nasihat dan dakwah.

Mereka yang melantunkan lagu kasidah adalah penyuluh agama yang bertugas di Toraja. Terdiri dari laki-laki dan perempuan.

Salah satu penyanyi Qasidah, Vivhy mengaku mereka harus latihan lima bulan untuk tampil di festival natal tersebut.

"Lima bulan latihan, tampil lima menit. Tapi kami sangat senang bisa berpartisipasi pada festival natal yang digelar Pemda kali ini," ujarnya, Minggu, 12 Desember 2021.

Bukan kali ini saja. Sebelumnya, Seleksi Tilawatil Quran dan Hadits (STQH) pada tahun 2019 juga digelar di Toraja.

Baca Juga: Menhub: Jaga Kelancaran Arus Penumpang dan Prokes Ketat di Pelabuhan Saat Nataru

"Bahkan pagelarannya dilakukan di aula gereja. Hal yang tidak pernah terjadi di daerah lain. Saya bahkan haru dan bergetar kala itu. Subhanallah," kata Kepala Bidang Penaiszawa Kementerian Agama Sulsel, Kaswad Sartono.

Tradisi Tolu Batu Lalikan

Di Toraja juga ada tradisi untuk mempererat toleransi antaretnis dan umat beragama. Namanya Tolu Batu Lalikan.

Tradisi "Tolu Batu Lalikan" dalam bahasa Toraja dimaknai sebagai saling menopang dan mendukung. Menjadikan masyarakat Toraja tidak mudah terpecah-belah. Meski isu disharmoni sedang berlangsung di berbagai daerah.

Memang, persatuan dan kesatuan antarumat beragama dan antaretnis serta golongan di Toraja sangat kokoh dan tidak mudah digoyahkan. Meski ada upaya mengobok-obok semangat toleransi dari luar daerah.

Saat umat Kristiani merayakan Natal dan Paskah, misalnya, umat lain datang menawarkan peran-peran apa saja yang bisa mereka lakukan. Sebagai bentuk partisipasi dan penghormatan. Tanpa mereka harus diundang terlebih dahulu.

Demikian sebaliknya, saat umat agama lain seperti Muslim merayakan acara keagamaan seperti Idul Fitri, Isra’ Mi’raj, Maulid Nabi, penganut agama lain-lain juga datang menawarkan bantuan.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

Load More