SuaraSulsel.id - Edy Rahmat, terdakwa kasus dugaan suap dan gratifikasi proyek infrastruktur di Sulawesi Selatan dituntut empat tahun penjara. Edy juga diminta membayar denda Rp250 juta dengan subsider kurungan tiga bulan.
Tuntutan tersebut membuat kuasa hukum Edy, Yusuf Lessy, keberatan. Ia menilai kliennya hanya sebagai korban.
Menurutnya, Edy hanya diperintah oleh Nurdin Abdullah selaku Gubernur untuk meminta uang ke kontraktor. Di dalam aturan yurisprudensi, jika disuruh maka tidak masuk kategori pidana.
Edy sebagai bawahan, kata Yusuf, tentu akan mengikuti perintah atasan. Hal tersebut harus jadi pertimbangan hakim untuk memvonis Edy Rahmat nantinya.
"Nanti kami sampaikan di nota pembelaan semuanya. Yang jelas pak Edy ini hanya disuruh," ujar Yusuf, Selasa, 16 November 2021.
Ia mengaku yang layak jadi tersangka sebenarnya adalah Sari Pudjiastuti. Dia terbukti menerima uang secara langsung dari pengusaha.
Walau belakangan diketahui uang itu sudah dikembalikan atas perintah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Edy juga begitu. Semua uang dari pengusaha yang diterimanya disita KPK.
"Sari yang perlu dihukum karena menerima langsung. Pak Edy ini kan hanya perintah dari gubernur," tegasnya.
Seperti diketahui, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menuntut Edy Rahmat dengan hukuman penjara empat tahun pada Senin, 15 November 2021. Hukuman ini lebih rendah dibanding terdakwa lainnya, Nurdin Abdullah.
Baca Juga: KPK Tuntut Edy Rahmat Empat Tahun Penjara, JPU: Dia Jujur
Selain itu, Edy sebagai penerima suap hanya dijatuhi tuntutan denda sebesar Rp250 juta dan subsider 3 bulan kurungan. Sementara Nurdin didenda Rp500 juta dengan subsider 6 bulan.
JPU KPK Zaenal Abidin mengaku tuntutan Edy lebih rendah karena hanya dijerat dengan satu pasal. Ia didakwa melanggar pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Berbeda dengan kasus yang menjerat Nurdin Abdullah, yang disertai gratifikasi. Nurdin didakwa Pasal 12 B, Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
"Berbeda kualifikasi pembuktian antara pak Nurdin dan pak Edy. Pak NA ada gratifikasi," kata Zaenal.
Ia mengatakan Edy hanya berperan sebagai perantara. Tugasnya sebagai Sekretaris PU hanya melaksanakan perintah dari Nurdin Abdullah sebagai Gubernur.
Edy juga tidak dibebani uang pengganti. Semua uang suap yang diterima sudah disita KPK. Berbeda dengan Nurdin yang harus mengembalikan uang Rp3 miliar lebih.
Berita Terkait
Terpopuler
- 2 Cara Menyembunyikan Foto Profil WhatsApp dari Orang Lain
- Omongan Menkeu Purbaya Terbukti? Kilang Pertamina di Dumai Langsung Terbakar
- Selamat Tinggal Timnas Indonesia Gagal Lolos Piala Dunia 2026, Itu Jadi Kenyataan Kalau Ini Terjadi
- Jemput Weekend Seru di Bogor! 4 Destinasi Wisata dan Kuliner Hits yang Wajib Dicoba Gen Z
- 6 Ramalan Shio Paling Beruntung di Akhir Pekan 4-5 Oktober 2025
Pilihan
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
-
Bursa Saham 'Pestapora" di Awal Oktober: IHSG Naik, Transaksi Pecahkan Rekor
-
165 Kursi Komisaris BUMN Dikuasai Politisi, Anak Buah Prabowo Merajai
Terkini
-
Benteng Terakhir Runtuh: Saat Ayah Kandung dan Guru Jadi Predator Paling Keji di Makassar
-
Maluku Lakukan Operasi Bypass Jantung Pertama Sejak RI Merdeka
-
Ketua PKK Sulsel Beri Hadiah Rp300 Juta di Jambore PKK 2025
-
Berapa Bulan Gaji Pemain PSM Makassar Belum Dibayar? Ini Pengakuan Manajemen
-
3 Tersangka Perumda Palu Dijebloskan ke Penjara!