Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Senin, 15 November 2021 | 15:48 WIB
Saksi Edy Rahmat bertemu secara virtual dengan terdakwa Nurdin Abdullah saat sidang, Rabu 3 November 2021 [SuaraSulsel.id / Lorensia Clara Tambing]

SuaraSulsel.id - Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menuntut terdakwa kasus dugaan suap dan gratifikasi proyek infrastruktur di Pemprov Sulsel Edy Rahmat, dengan hukuman penjara empat tahun. Hukuman ini lebih rendah dibanding terdakwa Nurdin Abdullah.

Selain itu, Edy Rahmat sebagai penerima suap hanya dijatuhi tuntutan denda sebesar Rp250 juta dan subsider 3 bulan kurungan. Sementara Nurdin Andullah didenda Rp500 juta dengan subsider 6 bulan.

JPU KPK Zaenal Abidin mengaku, tuntutan Edy Rahmat lebih rendah karena hanya dijerat dengan satu pasal. Ia didakwa melanggar pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Berbeda dengan kasus yang menjerat Nurdin Abdullah, yang disertai gratifikasi. Nurdin Abdullah didakwa Pasal 12 B, Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.

Baca Juga: Viral Pernyataan soal OTT KPK, Anggota Komisi III DPR: Bupati Banyumas Salah Kaprah

"Berbeda kualifikasi pembuktian antara pak Nurdin dan pak Edy. Pak NA ada gratifikasi," kata Zaenal setelah membacakan tuntutan terhadap Edy, Senin, 15 November 2021.

Kata Zaenal, Edy hanya berperan sebagai perantara. Tugasnya sebagai Sekretaris Dinas PU hanya melaksanakan perintah dari Nurdin Abdullah sebagai Gubernur.

Edy Rahmat juga tidak dibebani uang pengganti. Semua uang suap yang diterima sudah disita KPK. Berbeda dengan Nurdin Abdullah yang harus mengembalikan uang Rp3 miliar lebih.

Namun, Edy sebagai penyelenggara negara terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dengan Nurdin Abdullah. Kendati demikian, Edy dinilai lebih kooperatif, jujur dan mengakui semua perbuatannya selama diperiksa dan di persidangan.

"Meringankan karena beliau kooperatif, menjelaskan apa adanya. Pak Edy Rahmat mengakui di persidangan seluruh fakta yang sebenarnya. Itu yang meringankan karena tidak berbelit-belit dan jujur," tukas Zaenal.

Baca Juga: Viral Pernyataan Bupati Banyumas Takut Kena OTT, Begini Reaksi KPK

KPK sendiri membacakan 559 surat tuntutan terhadap terdakwa Edy Rahmat. Selama persidangan, ada 67 saksi yang diperiksa.

Zaenal menambahkan sidang pekan depan akan memasuki pembacaan pledoi atau pembelaan. JPU yakin kasus suap dan gratifikasi ini akan inkrah sebelum 8 Desember 2021.

"8 Desember sudah harus vonis. Kita berpegang pada masa penahanan terdakwa," tukasnya.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

Load More