Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Rabu, 03 November 2021 | 18:22 WIB
Saksi Edy Rahmat bertemu secara virtual dengan terdakwa Nurdin Abdullah saat sidang, Rabu 3 November 2021 [SuaraSulsel.id / Lorensia Clara Tambing]

SuaraSulsel.id - Nurdin Abdullah, terdakwa kasus dugaan suap dan gratifikasi proyek infrastruktur di Pemprov Sulsel kembali membantah pernyataan saksi sekaligus terdakwa Edy Rahmat. Saat sidang di Pengadilan Negeri Makassar.

Edy Rahmat bersaksi untuk Nurdin Abdullah di ruang Harifin Tumpa, Pengadilan Negeri Makassar, Rabu, 3 November 2021.

Dari semua keterangan Edy Rahmat, semua dibantah oleh Nurdin Abdullah.

Nurdin Abdullah menjelaskan uang Rp2,5 miliar yang diserahkan Agung Sucipto ke Edy Rahmat tidak diketahui sama sekali. Ia juga tidak pernah meminta uang tersebut dengan alasan untuk biaya relawan pada Pilkada.

Baca Juga: Saksi Ahli Prof Mudzakkir: Nurdin Abdullah Tidak Tangkap Tangan

"Dana Rp2,5 miliar itu sama sekali saya tidak tahu, tidak mengerti dan tidak paham. Pilkada juga masih lama sekali jadi tidak ada itu," ujar Nurdin Abdullah membantah keterangan Edy Rahmat.

Nurdin Abdullah juga membantah soal bantuan keuangan daerah yang disebutkan Edy. Dalam keterangannya, Edy mengaku uang Rp2,5 miliar itu separuhnya diberikan oleh pengusaha bernama Harry Syamsuddin lewat Agung Sucipto.

Harry menyetor uang Rp1,050 miliar. Agar mendapatkan proyek irigasi di Sinjai dengan nilai paket Rp26 miliar. Proyek itu merupakan bantuan keuangan oleh Provinsi Sulawesi Selatan.

Harry memberikan uang agar dimenangkan pada proyek tersebut. Namun, uang itu disita oleh KPK pada saat operasi tangkap tangan. Belum sempat diserahkan ke Nurdin Abdullah.

"Sampai hari ini Edy tahu prosedur untuk dapat bantuan keuangan. Ini bukan untuk bagi-bagi uang, tapi bentuk sinergi program provinsi dan kabupaten. Bupati harus mengekspos program strategis yang bisa disinergikan. Tidak benar kalau swasta bisa mengusulkan proposal," jelas Nurdin Abdullah.

Baca Juga: Urus Izin PPKH Sangat Berbelit-belit, PT Vale Minta Bantuan Nurdin Abdullah

"Jadi bisa dicek ke kabupaten. Tidak ada itu uang pelicin untuk dapat bantuan keuangan. Karena kita sama DPRD mengontrol itu," lanjutnya lagi.

Gubernur Sulawesi Selatan yang sudah diberhentikan sementara itu juga mengaku tidak ingat soal uang ke BPK. Apakah Edy pernah melaporkannya atau tidak.

Namun menurut Nurdin Abdullah, jika ia tahu soal hal itu, tentu tidak akan setuju. Karena akan merugikan kas daerah.

"Soal BPK ini merugikan kas daerah karena denda itu harus kembali ke kas. Saya mohon maaf, apakah saya lupa. Kalaupun saya diberitahu, pasti saya tidak setuju karena ini akan merugikan kas daerah," terang Nurdin Abdullah.

Fee 7,5 Persen untuk Mantan Bupati Bulukumba

Edy Rahmat juga mengungkap fakta lain soal fee pada proyek bantuan keuangan daerah di Bulukumba. Fee itu untuk Nurdin Abdullah dan mantan Bupati Bulukumba, Sukri Sappewali.

Edy bercerita bahwa Agung Sucipto sempat menghubunginya soal fee pada proyek pekerjaan di Bira, Bulukumba. Agung mengatakan bahwa ada fee 10 persen yang disiapkan dari proyek bantuan keuangan provinsi itu.

Fee tersebut untuk Nurdin Abdullah dan Bupati Bulukumba saat itu, Sukri Sappewali. Agung ingin 5 persen untuk Nurdin dan 5 persen untuk Sukri.

Namun, kata Edy, Sukri menolaknya. Ia ingin fee 7,5 persen untuknya dan 2,5 persen untuk Nurdin Abdullah.

Agung Sucipto minta tolong agar hal tersebut disampaikan ke Nurdin Abdullah. Edy mengiyakan dan mengaku menyampaikannya langsung.

Respons Nurdin Abdullah saat itu, kata Edy biasa saja. Nurdin Abdullah hanya bilang tergantung Agung Sucipto.

Nurdin Abdullah kemudian membantahnya. Ia bilang, Edy salah persepsi saat itu.

"Jadi terkait permintaan Agung, salah persepsi yang disampaikan Edy. Jadi saya juga tidak pernah minta bantuan untuk relawan. Yang saya sampaikan adalah soal Sukri. Itu kaitannya antara Sukri dan Agung jadi bukan urusan kami. Kami tidak pernah ikut campur," kata Nurdin Abdullah.

Majelis Hakim Ibrahim Palino kemudian meminta kembali tanggapan Edy Rahmat soal bantahan Nurdin Abdullah. Edy mengaku tetap pada keterangannya.

Ia bahkan bersumpah demi Allah celaka tujuh turunan jika disebut berbohong.

"Saya cuma mau pertegas bahwa semua kesaksian saya mulai dari Agung sampai hari ini, saya sumpah tujuh turunan saya celaka, kalau ada salah. Saya tetap untuk keterangan saya," tutup Edy Rahmat.

Barang bukti koper berisi uang senilai Rp 2 Miliar ditampilkan saat konferensi pers terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) Gubernur Sulawesi Selatan, Nurdin Abdullah di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Minggu (28/2/2021). [Suara.com/Alfian Winanto]

JPU: Wajar Kalau Nurdin Abdullah Tidak Tahu

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Asri Irwan mengaku tak masalah jika Nurdin Abdullah masih membantah keterangan saksi. Namun dari keterangan Edy, mereka bisa menarik kesimpulan.

Menurut JPU, Nurdin Abdullah sebenarnya tahu jika akan ada uang dari Agung. Hal tersebut diketahui dari laporan Edy Rahmat kepada Nurdin Abdullah di Pucak, Kabupaten Maros.

"Edy Rahmat lapor setelah ketemu Agung Sucipto. Lapornya dimana?, di Pucak. Pak, dana dari Agung Sucipto ada, tapi kapan diserahkan tidak tahu," ujar Asri.

Dari situ, kata Asri, JPU yakin uang itu sudah diketahui Nurdin. Apalagi Nurdin juga yang memerintahkan agar meminta bantuan ke Agung Sucipto.

"Mengenai kapan pelaksanaannya, wajar saja kalau Nurdin Abdullah ga tahu karena Edy gak lapor. Tapi dia mengetahui akan ada pemberian dan itu melalui Edy Rahmat. Jadi derajat pengetahuannya ada," jelas Asri.

Bukti lain adalah pada saat operasi tangkap tangan. Kata Asri, uang itu sudah ada di tangan Edy Rahmat.

Edy Rahmat berusaha menyerahkan uang itu ke Nurdin Abdullah. Ia bahkan mencari Nurdin Abdullah sampai ke Lego-lego.

Tapi karena saat itu sudah larut malam, Edy Rahmat memilih pulang. Rencananya uang itu baru akan diserahkan keesokan harinya.

"Analisis kami bahwa antar uang kesana itu niatnya sudah diserahkan ke Nurdin Abdullah. Walaupun Nurdin Abdullah tidak tahu kapan akan diberikan. Gak masalah bagi saya," ujarnya.

Ia mengaku Nurdin Abdullah sebagai Gubernur Sulsel wajar jika tidak tahu soal teknis penyerahan uang itu. Dia cukup duduk saja, uang kemudian ada.

"Dia duduk saja, ada (uang). Kapan Nurdin Abdullah mau atur hal-hal tetek bengek seperti itu. Cukup perintah awal. Nanti yang menerjamahkan adalah Edy Rahmat," kata Asri.

"Saya tambahkan bahwa tidak perlu lah Nurdin Abdullah tahu hal sedetail itu. Mengenai pertemuan di Pancious, masa Edy mau laporkan lagi. Pak, saya ketemu lagi hari ini. Nurdin Abdullah tinggal duduk dan tunggu saja," lanjutnya.

Asri menerangkan Edy Rahmat ini bertugas sebagai eksekutor. Sehingga setiap apa yang dilakukannya tidak perlu dilaporkan ke Nurdin Abdullah.

"Jadi silahkan (bantah). Seorang tersangka atau terdakwa punya hak ingkar. Mereka bisa mengingkari apapun itu," tegasnya.

Ia mengaku jika Nurdin Abdullah tetap tak mengakui perbuatannya maka tentu ada konsekuensinya. JPU akan mencantumkannya ke dalam tuntutan.

"Jadi silahkan. Konsekuensinya nanti di tuntutan," tegasnya.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

Load More