Majelis hakim kemudian mempertegas, kenapa uang itu harus diserahkan ke Gilang? bukan ke instansi BPK?.
Edy menjelaskan, bahwa Gilang yang menghubunginya dari awal. Ia juga mengira Gilang adalah auditor utama. Belakangan diketahui ternyata bukan dia yang memeriksa.
"Saat pemeriksaan, ternyata bukan dia yang masuk. Ada dua Gilang itu auditor, tapi Gilang yang terima itu yang dihadirkan di persidangan," beber Edy.
Terdakwa Nurdin Abdullah mengaku lupa soal laporan uang untuk BPK tersebut. Namun ia mengaku tidak akan setuju jika mengetahui itu.
"Saya mohon maaf, apakah saya lupa. Tapi kalaupun saya diberitahu, pasti saya tidak setuju. Karena ini akan merugikan kas daerah. Kalau ada denda pengerjaan kan, kontraktor harus setor ke kas daerah," kata Nurdin Abdullah.
Baca Juga: Kuasa Hukum: Belum Ada Dakwaan Jaksa KPK Bisa Jerat Nurdin Abdullah
Raih WDP
Sekadar diingat kembali, pengelolaan keuangan daerah Pemprov Sulsel tahun anggaran 2020 dinilai cukup buruk. Pemprov Sulsel harus puas diganjar hanya dengan predikat Wajar Dengan Pengecualian (WDP).
Padahal, predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) sudah dicetak Pemprov Sulsel 10 kali berturut-turut sebelumnya. Tahun ini terpaksa turun peringkat.
Kepala badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Sulsel yang dijabat Wahyu Priyono kala itu mengatakan ada tiga masalah besar yang terjadi di Pemprov Sulsel. Bahkan mengakibatkan kerugian negara hingga miliaran rupiah.
Pertama, bantuan keuangan daerah ke kabupaten/kota. Ada penambahan ratusan miliar tanpa persetujuan legislator.
Baca Juga: Hakim Perintahkan KPK Kejar Uang Suap Rp2,8 Miliar, Disebut Terdakwa Untuk BPK Sulsel
Ia menjelaskan, bantuan keuangan sebesar Rp303 miliar lebih itu disalurkan tanpa sepengetahuan dan persetujuan oleh DPRD. Pemprov Sulsel pernah mengubah Pergub di anggaran perubahan untuk menyalurkan bantuan tersebut.
"Sebelumnya sudah ada bantuan ke daerah, sudah disetujui oleh DPRD, tapi ternyata ada penambahan lagi tanpa melalui persetujuan DPRD. Itu besarannya Rp303 miliar lebih," ujar Wahyu, 28 Mei 2021 lalu.
Bantuan itu melampaui anggaran yang disajikan di laporan keuangan. Hal tersebut, kata Wahyu, jelas dilarang dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"Pelampauan anggaran Rp303 miliar itu jumlahnya cukup besar. Itu kenapa kami di BPK tidak dapat berikan WTP," tegasnya.
Masalah kedua yaitu terjadinya kekurangan kas atau kas tekor di tiga Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Kondisi kas daerah per 1 Desember disebut kosong.
"Artinya tidak menunjukkan keuangan yang ada. Sebenarnya masih ada saldo kas, tapi uangnya sudah tidak ada. Tidak tahu dimana, sudah digunakan kemana," ujar Wahyu.
Berita Terkait
Terpopuler
- Mengenal Klub Sassuolo yang Ajukan Tawaran Resmi Rekrut Jay Idzes
- 6 Pilihan HP RAM 12 GB Dibawah Rp2 Juta: Baterai Jumbo, Performa Ngebut Dijamin Anti Lag!
- Polemik Ijazah Jokowi Memanas: Anggota DPR Minta Pengkritik Ditangkap, Refly Harun Murka!
- 5 Pilihan Mobil Bekas Honda 3 Baris Tahun Muda, Harga Mulai Rp50 Jutaan
- 5 AC Portable Murah Harga Rp350 Ribuan untuk Kamar Kosan: Dinginnya Juara!
Pilihan
-
Duet Jordi Amat dan Rizky Ridho di Lini Belakang Persija? Mauricio Souza Buka Suara
-
Jay Idzes Sulit Direkrut, Udinese Beralih ke Calon Rekan Kevin Diks
-
Jurnalis Asing Review Nasi Kotak Piala Presiden 2025, Isi Lauknya Jadi Sorotan
-
Harga Emas Antam Lompat Tinggi, Cek Deretannya
-
Siapa Takeyuki Oya? Bawa Liga Jepang Melesat Kini Jadi GM Urus Liga Indonesia
Terkini
-
Investor Global Makin Optimistis, Transformasi Jadi Kunci Daya Tarik BBRI
-
Pasangan Pengusaha Ini Sukses Ekspor Craftote lewat Program BRI
-
Dosen Unhas Jadi Tersangka Pelecehan Seksual, Ini Tindakan Tegas Rektor
-
Didukung Program Pemerintah dan Transformasi Digital, BBRI Diproyeksi Melesat ke Rp5.400
-
Banjir Sulsel: Saat Peringatan Kalah Cepat dari Air Bah, Teknologi Tertidur Pulas