Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Rabu, 13 Oktober 2021 | 15:06 WIB
Terdakwa Edy Rahmat (kiri bawah) dihadirkan secara virtual. Pada sidang kasus dugaan suap dan gratifikasi proyek infrastruktur di Pemprov Sulsel, Rabu, 13 Oktober 2021 [SuaraSulsel.id / Lorensia Clara Tambing]

SuaraSulsel.id - Dugaan aliran dana dari terdakwa Edy Rahmat di kasus dugaan suap dan gratifikasi proyek infrastruktur Sulsel berbuntut panjang. Auditor di Badan Pemeriksaan Keuangan atau BPK Kantor Perwakilan Sulsel terseret.

Sidang yang dipimpin Hakim Ketua Ibrahim Palino, meminta agar dugaan aliran dana ke BPK bisa diusut. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa melakukan pengembangan. Karena melibatkan instansi negara.

Salah satu pegawai BPK Sulsel yang dihadirkan dalam sidang tersebut adalah Gilang Gumilar. Namanya beberapa kali disebut oleh terdakwa Edy Rahmat dalam persidangan.

"Penuntut umum bisa kembangkan ini. Lacak aliran dananya. Di KTP-nya (Gilang) saja ditulis karyawan swasta, padahal dia auditor. PNS," ujar Ibrahim di Ruang Sidang Harifin Tumpa, Pengadilan Negeri Makassar, Rabu, 13 Oktober 2021.

Baca Juga: Nurdin Abdullah Suruh Ajudan Transfer Uang untuk Seorang Wartawan di Jakarta

Ibrahim mengaku semua instansi pemerintahan tentu punya kode etik. Termasuk BPK.

Ia kemudian menanyakan, apakah dalam kode etik BPK, seorang auditor boleh bertemu dengan pihak terperiksa? Apalagi di luar jam kerja.

"Tidak boleh, pak. Tapi boleh jika pemeriksaan sudah selesai," jawab Gilang.

Sementara, JPU KPK Asri Irwan mengatakan akan menganalisa lebih lanjut soal keterlibatan Gilang. Apalagi namanya turut disebut dalam dakwaan.

Dalam dakwaan, kata Asri, KPK menggeledah rumah Edy Rahmat dan ditemukan uang Rp320 juta. Kepada penyidik, Edy Rahmat mengatakan bahwa uang itu adalah sisa dari pemberian ke auditor BPK atas nama Gilang.

Baca Juga: Eks Ajudan Mengaku Diperintah Nurdin Abdullah Ambil Paket, Diduga Isinya Uang Miliaran

"Bantah membantah di persidangan adalah hal biasa. Jadi tunggu, kita akan analisa sejauh mana peran Gilang ini," ujar Asri.

Asri menjelaskan, Edy Rahmat mendapat uang Rp3,2 miliar dari sejumlah kontraktor. Dari nilai itu, Edy Rahmat diberikan 10 persen.

"Kalau dihitung 10 persen ini Rp320 juta dan sudah kita sita. Sementara Rp2,8 miliar dalam fakta persidangan mengalir ke Gilang Gumilar sebagai auditor di BPK. Walaupun saat diperiksa dia mengaku dari Humas," tambahnya.

Asri mengaku, tugas Edy adalah mengumpulkan duit dari kontraktor yang pengerjaannya bermasalah. Uang itu kemudian diserahkan ke BPK.

"Banyak kontraktor yang disebutkan dalam dakwaan. Ada Haji Momo, Jhon Theodore, Petrus Yalim, Andi Kemal, semua pernah kita panggil dan membenarkan," kata Asri.

Kontraktor mengaku uang itu diberikan sebagai persiapan jika ada temuan. Namun, menurut JPU, itu hanya alasan.

"Majelis Hakim menginginkan KPK melacak dan menyelidiki soal uang ke BPK. Kita akan lakukan," tegasnya.

Asri menjelaskan, nama Gilang juga tidak masuk dalam berita acara pemeriksaan (BAP). Namanya baru disebutkan di akhir pemeriksaan oleh Edy Rahmat, sementara masa penahanan tersangka saat itu sudah hampir habis.

"Sudah mau injury time saat itu. Jadi saya tanyakan ke penyidik kenapa tidak dipanggil Gilang ini. Jawabannya karena mau habis masa penahanan sementara teman-teman penyidik juga masuk rumah sakit Bhayangkara saat itu karena Covid-19," tukasnya.

Sebelumnya, Edy Rahmat menjelaskan pernah bertemu dengan Gilang pada Desember 2020. Saat itu Gilang yang menghubunginya.

Mereka bertemu di Hotel Teras Kita, di Jalan Pettarani. Alasannya untuk ngopi.

Saat bertemu, kata Edy Rahmat, Gilang menyampaikan bahwa pihaknya akan memulai pemeriksaan laporan keuangan Pemprov Sulsel tahun 2020 pada Januari 2021. Jika ada kontraktor yang hendak berpartisipasi, bisa menyetor 1 persen untuk menghilangkan temuan.

"Pak Gilang kan sudah disumpah. Desember 2020 saya ketemu, dia yang telepon Saya. saat ketemu, dia bilang BPK akhir Januari (2021) akan masuk pemeriksaan di Pemprov. Siapa tahu ada kontraktor yang ingin berpartisipasi. Nilainya 1 persen untuk bisa dipakai bayar temuan," ujar Edy di ruang sidang Harifin Tumpa, Pengadilan Negeri Makassar, Rabu, 13 Oktober 2021.

Kemudian, pada bulan Januari, Gilang menghubunginya lagi. Pegawai Humas di BPK itu menanyakan apakah uang dari kontraktor sudah ada?.

"Jadi saya sampaikan ke kontraktor dan terkumpul Rp3,2 miliar. Pada Januari BPK masuk lakukan pemeriksaan, tapi bukan Gilang yang periksa," bebernya.

Dari jumlah Rp3,2 miliar yang dikumpulkan Edy dari kontraktor itu, ia dijatah 10 persen. Atau sekitar Rp320 juta.

Edy menambahkan BPK melakukan pemeriksaan empat kali. Sementara total uang yang disetor ke BPK jumlahnya Rp2,8 miliar.

"Uang saya serahkan ke Gilang. Dia ambil di depan kantor (BPK), di mobil saya. Baru saya antar masuk ke asramanya (di belakang kantor)," ungkapnya.

"Saya bersumpah yang mulia kalau pernyataan saya bohong. Dia belum jadi pemeriksa di Pemkot Makassar saat kami ketemu," tukas Edy.

Pegawai BPK Perwakilan Sulsel Gilang Gumilar dengan tegas membantah pernyataan terdakwa Edy Rahmat.

"Kami tidak pernah menyinggung soal setoran dari kontraktor yang jumlahnya satu persen. Tidak ada juga hal krusial yang kami bahas. Saya tidak pernah dapat uang dari Edy Rahmat," kata Gilang.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

Load More