Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Jum'at, 29 Oktober 2021 | 09:53 WIB
Pengendara ojek online terlibat cekcok dengan pengunjuk rasa di Kota Makassar, Jumat, 28 Oktober 2021. Videonya pun viral di media sosial [SuaraSulsel.id / Istimewa]

SuaraSulsel.id - 28 Oktober setiap tahun di Indonesia diperingati sebagai Hari Sumpah Pemuda. Momen ini selalu dijadikan sejumlah mahasiswa untuk menyuarakan aspirasi. Dengan berunjuk rasa di jalan raya.

Seperti yang terjadi di Kota Makassar, kemarin. Aksi unjuk rasa terjadi di sejumlah titik. Menyebabkan kemacetan di beberapa ruas jalan.

Pengunjuk rasa yang juga mahasiswa menutup sejumlah akses jalan. Masyarakat pun resah karena macet berkepanjangan.

Adu mulut antara pengguna jalan dan pengunjuk rasa bahkan terjadi di depan Kampus Universitas Muhammadiyah Makassar. Videonya viral di sejumlah media sosial.

Baca Juga: Mahasiswa Makassar: Bersuara Sedikit Ditangkap

Dalam video itu ada seorang pria menggunakan jaket ojek online terlibat adu mulut dengan mahasiswa. Ia mengaku jengkel sebab mereka harus berjam-jam di jalan karena macet.

"Pulang ko kampungmu," ujar pria tersebut sambil menunjuki mahasiswa yang berorasi.

Ia mengaku dirinya juga pernah menjadi mahasiswa. Namun sudah bukan zamannya untuk berunjuk rasa dengan menutup jalan.

"Sudah bukan zamannya. Kalau mau ko demo ke Kantor DPR," tegasnya lagi.

Sejumlah pengunjuk rasa kemudian berusaha menenangkan pria tersebut. Mereka juga meminta maaf.

Baca Juga: Emak-emak Ikut Demo, Bentangkan Spanduk Jokowi Mundur hingga Poster Bebaskan Habib Rizieq

"Saat ini ji, pak. Setelah itu bebas mi," ujar mahasiswa tersebut.

Banyak netizen yang mendukung aksi pengendara ojek online itu. Mereka menyebut aksi tersebut meresahkan karena menghambat orang mencari rezeki.

Ada juga yang menyarankan agat pengunjuk rasa bisa demo lewat zoom saja.

"Kuliah saja lewat zoom, harusnya demo juga bisa lewat zoom saja," tulis netizen.

Unjuk rasa mahasiswa Unismuh Makassar merayakan Sumpah Pemuda, Kamis 28 Oktober 2021 [SuaraSulsel.id / Muhammad Aidil]

Sebelumnya, juga viral video di media sosial Kamis, 21 Oktober 2021. Dalam video itu terlihat seorang ibu membubarkan mahasiswa yang berunjuk rasa di Jalan Sultan Alauddin, Kota Makassar.

"Kau Islam, salat magrib. Berdosa kau menghalangi orang salat," teriak ibu itu ke mahasiswa, sambil memukul tangannya menunjukkan sudah saatnya salat.

Ibu yang belum diketahui namanya mengaku sudah dua jam berada di dalam mobil karena macet. Aksi demonstrasi yang dilakukan mahasiswa menutup hampir separuh akses di jalan Sultan Alauddin mengakibatkan macet panjang.

"Saya sudah dua jam di mobil. Perjalananku masih ke Daya. Orang salat maghrib mi. Salat maghrib," teriaknya ke pendemo yang ada di atas truk tronton.

Ia mengaku banyak masyarakat yang sengsara. Karena pendemo yang menutup jalan tersebut. Ia meminta mahasiswa menyudahi aksinya karena sudah jam salat.

"Kita mengerti apa yang kau suarakan. Tetapi begitu banyak orang yang kau sengsarakan itu. Ini waktu maghrib ini," tegasnya.

Beberapa demonstran kemudian berusaha menenangkan ibu tersebut. Mereka kemudian membubarkan diri.

"Iye, iye, selesai mi," ujar mahasiswa kepada ibu tersebut.

Beberapa netizen kemudian memuji aksi ibu tersebut. Mereka menyebutnya, emak-emak terbaik.

"Saya suka gayanya ini emak-emak. Menyuarakan aksi boleh, tapi jangan sampai merugikan orang lain. Kalau begini sudah macet, halang-halangi orang ibadah," tulis akun @Marniati Mahrum.

Sosiolog Universitas Hasanuddin Prof Tahir Kusnawi melihat gerakan yang dilakukan mahasiswa saat ini menimbulkan pro dan kontra di masyarakat.

Ada kelompok masyarakat yang pro dan simpati terhadap gerakan mahasiswa karena mereka ikut merasakan masalah-masalah yang tidak menguntungkan kehidupan mereka. Akibat kebijakan pemerintah.

Kemudian ada juga warga masyarakat yang sejauh ini tidak masalah dengan berbagai situasi yang ditimbulkan oleh kebijakan-kebijakan pemerintah. Bahkan diantara mereka, cukup banyak yang mendukung kebijakan pemerintah.

Mereka inilah yang banyak melakukan reaksi melawan gerakan mahasiswa. Apalagi karena mereka merasa dirugikan langsung oleh kegiatan mahasiswa tersebut. Seperti kemacetan lalu lintas, perusakan fasilitas umum, kendaraan, dan sebagainya.

"Jadi di sini dibutuhkan penanganan yang bijak dari aparat keamanan. Agar konflik dua kelompok masyarakat tersebut tidak berakibat timbulnya kerusakan-kerusakan sosial ekonomi yang merugikan seluruh warga masyarakat," ujarnya.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

Load More