Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Kamis, 07 Oktober 2021 | 14:21 WIB
Mantan Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa Pemprov Sulsel Sari Pudjiastuti dihadirkan dalam sidang kasus dugaan suap dan gratifikasi proyek infrastruktur di Sulsel, Kamis, 7 Oktober 2021 [SuaraSulsel.id / Lorensia Clara Tambing]

SuaraSulsel.id - Mantan Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa Pemprov Sulsel Sari Pudjiastuti dihadirkan dalam sidang kasus dugaan suap dan gratifkasi proyek infrastruktur di Sulsel. Sari Pudjiastuti bersaksi untuk terdakwa Nurdin Abdullah.

Sari Pudjiastuti dicecar pertanyaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) soal pemberian uang oleh kontraktor kepada terdakwa Nurdin Abdullah. Jumlahnya Rp2 miliar.

Kata Sari, uang itu berasal dari dua kontraktor atas nama Haji Momo dan Haji Indar. Setiap kontraktor dimintai Rp1 miliar.

Saat itu, kata Sari, Nurdin Abdullah memanggilnya ke Rumah Jabatan Gubernur Sulsel. Kepada Sari, Nurdin Abdullah mengaku butuh biaya operasional Rp2 miliar.

Baca Juga: KPK Duga Nurdin Abdullah Beli Lahan dan Bangun Masjid Pakai Uang Gratifikasi

"Pada bulan Desember 2020, saya kebetulan ke rumah jabatan untuk melaporkan progres pengerjaan. Saya disampaikan oleh beliau bahwa membutuhkan biaya operasional Rp2 miliar," ujar Sari di ruang sidang Harifin Tumpa Pengadilan Negeri Makassar, Kamis, 7 Oktober 2021.

Sari lantas menanyakan ke Nurdin Abdullah, siapa yang bisa membantu? Nurdin Abdullah sampaikan untuk meminta tolong ke Haji Momo dan PT Makassar Indah.

"Makassar Indah itu milik Jhon Theodore. Tapi di sana saya hanya mengenal stafnya namanya Haja Indar," beber Sari.

Sari kemudian menelpon Haji Momo dan menanyakan keberadaannya. Haji Momo mengatakan sedang berada di Hotel Claro. Hal yang sama dilakukan untuk Haji Indar.

Sari lalu meminta waktu untuk bertemu dengan Haji Momo. Saat itu, kata Sari sudah malam hari, sekitar pukul 21.00 Wita.

Baca Juga: Keberatan Dituduh Minta Uang Rp2,2 Miliar, Nurdin Abdullah: Demi Allah

Mantan Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa Pemprov Sulsel Sari Pudjiastuti dihadirkan dalam sidang kasus dugaan suap dan gratifikasi proyek infrastruktur di Sulsel, Kamis, 7 Oktober 2021 [SuaraSulsel.id / Lorensia Clara Tambing]

"Kami janjian di basement hotel. Saya temui dia (Haji Momo) disana sekitar jam 9 malam. Saya diantar sopirku, namanya Yusri. Kalau Haja Indar bilang dia tanya dulu ke pak Jhon," katanya.

Sari lalu menyampaikan pesan Nurdin Abdullah soal biaya operasional itu. Haji Momo mengiyakan dan minta berhubungan dengan stafnya bernama Boy.

"Saya langsung bilang, Haji saya dapat perintah dari bapak, tapi bapak yang saya maksud adalah pak Nurdin Abdullah. Haji Momo langsung respon dan bilang sanggup. Hanya dia bilang saat itu mau pulang ke Kalimantan jadi teknisnya ke Pak Boy," ungkap Sari.

Sementara, kepada Sari, Boy mengatakan akan menghubunginya jika uangnya sudah siap. Sehari setelah pertemuan itu baru Boy menghubunginya.

Boy mengirimkan pesan bahwa tiketnya sudah siap. Sari mengaku bingung saat itu sebab ia tidak pernah memesan tiket dan tidak akan bepergian.

"Jadi saya bingung. Saya balas, maksudnya?," tanya Sari.

Namun perlahan Sari memahami bahwa itu bahasa kode. Yang dimaksud tiket adalah uang.

"Jujur saya bingung saat itu, tapi saya berusaha memahami maksudnya. Jadi pas saya paham, saya jawab penumpangnya lagi tidak di tempat," ungkapnya.

Saat itu, kata Sari, Nurdin Abdullah sedang tidak di Makassar. Dia lagi berada di luar kota.

Saat tahu Nurdin Abdullah sudah di Makassar, Sari mengambil uangnya di Sahira Homestay, di samping Rumah Sakit Primaya, Makassar. Uangnya sudah ditaruh di dalam kardus.

"Ini uang kan bukan untuk saya. Dan yang memerintahkan saya untuk menerima duit saat itu tidak lagi di tempat. Katanya pak Nurdin saat itu lagi keluar kota," ungkap Sari.

Setelah itu, ia juga mencari kantor PT Makassar Indah dan menemui Haji Indar. Kata Sari, uang dari Haji Indar ditaruh di dalam ransel.

Sari kemudian ke rumah jabatan menemui Nurdin Abdullah dan melaporkan bahwa uang tersebut sudah siap. Nurdin mengatakan nanti akan ada yang menghubungi Sari.

Sari kemudian berpamitan pulang dan membawa uang tersebut ke rumah ponakannya, di Perumahan Anging Mammiri. Sari memindahkan uangnya ke koper warna kuning.

"Karena takut uang diapa-apakan, jadi saya pindahkan dari dos dan ransel ke koper kuning," ungkap Sari.

Keesokan harinya, salah satu pengawal pribadi Nurdin Abdullah bernama Salman menghubunginya. Namun, Sari saat itu sedang berada di Hotel Rinra.

Pak Salman mengatakan diperintah Nurdin Abdullah untuk mengambil titipan. Sari mengaku uang tersebut berada di rumah ponakannya.

Sari kemudian meminta tolong ke ponakannya agar koper kuning diantar ke apartemen Vida View di Jalan Boulevard. Disana uang di dalam tersebut diserahkan ke Salman.

"Pak Salman kemudian naikkan uangnya ke mobil dan antar saya kembali ko hotel. Setelahnya saya tidak tahu dia kemana. Tapi tiba-tiba saya ditelpon, katanya uangnya kurang Rp 1,6 juta. Jadi saya bilang minta tolong tutupi dulu nanti saya ganti. Saya gantikan Rp10 juta saat itu," tukas Sari.

Diketahui, kode tiket juga pernah diungkap Boy dalam persidangan pada 22 September lalu. Boy mengaku pernah mengirim pesan whatsapp ke Sari dengan kode tersebut.

Boy bilang tidak berani menyebutnya uang secara gamblang. Ia khawatir karena Sari seorang pejabat. Makanya diganti dengan kata tiket.

Dapat Duit Berulang Kali

Sari Pudjiastuti juga tak menampik pernah menerima uang ratusan juta dari sejumlah kontraktor. Uang itu sebagai ucapan terima kasih karena sudah dimenangkan dalam tender proyek.

Proses pemenangan tender proyek di Pemprov Sulsel, kata Sari, juga atas instruksi oleh Gubernur saat itu, Nurdin Abdullah. Sari kerap diminta untuk menghadap Nurdin Abdullah. Baik di kantor, rumah jabatan, atau rumah pribadi.

Pada saat menghadap, Sari melaporkan progres pengerjaan proyek terlebih dahulu. Setelah itu, proyek yang akan ditender di tahun berikutnya.

Pernah pada Desember 2019, kata Sari, ia dihubungi oleh ajudan Nurdin Abdullah bernama Syamsul. Ia diminta untuk menghadap Nurdin Abdullah di rumah pribadi, di Perdos Unhas Tamalanrea.

Sari Pudjiastuti kemudian menemui Nurdin Abdullah pada sore harinya, sekaligus membawa usulan proyek yang akan ditender pada awal 2020. Salah satunya adalah proyek pengerjaan ruas jalan Palampang-Munte-Bontolempangan.

Menurut pengakuan Sari, Nurdin saat itu memerintahkan bahwa ruas jalan tersebut akan dikerjakan oleh Agung Sucipto. Selain Agung, ia juga diperintahkan untuk memenangkan Jhon Theodore.

"Ada. Ada arahan dari terdakwa. Biasanya begitu, dia bilang untuk ruas jalan ini dikerjakan oleh (kontraktor) ini," beber Sari.

Sari kemudian menugaskan kelompok kerja atau Pokja untuk paket proyek ruas jalan Palampang-Munte-Bontolempangan tersebut. Pengerjaannya dilakuan dua kali di tahun 2020. Nilai proyeknya sebesar Rp16 miliar dari DAK untuk tahap I dan Rp19 miliar dari dana PEN untuk tahap II.

"Yang memenangkan PT Cahaya Sepang Bulukumba," ujarnya.

Perusahaan itu milik terpidana Agung Sucipto. Selain Agung dan Jhon Theodore, Sari juga merinci nama lain yang disebutkan oleh Nurdin Abdullah.

Diantaranya Yusuf Rombe untuk paket pengerjaan jalan di Toraja, Petrus Yalim untuk paket pengerjaan jalan di perbatasan Sulsel dan Sulteng, Andi Kemal untuk paket proyek antara Toraja dan Luwu. Kemudian pengusaha atas nama Thiawudy, dan Haji Momo untuk pengerjaan ruas jalan di Wajo.

Sari mengaku tak sepenuhnya mengenal nama-nama tersebut. Tapi beberapa diantaranya pernah menemuinya di kantor.

"Ada empat, lima kali saya dipanggil untuk diarahkan memenangkan kontraktor tertentu," tambahnya.

Sari mengaku jika Nurdin Abdullah sudah memberi atensi seperti itu, ia langsung mengumpulkan Pokja. Pokja diminta mencatat perusahaan milik pengusaha yang dimaksud untuk dimenangkan. Hal tersebut sesuai permintaan dari Nurdin Abdullah.

"Pokja bilang silahkan ikut. Asal memenuhi syarat pasti menang," ungkapnya.

Ia menambahkan saat pengerjaan proyek Palampang- Munte I selesai, Sari pernah bertemu dengan terpidana Agung Sucipto. Ia memboyong Pokja bertemu dengan Agung Sucipto di Hotel Mercure Makassar.

Kata Sari, Agung saat itu meminta tolong agar bisa dimenangkan pada tender proyek pengerjaan Palampang-Munte II. Apalagi perusahaannya sudah cukup berpengalaman dan memenuhi syarat.

"Saya punya AMP, sudah berpengalaman. Saya minta tolong untuk dimenangkan," kata Sari menirukan pernyataan Agung Sucipto.

Terpisah, Sari juga mengaku menerima duit dari beberapa kontraktor lainnya setelah dimenangkan. Haji Indar salah satunya pernah memberi Rp125 juta.

Saat itu uangnya diserahkan di sekitaran kampus UNM. Sari menganggap itu uang terima kasih.

"Tapi saya tidak pernah menentukan besarannya. Mereka ngasih begitu saja. Saya juga tidak pernah minta ataupun transferan," ungkapnya.

Uang itu kemudian dibagi dengan pokja II. Satu orang anggota pokja dijatah Rp15 juta.

Pengusaha lain ada Andi Kemal. Mereka ketemu di Pizza Hut Citra Land pada Desember 2020.

Sari mengaku Andi Kemal hanya bilang ada titipan sedikit. Jumlahnya Rp125 juta.

Sementara Agung pernah memberinya Rp60 juta di Hotel Myko. Uang itu juga dibagikan ke Pokja VII. Masing-masing anggota Pokja kebagian Rp7 juta.

"Ada juga dari Haji Momo lewat asistennya bernama Boy. Jumlahnya Rp100 juta. Semua bilangnya titipan untuk saya, sih. Saya sudah kembalikan waktu diminta KPK," tukasnya.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

Load More