Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Jum'at, 01 Oktober 2021 | 05:00 WIB
Nurdin Abdullah dihadirkan secara virtual, dalam sidang di Pengadilan Negeri Makassar, Rabu 29 September 2021 [SuaraSulsel.id / Lorensia Clara Tambing]

SuaraSulsel.id - Fakta sejumlah pengusaha menjadi korban pemerasan atau "mesin ATM" oleh oknum pejabat pemerintahan kembali terungkap di sidang yang menyeret nama Nurdin Abdullah. Gubernur Sulsel yang sudah diberhentikan sementara oleh Presiden Jokowi.

Salah satunya diakui kontraktor bernama Robert Wijoyo. Robert hadir dan bersaksi untuk terdakwa Nurdin Abdullah dan Edy Rahmat, Rabu, 29 September 2021.

Robert mengaku pernah dimintai uang Rp58 juta oleh Edy Rahmat. Mantan Sekretaris Dinas PUTR Sulsel. Uang itu sebagai jaminan jika ada temuan oleh Inspektorat atau Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Robert mendapat dua paket proyek dari Pemprov Sulsel sejak tahun 2020 untuk pengerjaan jalan. Namun hingga pengerjaan selesai, uang jaminan itu tidak pernah dikembalikan.

Baca Juga: Soal Oknum Jaksa Peras Kadishub Cilegon, Kajari: Kalau Ada Saya Periksa dan Lapokan

Robert juga belum sempat menagih hingga Edy Rahmat tertangkap KPK.

"Katanya untuk jaminan atas proyek saya. Jumlahnya Rp58 juta," kata Robert.

Tidak sekali saja hal itu terjadi. Edy Rahmat juga meminta ratusan juta ke kontraktor lain. Pengusaha atas nama Petrus Yalim bahkan harus menyetor uang hingga Rp450 juta lebih.

Kata Petrus, alasan Edy Rahmat saat itu meminta uang sebagai jaminan proyek. Agar ia tak perlu repot mengurus. Jika Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan ada yang salah pada pengerjaan proyek tersebut.

"Uang jaminan ini diminta mereka karena tidak mau repot kalau ada temuan. Jadi tidak perlu ke saya lagi kalau ada (temuan)," ungkap petrus.

Baca Juga: Yusuf Tyos: Nurdin Abdullah Orang Baik, Suka Bercanda

Petrus mengaku uang ratusan juta itu diberikan dalam bentuk cek. Saat itu ia mengerjakan proyek jalan ke Pucak, di Kabupaten Maros.

"Jaminan untuk proyek Rp450 juta. Saya kasih pakai cek dan dia ternyata dicairkan," ungkapnya.

Ia mengaku tak bisa komplain ke Pemprov soal uang jaminan tersebut, sebab ia berurusan secara personal dengan Edy Rahmat saat itu. Sifatnya juga tidak resmi atau tidak melalui tahapan administrasi.

"Saya mau protes bagaimana ke Pemprov, Edy yang ambil uangnya. Uang jaminannya juga tidak kembali karena sudah ditangkap. Jadi tidak bisa dikasih kembali," keluh Petrus.

Pemberian lain dilakukan pula oleh kontraktor bernama Andi Kemal. Jumlahnya juga ratusan juta.

Hal tersebut diakui oleh teman Edy Rahmat bernama Mega Putra Pratama. Mega mengatakan istri Andi Kemal, Enindia pernah mentransfer uang Rp137 juta ke rekeningnya.

"Tapi saya tidak tahu uang itu untuk apa. Hanya ditransfer di rekening Mandiri saya sebanyak dua kali," ujar Mega di sidang yang digelar secara virtual, Kamis, 30 September 2021.

Mega mengatakan Edy meminta nomor rekeningnya. Ia tak menaruh curiga sebab tahu pekerjaan Edy berhubungan dengan kontraktor.

Saat itu, uang yang masuk ke rekeningnya Rp137 juta, ditransfer dua kali. Pertama Rp50 juta dan keesokan harinya ada lagi Rp87 juta.

"Kejadiannya pertengahan Februari 2021. Awalnya saya gak tahu dari mana, tapi pas lihat rekening koran, ternyata dari orang nama Enindia (istri Kemal)," ungkap Mega.

Edy sendiri sebelumnya mengaku uang tersebut untuk pembayaran temuan di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Jumlahnya sekitar Rp525 juta untuk beberapa paket proyek.

Edy kemudian mengumpulkan uang dari kontraktor yang pengerjaannya bermasalah agar bisa membayar BPK. Ia mengaku menghilangkan temuan tersebut di BPK dengan cara dibayar.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

Load More