Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Rabu, 06 Oktober 2021 | 15:01 WIB
idang lanjutan kasus dugaan suap dan gratifikasi proyek infrastruktur di Sulsel dengan terdakwa Nurdin Abdullah di Ruang Harifin Tumpa, Pengadilan Negeri Makassar, Rabu 6 Oktober 2021 [SuaraSulsel.id / Lorensia Clara Tambing]

SuaraSulsel.id - Lima saksi dihadirkan dalam sidang terdakwa Nurdin Abdullah yang digelar di ruang Harifin Tumpa, Pengadilan Negeri Makassar, Rabu, 6 Oktober 2021. Sidang kasus dugaan suap dan gratifikasi proyek infrastruktur di Pemprov Sulsel.

Mereka adalah para pemilik lahan di Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Yakni Abdul Samad, Aminuddin, Suardi Daeng Nojeng, dan pengusaha Kwan Sakti Rudi Moha.

Jaksa Penuntut Umum KPK mencecar para saksi soal lahan yang dibeli Nurdin Abdullah. Termasuk soal masjid yang dibangun di lahan tersebut.

Salah satu saksi, Abdul Samad mengaku pernah bertemu dengan Nurdin Abdullah dua kali. Pertemuan terjadi di Rumah Jabatan Gubernur Sulsel.

Baca Juga: Keberatan Dituduh Minta Uang Rp2,2 Miliar, Nurdin Abdullah: Demi Allah

Mereka bertemu antara bulan Mei hingga Agustus tahun 2020. Awalnya, Samad mengaku dihubungi oleh Anggota DPRD Kabupaten Maros bernama Hasmin Badoa.

Hasmin menanyakan soal lahan Samad di dekat kawasan Pucak, Maros, apakah berminat untuk dijual. Samad mengiyakan asal harga cocok.

Samad kemudian diundang ke Rumah Jabatan Gubernur Sulsel. Ia bertemu dengan Nurdin Abdullah. Mereka tawar menawar harga tanah.

"Saya diundang ke rumah jabatan. Termasuk membahas soal akta jual beli," ujarnya.

Dari tawar-menawar itulah disepakati Samad menjual lahannya sebesar Rp2,2 miliar dibayar sekaligus. Luas lahannya ada 13 hektare.

Ada istri Hasmin Badoa, yang tak lain adik Nurdin Abdullah turut menyaksikan. Ada juga saudara Nurdin Abdullah yang lain atas nama Mega.

Baca Juga: Robert Bantah Beri Uang Nurdin Abdullah Rp1 Miliar: Yang Saya Kasih Beras 10 Kg

"Tawar menawar dilakukan istri Hasmin dan kakaknya Pak Nurdin, Mega. Pak Nurdin sudah tidak ada saat itu, dia masuk (ke dalam)," ujarnya.

Ia juga mengaku awalnya tidak mengenal Hasmin Badoa. Nantilah setelah di rumah jabatan, Samad mengetahui bahwa Hasmin ternyata ipar Nurdin Abdullah.

"Nanti saat transaksi baru saya tahu bahwa Hasmin ini adek ipar NA. Dia juga Anggota DPRD di Kabupaten Maros. Kemudian di akta jual belinya pakai nama Nurdin Abdullah. Penyampaian dari Pak Hasmin, yang sebenarnya mau beli ini secara pribadi adalah pak Nurdin Abdullah," beber Samad.

Ia mengaku proses pembayaran lahan dilakukan secara tunai. Hasmin yang menyerahkan uangnya.

Namun ia tidak mengetahui soal sumber uang pembelian lahannya. Yang diketahui Samad, lahannya dibeli oleh Gubernur Sulsel.

Saksi lain, Aminuddin mengaku lahannya dibeli Nurdin Abdullah Rp200 juta. Ia dibayar secara tunai di rumah jabatan Gubernur.

Saat bertemu, Nurdin mengungkapkan keinginannya untuk membangun masjid di kawasan tersebut. Ia diminta menjadi pengurus masjid itu nantinya.

"Setelah itu, besoknya saya kumpul 10 tokoh masyarakat. Kami berembuk lalu dibentuklah kepanitiaan untuk pembangunan masjid itu," ujar Aminuddin.

Panitia masjid itu kemudian dilaporkan ke Suwandi, pekerja taman yang dipercaya Nurdin mengelola lahannya. Suwandi ini didatangkan Nurdin langsung dari Jakarta.

Suwandi kemudian meminta Aminuddin membuat proposal pembangunan. Proposal itu diajukan ke Bank Sulselbar, sekalian buka rekening baru.

"Dalam proposal itu kami butuh anggaran pembangunan Rp1 miliar. Itu diajukan pada bulan November 2021," ujar Aminuddin.

Tak lama berselang, Bank Sulselbar kemudian mencairkan dana untuk pembangunan masjid Rp400 juta. Sisanya dari donatur lain.

Namun, Aminuddin mengaku tak tahu menahu sumber dana tersebut. Yang jelas, jumlah uang yang terkumpul Rp1,1 miliar.

"Tapi saya tidak kenal satupun yang transfer, kecuali dari BPD Rp400 juta," ujarnya.

Dari setiap penarikan dana dari rekening pembangunan masjid itu, panitia masjid mendapat jatah Rp200 ribu. Uangnya diserahkan oleh Suwandi.

"Katanya (Suwandi) ini untuk pembeli bensin dan makan," tukasnya.

Saksi bernama Suardi Daeng Nojeng juga mengaku pernah diminta Nurdin untuk membangun masjid di lahannya. Ia bahkan dipilih menjadi ketua panitia pembangunan masjid.

Sementara, Jaksa Penuntut Umum KPK Ronald Worotikan mengaku pembangunan masjid itu menguntungkan Nurdin Abdullah. Karena berdiri di atas lahan pribadi Nurdin Abdullah.

"Semua saksi membenarkan mereka menjual tanah itu ke Nurdin Abdullah tahun 2020. Yang kami kejar kan alas haknya. Kami menyimpulkan yang mendapatkan benefit dari pembangunan masjid ini adalah terdakwa Pak Nurdin," ujar Ronal.

Ia mengaku aliran dana pembangunan masjid ini masuk dalam dakwaan. Selain dana CSR Bank Sulselbar, juga ada dari beberapa pengusaha.

JPU KPK juga menaruh atensi terhadap pencairan dana CSR oleh bank Sulselbar. Pencairannya disebut tak sesuai prosedur.

Ronald menjelaskan jika CSR, maka harusnya diserahkan ke Pemda. Bukan ke pribadi.

Apalagi hingga kini masjid itu tidak dihibahkan. Begitupun dengan pencairannya yang cukup singkat. Hanya menyetor proposal bisa langsung cair.

"Kalau CSR kenapa bukan ke Pemda. Kan pemberiannya harus di atas tanah negara dong. Bukan di atas tanah pribadi. Kalau begitu saya juga mau, dong kalau dibantu BPD untuk tanah saya, tapi kan ga bisa," ungkap Ronald.

"Dakwaan kami, terdakwa memanfaatkan jabatannya sebagai Gubernur untuk meminta CSR. Pencairannya juga terkesan gampang," lanjutnya.

Ia mengaku uang yang terkumpul oleh panitia masjid Rp1,1 miliar. Sementara yang sudah terpakai Rp900 juta lebih.

"Sisanya kami gak tahu. Makanya kami minta para saksi bawa kuitansi belanjanya ke sini," tambahnya.

Penjelasan Nurdin Abdullah

Sementara, terdakwa kasus suap dan gratifikasi proyek infrastruktur di Sulsel, Nurdin Abdullah mengatakan Suwandi adalah tukang taman di BSD Tangerang yang diboyong ke Sulsel. Ia meminta untuk mengedukasi masyarakat di sekitar lahannya bagaimana cara bertaman.

"Wandi adalah tukang taman di BSD Tangerang. Saya ajak ke sini, sudah lama saya pakai, sejak masih di Bantaeng," ujar Nurdin Abdullah.

Suwandi kemudian dipercaya mendesain masjid tersebut. Termasuk mengurus pembangunannya.

Nurdin juga membantah pernyataan saksi lain. Termasuk soal pembayaran lahan Abdul Samad.

Kata Nurdin, proses pembayaran lahan untuk Abdul Samad dilakukan dua kali. Pertama Rp100 juta sebagai tanda jadi. Sisanya pelunasan dari harga Rp2,2 miliar itu.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

Load More