Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Jum'at, 23 Juli 2021 | 07:22 WIB
Sidang perdana Gubernur Sulsel non aktif Nurdin Abdullah dilakukan secara virtual di Pengadilan Negeri Makassar, Kamis, 22 Juli 2021 [SuaraSulsel.id / Lorensia Clara Tambing]

SuaraSulsel.id - Tim Penasihat Hukum Gubernur Sulawesi Selatan Nonaktif Nurdin Abdullah tidak akan mengajukan eksepsi atau pembelaan dalam sidang dugaan gratifikasi proyek infrastruktur di lingkup Pemprov Sulsel pada sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan.

Penasihat Hukum NA, Arman Hanis, di Makassar, mengaku akan fokus mengungkap fakta dalam proses persidangan nantinya.

Menurutnya, pembacaan dakwaan oleh jaksa penuntut umum (JPU) belum tentu benar adanya.

"Apa yang disampaikan JPU KPK adalah dakwaan yang sifatnya dugaan kepada Pak NA. Terkait benar atau tidaknya akan kami buktikan di proses persidangan," ujarnya, Kamis 22 Juli 2021.

Baca Juga: Ini Pasal Digunakan Jaksa KPK Dalam Mendakwa Nurdin Abdullah

Ia mengatakan, pada proses persidangan dugaan gratifikasi yang menimpa kliennya akan menghadirkan saksi-saksi terkait.

Tujuannya, agar semua yang diinginkan oleh berbagai pihak dapat terbukti, termasuk kepada publik agar dapat menilainya secara cermat.

"Mengenai apa saksi meringankan, itu hak terdakwa, dan kami akan mengajukan saksi meringankan sesuai hak kepada terdakwa. Siapa saksi itu, akan kami sampaikan pada persidangan," katanya lagi.

"Kami juga akan hadirkan ahli untuk membuktikan dakwaan itu tidak seperti yang dibacakan," ujarnya pula.

Dalam kesempatan yang sama, Arman melakukan permohonan rawat jalan bagi kliennya yang mengalami penurunan kondisi kesehatan.

Baca Juga: Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 12,8 Miliar

Menurut dia, pihaknya memohon kepada hakim ketua adalah permohonan yang bertingkat. Apalagi, dalam proses penyidikan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah diberikan pengobatan rutin dan diberikan haknya untuk berobat.

"Kewenangan untuk memberikan persetujuan rutin beralih ke majelis hakim, makanya kami mengajukan permohonan yang sama, bukan hal baru," katanya pula.

Sebelumnya, dalam dakwaan JPU, Nurdin Abdullah diduga menerima uang berjumlah Rp6,5 miliar dan 200 dollar Singapura. Akan tetapi, jaksa kemudian menegaskan seluruh uang tersebut harus dianggap sebagai suap.

Nurdin Abdullah menurut jaksa dinilai melanggar Pasal 5 angka 4 dan Pasal 5 angka 6 Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme jo Pasal 76 ayat (1) huruf a dan e Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

JPU juga mendakwa Nurdin Abdullah dengan ancaman pidana dalam Pasal 12 B Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. (Antara)

Load More