Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Jum'at, 28 Mei 2021 | 13:15 WIB
Rapat paripurna laporan hasil pemeriksaan keuangan Pemprov Sulsel tahun anggaran 2020, Jumat 28 Mei 2021 / [SuaraSulsel.id / Lorensia Clara Tambing]

SuaraSulsel.id - Kepala Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Sulsel Wahyu Priyono mengatakan, menemukan tiga masalah besar dalam pengelolaan keuangan di Pemprov Sulsel. Sehingga negara rugi hingga miliaran rupiah.

Pertama, bantuan keuangan daerah ke kabupaten/kota. Ada penambahan ratusan miliar tanpa persetujuan legislator.

Wahyu menjelaskan, bantuan keuangan sebesar Rp 303 miliar lebih disalurkan tanpa sepengetahuan dan persetujuan DPRD Sulsel. Pemprov Sulsel pernah mengubah Peraturan Gubernur di anggaran perubahan. Untuk menyalurkan bantuan tersebut.

"Sebelumnya sudah ada bantuan ke daerah, sudah disetujui oleh DPRD, tapi ternyata ada penambahan lagi tanpa melalui persetujuan DPRD. Itu besarnya Rp303 miliar lebih," ujar Wahyu pada rapat paripurna penyerahan laporan hasil pemeriksaan (LHP) Pemprov Sulsel, Jumat, 28 Mei 2021.

Baca Juga: Beli Lahan Banyak Tak Kunjung Dimanfaatkan, DPRD Pertanyakan Keputusan Pemda DIY

Bantuan itu melampaui anggaran yang disajikan di laporan keuangan. Hal tersebut, kata Wahyu, jelas dilarang dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

"Pelampauan anggaran Rp 303 miliar itu jumlahnya cukup besar. Itu kenapa kami di BPK tidak dapat berikan WTP," tegasnya.

Masalah kedua, terjadinya kekurangan kas atau kas tekor di tiga Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Kondisi kas daerah per 1 Desember 2020 disebut kosong.

"Artinya tidak menunjukkan keuangan yang ada. Sebenarnya masih ada saldo kas, tapi uangnya sudah tidak ada. Tidak tahu dimana, sudah digunakan kemana," ujar Wahyu.

Masalah itu terjadi di Sekretariat DPRD Sulsel, Badan Penghubung, dan Dinas PU dan Tata Ruang Sulsel. Totalnya Rp 1,9 miliar.

Baca Juga: DPR Buka Pendaftaran Seleksi untuk Satu Orang Anggota BPK RI

Kemudian faktor lainnya yakni ada penerimaan pajak yang sudah dipungut oleh bendahara. Akan tetapi ternyata tidak disetor ke kas daerah.

Mereka menggunakan untuk kegiatan lain. Nilainya Rp 519 juta. Itu terjadi di dua OPD, yakni Sekretariat DPRD Sulsel dan Badan Penghubung.

"Yang semestinya disetor ke kas daerah tapi tidak disetor. Digunakan malah ke kegiatan lain," kata Wahyu.

Wahyu Priyono mengaku, BPK sudah memberi kesempatan ke Pemprov Sulsel memperbaiki laporan keuangannya. Mereka diminta mengembalikan uang yang dimaksud ke kas daerah.

Namun, hingga rekomendasi mau disetor, Pemprov Sulsel tidak melakukan perbaikan. BPK meminta Majelis Tuntutan Ganti Rugi (MTGR) Pemprov Sulsel mengusut masalah ini.

"Kami sudah kasih waktu satu bulan kurang lebih untuk tindaklanjuti. Termasuk kas tekor agar dikembalikan ke kas daerah dan pajak dikembalikan ke kas negara sampai LHP terbit, tapi ternyata belum. Sehingga itu menjadi pengecualian," jelas Wahyu.

Wahyu bilang kasus kekurangan kas negara ini menyebabkan kerugian negara. Jangan sampai dibiarkan berlarut-larut.

Pelaksana Tugas Gubernur Sulawesi Selatan Andi Sudirman Sulaiman mengatakan akan segera melakukan evaluasi kepada OPD yang bersangkutan. Termasuk melakukan pergeseran pejabat nantinya.

"Kita akan evaluasi, kita lihat bagaimana menempatkan orang," kata Sudirman.

Menurutnya, rekomendasi BPK tidak bisa langsung ditindaklanjuti. Butuh waktu. Apalagi penilaiannya tidak lagi soal keuangan saja, tapi juga soal kinerja SDM juga.

Pengelolaan keuangan daerah Pemprov Sulsel tahun anggaran 2020 dinilai cukup buruk. Pemprov Sulsel harus puas diganjar dengan predikat Wajar Dengan Pengecualian (WDP).

Padahal, predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) sudah dicetak Pemprov Sulsel 10 kali berturut-turut. Tahun ini jatuh ke WDP.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

Load More