"Kegagalan beradaptasi dengan lingkungan dan frustrasi yang diakibatkannya menyebabkan individu bisa mengambil tindakan bunuh diri. Hal ini semakin berkemungkinan jika tidak ada dukungan sosial dari lingkungannya," tambahnya.
Lalu apa yang harus dilakukan? Menurut Ramli, Keluarga, lingkungan sekolah dan kampus, lingkungan kerja harus peka terhadap perubahan-perubahan perilaku seseorang. Karena bunuh diri terjadi ketika seseorang tidak mampu berinteraksi atau terasingkan dari lingkungan sosialnya.
Jika dari segi kejiwaan, maka terapi kejiwaanlah yang menjadi prioritas. Tapi jika itu didominasi masalah ekonomi, maka langkah-langkah perbaikan ekonomi masyarakat harus benar-benar lebih sungguh-sungguh dilakukan.
"Apalagi, di masa pandemi seperti saat ini, dampaknya bukan hanya pada kesehatan masyarakat, tetapi juga pada kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Ketidakmampuan beradaptasi dalam situasi baru ini menjadikan banyak orang bertambah beban hidupnya dan bisa mengambil keputusan bunuh diri," jelasnya.
Baca Juga: Geger Pulau Lantigiang Dijual, Gubernur Sulsel : Baru Panjar Rp 10 Juta
Ramli mengaku kondisi seperti ini bisa semakin parah jika integrasi sosial terlalu lemah atau kurangnya ikatan sosial di dalam masyarakat yang ditandai misalnya dengan bentuk-bentuk kepedulian yang menurun.
Ia menyarankan perlu dibangun pendampingan pada kelompok-kelompok yang rentan melakukan bunuh diri, seperti mereka yang mengalami persoalan rumah tangga atau masalah pribadi yang serius, penyakit kronis yang lama, dan lain-lain.
"Para pekerja sosial diharapkan melakukan ini, tentu dengan dukungan negara dan masyarakat. Selain itu, semua anggota masyarakat bisa mengambil peran mengurangi penyebabnya jika menemukan hal seperti itu di lingkungan masing-masing. Minimal jangan mengurangi kebahagiaan orang lain akibat ulah kita. Juga perlu dibangun kepekaan sosial, komitmen, dan kepedulian terhadap orang lain," harap Ramli.
Respons Psikolog
Psikolog UNM Widyastuti menambahkan persentase depresi pada usia remaja antara 15-24 tahun memang cukup tinggi. Depresi berat akan mengalami kecenderungan untuk menyakiti diri sendiri (self harm) hingga bunuh diri.
Baca Juga: BKN Kaget Banyak Migrasi Pegawai dari Makassar ke Sulsel : Tak Boleh Asal
"Sebagian besar kasus bunuh diri merupakan akibat dari depresi dan kecemasan," ujarnya.
Berita Terkait
-
Justin Hubner Cetak Gol Bunuh Diri Bikin Wolves Malu dan Kacau Balau
-
Penampakan Kim Jong Un Awasi Langsung Uji Coba Drone Bunuh Diri Baru Berbasis AI
-
Misteri Kasus Akseyna yang Trending: Profil, Kronologi Kematian, dan Update
-
Adu Kekayaan AKBP Arisandi vs AKBP Rise Sandiyantanti, Suami-Istri Sama-sama Jabat Kapolres!
-
Sederet Artis Pilih Childfree, Gitasav sampai Hampir Bunuh Diri Usai Dihujat gegara Ogah Punya Anak
Terpopuler
- Dedi Mulyadi Syok, Bapak 11 Anak dengan Hidup Pas-pasan Tolak KB: Kan Nggak Mesti Begitu
- JakOne Mobile Bank DKI Diserang Hacker? Ini Kata Stafsus Gubernur Jakarta
- Review Pabrik Gula: Upgrade KKN di Desa Penari yang Melebihi Ekspektasi
- Harga Tiket Pesawat Medan-Batam Nyaris Rp18 Juta Sekali Penerbangan
- Rekaman Lisa Mariana Peras Ridwan Kamil Rp2,5 M Viral, Psikolog Beri Komentar Menohok
Pilihan
-
Hasil Akhir! Pesta Gol, Timnas Indonesia U-17 Lolos Piala Dunia
-
Hasil Babak Pertama: Gol Indah Zahaby Gholy Bawa Timnas Indonesia U-17 Unggul Dua Gol
-
BREAKING NEWS! Daftar Susunan Pemain Timnas Indonesia U-17 vs Yaman
-
Baru Gabung Timnas Indonesia, Emil Audero Bongkar Rencana Masa Depan
-
Sosok Murdaya Poo, Salah Satu Orang Terkaya di Indonesia Meninggal Dunia Hari Ini
Terkini
-
Cuti Lebaran Usai! ASN Sulsel Wajib Ngantor Besok, Nekat Libur? Ini Sanksinya!
-
Balap Perahu Hias dan Lebaran Ketupat: Dua Tradisi Unik di Gorontalo dan Mataram
-
Gelap Ruang Jiwa: Bisnis Aksesori Binaan BRI yang Ekspansi Global Lewat BRI UMKM EXPO(RT) 2025
-
Batal Nikah Gegara Uang Panai? Rumah Calon Pengantin Pria di Jeneponto Hancur
-
Muhammadiyah Sindir Tata Kelola Kampus: Hindari Personal, Keluarga, dan Kelompok