SuaraSulsel.id - Covid-19 berdampak besar terhadap beban psikologi keluarga. Angka kekerasan terhadap anak dan perempuan dilaporkan meningkat selama pandemi.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Sulawesi Selatan Fitriah Zainuddin merinci, ada 1.594 kasus kekerasan yang ditangani selama pandemi.
Angka ini naik dari tahun 2019 yang hanya 1.404 kasus.
1.277 kasus diantaranya terjadi terhadap perempuan dan anak. Angka ini sangat kontras dengan jumlah korban kekerasan yang dialami laki-laki yang hanya berjumlah 333 kasus saja.
Jumlah ini merupakan kasus yang dilaporkan dari layanan penanganan kekerasan terhadap perempuan. Adapun jumlah sebenarnya, kata Fitriah diperkirakan lebih besar.
"Karena banyak yang takut melapor. Banyak yang tidak ingin melapor karena masih ingin mempertahankan hubungannya. Biasanya begitu," kata Fitriah, Senin (28/12/2020).
Dari keseluruhan kasus tersebut, Kota Makassar menjadi kota yang memiliki kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak paling tinggi. Ada 978 kasus yang terlapor.
Selanjutnya, Kota Parepare dengan jumlah 112 kasus, dan Gowa dengan jumlah kasus sebesar 68 kasus.
Fitriah menyebut, kasus tersebut meningkat ditenggarai oleh adanya beban ganda selama pandemi Covid-19.
Baca Juga: Sedih! 2 Petani di Pinrang Ditangkap Polisi Karena Menolak Tambang
Dimana dominan aktivitas lebih sering dilakukan di rumah. Mayoritas pelaku juga merupakan orang yang memiliki hubungan dekat dengan korban.
"Karena adanya beban ganda, itu karena seringnya interaksi dan pertemuan antara keluarga. Tidak ada aktivitas lain, keluarga lebih sering bertengkar dan lain-lain," jelasnya.
Ke depan, pihaknya akan melakukan kerjasama dengan Kementerian Agama untuk melakukan pembinaan atau tes soal ilmu parenting. Terhadap mereka yang mengurus surat pernikahan. Cara ini dianggap bisa jadi solusi agar pasangan tidak asal menikah.
"Kita mau kerjasama dengan Kementerian Agama, jadi sebelum keluar surat nikahnya, harus dulu dites dengan pembelajaran keluarga. Ini bagus untuk ketahanan keluarga," jelasnya.
Kepala P2TP2A atau Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak, Meysie Papayungan menambahkan, kondisi aktual di Sulawesi Selatan saat ini menunjukkan perlunya perhatian serius dari pemerintah. Terkait maraknya kasus kekerasan yang terjadi pada perempuan.
"Berdasar laporan di aplikasi Simfoni PPPA, 45 persen diantara tingginya kasus ini merupakan bentuk kekerasan ranah personal atau KDRT," ujarnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Mobil Bekas Murah untuk Aktivitas Harian Pemula, Biaya Operasional Rendah
- 51 Kode Redeem FF Terbaru 8 Desember 2025, Klaim Skin Langka Winterlands dan Snowboard
- Shio Paling Hoki pada 8-14 Desember 2025, Berkah Melimpah di Pekan Kedua!
- 7 Rekomendasi Bedak Padat Anti Dempul, Makeup Auto Flawless dan Anti Cakey
- Sambut HUT BRI, Nikmati Diskon Gadget Baru dan Groceries Hingga Rp1,3 Juta
Pilihan
-
Rekomendasi 7 Laptop Desain Grafis Biar Nugas Lancar Jaya, Anak DKV Wajib Tahu!
-
Harga Pangan Nasional Hari Ini: Cabai Sentuh Rp70 Ribu
-
Shell hingga Vivo sudah Ajukan Kuota Impor 2026 ke ESDM: Berapa Angkanya?
-
Kekhawatiran Pasokan Rusia dan Surplus Global, Picu Kenaikan Harga Minyak
-
Survei: Kebijakan Menkeu Purbaya Dongkrak Optimisme Konsumen, tapi Frugal Spending Masih Menguat
Terkini
-
BRI Dorong Akses Keuangan di Daerah Terpencil melalui Teras Kapal
-
Intip Konsep Unik Klinik Gigi Medikids Makassar, Bikin Anak Betah
-
Menhan soal Relawan China Ikut Cari Korban Bencana Aceh: Bukan Bantuan Asing
-
Menhan Geram! PT Timah Harusnya Raup Rp 25 Triliun, Kini Cuma Rp 1,3 Triliun
-
Viral Adu Pukul Warga dengan TNI di Luwu Utara, Sengketa Lahan Sawit Jadi Pemicu