Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Jum'at, 09 Oktober 2020 | 07:36 WIB
Unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja di Kota Makassar ricuh, Kamis malam (8/10/2020). Sejumlah peserta aksi dilaporkan ditangkap polisi / Foto : Istimewa

SuaraSulsel.id - Koalisi Advokat Bantuan Hukum Rakyat (KOBAR) Makassar mengecam tindakan represif dan penangkapan sewenang-wenang yang dilakukan aparat kepolisian.

Kepada peserta aksi penolak UU Cipta Kerja yang dilakukan di depan atau sekitar DPRD Sulsel, Kamis 8 Oktober 2020.

KOBAR telah menerima aduan dari pihak keluarga atau kerabat. Sebanyak 28 orang, diantaranya 14 mahasiswa, 2 pekerja, 6 pelajar dan anak dibawah umur tidak diketahui keberadaanya.

Sementara data yang dihimpun KOBAR berdasarkan informasi, sebanyak 150 peserta aksi diduga ikut ditangkap.

Baca Juga: Sosok Qonita Syehsemala, Gadis Berhijab Bikin Adem saat Bentrokan Pecah

"Bahkan bisa jadi lebih dari itu," kata Abdul Azis Dumpa, Advokat KOBAR kepada SuaraSulsel.id, Jumat (9/10/2020).

Atas pengaduan tersebut, pada pukul 22.20 Wita, Tim KOBAR telah mendatangi Polrestabes Makassar. Ingin masuk menemui mahasiswa atau masa aksi bersama keluarga mahasiswa.

"Tapi ditolak dengan alasan perintah pimpinan," kata Aziz.

Pukul 23.07 Wita, Tim KOBAR kembali ingin masuk untuk memberikan akses bantuan hukum. Tapi pihak piket penjagaan terus menyuruh menunggu untuk koordinasi ke pimpinan.

Pukul 23.30 Wita, Tim KOBAR telah memberikan surat permohonan akses bantuan hukum kepada bagian piket untuk disampaikan ke pimpinan mereka.

Baca Juga: Demo Tolak UU Cipta Kerja di Palopo, Motor Polisi Dibakar Massa

Pukul 23.53 Tim KOBAR telah dipertemukan oleh Ketua Tim AKP Supriadi Anwar untuk merespons surat permohonan akses bantuan hukum.

Namun tetap dilarang menemui peserta aksi yang ditangkap. Dengan alasan hanya boleh didampingi setelah 1x24 jam. Karena belum di-BAP, masih pendataan.

"Tindakan yang dilakukan Kepolisian Polrestabes Makassar tidak memberikan akses bantuan hukum bagi yang ditangkap, jelas bertentangan dengan KUHAP, melanggar UU 18/2003 tentang Advokat dan UU 16/2011 tentang Bantuan Hukum, UU 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan UU 12/2005 tentang Ratifikasi Kovenan Hak Sipil Politik," ungkap Azis.

Azis mengatakan, penghalang-halangan akses bantuan hukum ini diduga kuat, karena mereka yang ditangkap mengalami kekerasan atau penyiksaan. Saat proses penangkapan maupun di Kantor Polrestabes Makassar.

"Untuk itu, saya meminta segera agar membuka akses bantuan hukum kepada seluruh peserta aksi, yang masih ditangkap di Polrestabes Makassar," ungkap Azis.

Load More