Dosen UNM Tersangka Kekerasan Seksual Menghilang?

Penanganan kasus dugaan kekerasan seksual yang melibatkan oknum dosen Universitas Negeri Makassar

Muhammad Yunus
Minggu, 21 Desember 2025 | 10:53 WIB
Dosen UNM Tersangka Kekerasan Seksual Menghilang?
Gedung Kampus Universitas Negeri Makassar (UNM) di Jalan AP Pettarani Makassar [Suara.com/Muhammad Yunus]
Baca 10 detik
  • Tersangka kasus kekerasan seksual dosen UNM berinisial KH diduga melarikan diri menjelang pelimpahan tahap II Kejaksaan Negeri Makassar.
  • Korban dan pendamping hukum mendesak Polda Sulsel segera menetapkan status Daftar Pencarian Orang (DPO) terhadap tersangka.
  • UNM dinilai lamban dalam merespons laporan etik dan perlindungan korban, hanya memberhentikan sementara tersangka dari jabatan.

SuaraSulsel.id - Penanganan kasus dugaan kekerasan seksual yang melibatkan oknum dosen Universitas Negeri Makassar (UNM) kembali menuai sorotan.

Tersangka berinisial KH yang telah ditetapkan sebagai pelaku dalam perkara kekerasan seksual terhadap mahasiswanya sendiri diduga melarikan diri menjelang pelimpahan tahap II di Kejaksaan Negeri Makassar.

Informasi dugaan kaburnya tersangka mencuat setelah tim pendamping hukum korban mempertanyakan perkembangan penanganan perkara tersebut kepada Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polda Sulawesi Selatan pada 10 Desember 2025.

Dari keterangan penyidik, tersangka tidak lagi diketahui keberadaannya.

Baca Juga:Anggota Bawaslu Wajo Dipecat: Terbukti Lakukan Pelecehan Seksual Berulang Kali pada Staf PPPK

"Berdasarkan informasi yang kami terima dari penyidik Polda Sulsel, tersangka telah dua kali dipanggil oleh Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Makassar untuk proses pelimpahan tahap II. Namun yang bersangkutan mengaku sakit dan pulang ke kampung halamannya di Kabupaten Bone," ungkap pendamping hukum korban dari LBH Makassar, Mirayati Amin, Sabtu, 20 Desember 2025.

Mirayati menyebut setelah tersangka menyatakan pulang kampung, komunikasi terputus.

Hingga kini, penyidik tidak lagi memperoleh informasi keberadaan tersangka. Baik dari pihak keluarga maupun penasihat hukumnya.

"Bahkan sampai hari ini, keberadaan tersangka tidak diketahui. Ini sangat mengkhawatirkan dan berpotensi menghambat proses hukum," tegas Mirayati.

Sebelumnya, KH sempat menjalani penahanan di Polda Sulsel. Namun dalam proses penyidikan, melalui kuasa hukumnya, tersangka mengajukan permohonan penangguhan penahanan.

Baca Juga:UNM Belum Terima Surat Penonaktifan Prof Karta Jayadi Sebagai Rektor

Permohonan tersebut dikabulkan penyidik sehingga status tersangka beralih menjadi tahanan kota.

Keputusan penangguhan penahanan itu kini dipersoalkan oleh tim pendamping korban. Mereka menilai, kelonggaran tersebut menjadi celah bagi tersangka untuk menghindari proses hukum.

Dalam upaya mendorong percepatan penanganan perkara, LBH Makassar juga telah mengirimkan surat resmi kepada Kejaksaan Negeri Makassar. Namun hingga kini, surat tersebut tidak mendapat respons.

Saat dikonfirmasi langsung, Jaksa Penuntut Umum yang menangani perkara menyampaikan bahwa pelimpahan berkas dan penyerahan tersangka belum dapat dilakukan.

Alasannya, kejaksaan tengah fokus pada pelimpahan tahanan terkait perkara aksi unjuk rasa Agustus dan September.

Alasan tersebut dinilai tidak dapat dibenarkan oleh tim pendamping korban.

Mirayati menegaskan, setiap warga negara memiliki kedudukan yang setara di hadapan hukum, termasuk dalam memperoleh akses keadilan.

"Kami menilai lambannya penanganan kasus ini memberi peluang bagi tersangka untuk kabur, sekaligus menunda akses keadilan bagi korban. Hingga saat ini, kami mendesak penyidik Polda Sulsel segera menetapkan status Daftar Pencarian Orang (DPO) terhadap tersangka sebagai bentuk keseriusan penegakan hukum," ujarnya.

Lebih jauh, Mirayati mengingatkan bahwa posisi tersangka sebagai dosen di kampus yang sama dengan korban berpotensi menimbulkan viktimisasi berulang.

Ketidakjelasan status hukum pelaku dinilai membuat korban berada dalam situasi rentan secara psikologis dan sosial.

Kekecewaan juga disampaikan langsung oleh korban terhadap sikap pihak kampus.

Korban menilai, Universitas Negeri Makassar lamban dan tidak berpihak pada keselamatan mahasiswa.

"Saya sebenarnya kecewa dengan pihak kampus. Setelah saya melapor ke Polda, saya sudah berupaya agar dia diganti saja sebagai dosen pembimbing saya. Saya tidak mau lagi dibimbing olehnya. Tapi prosesnya lama dan berbelit. Sepertinya kampus tidak berpihak ke saya, padahal saya hanya ingin merasa aman saat belajar," tutur korban.

Atas kondisi tersebut, LBH Makassar pada 6 Agustus 2025 telah mengajukan laporan dugaan pelanggaran etik dan disiplin dosen kepada Rektor UNM saat itu.

Laporan tersebut tercatat dengan Nomor Surat 64/SK-ADV/LBH-MKS/VIII/2025.

Namun, respons pihak kampus dinilai tidak substantif.

Dalam surat balasannya, UNM hanya menyampaikan bahwa KH diberhentikan sementara dari jabatannya selama proses hukum berlangsung tanpa menjelaskan langkah konkret lanjutan untuk perlindungan korban maupun penegakan etik akademik.

Kasus ini pertama kali mencuat pada Januari 2025.

KH, yang merupakan dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum (FIS-H) UNM diduga melakukan pelecehan seksual terhadap mahasiswa bimbingannya sendiri.

Tindak kekerasan seksual tersebut dilaporkan terjadi secara fisik dan nonfisik, serta berlangsung sejak pelaku menjadi dosen mata kuliah sekaligus dosen pembimbing korban.

Dalam relasi akademik tersebut, pelaku diduga memanfaatkan posisinya untuk mengkondisikan korban agar terus berkomunikasi dan bertemu secara intens.

Penyidik Polda Sulsel kemudian menetapkan KH sebagai tersangka pada 1 Juli 2025. Ia dijerat Pasal 6A dan Pasal 6C Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini