- Polsek Panakkukang mengamankan seorang balita dari ancaman dilempar ke kanal oleh ibunya di Makassar
- Akar masalah insiden tersebut terungkap akibat tekanan ekonomi ekstrem dan nasi habis, menyebabkan kontrol emosi orang tua rapuh
- Polisi berhasil melakukan mediasi terhadap pasangan tersebut untuk menjaga keselamatan anak dan memberikan arahan hukum terkait ancaman ekstrem
SuaraSulsel.id - Rabu dini hari, 26 November 2025, sebuah laporan darurat masuk ke layanan 110. Suara di ujung telepon itu panik.
Penelponnya adalah seorang warga di Jalan Adhyaksa Baru, Kelurahan Masale, Kecamatan Panakkukang.
Penelpon mengabarkan bahwa ada seorang ibu hendak melempar anak perempuannya yang baru berusia dua tahun ke kanal.
Warga tak berani mendekat karena pertengkaran pasangan muda tersebut berlangsung hebat dan tak terkendali.
Baca Juga:Kronologi Bocah 4 Tahun di Antang Makassar Diduga Diculik
Laporan itu langsung diteruskan ke Kepolisian Sektor Panakkukang.
Kepala SPKT Regu II Polsek Panakkukang, Aiptu Sufriady, bersama Aipda Rinto dan Brigpol Nursalim kemudian bergerak cepat menuju lokasi.
Begitu tiba di TKP, situasi masih panas. Suara teriakan terdengar bersahut-sahutan.
Di tengah pertengkaran yang semakin memanas, sang balita berada dalam posisi paling terancam.
Tanpa menunggu lama, polisi langsung mengamankan anak tersebut. Orang tuanya dipisahkan dan diminta menjauh dari kanal agar tidak terjadi tindakan yang lebih buruk.
Baca Juga:Dari Makassar ke Chiangmai: Rahasia Ananda Raehan Tetap Profesional dan Nyaman di Timnas U22
"Kami menerima telpon bahwa ada seorang ibu ingin membuang anaknya ke kanal. Saat tiba, pertengkaran masih berlanjut dan anak itu segera kami amankan," kata Aiptu Sufriady, Jumat, 28 November 2025.
Dari hasil pemeriksaan di Polsek Panakkukang, polisi menemukan akar persoalan. Tekanan ekonomi yang menghimpit jadi penyebabnya.
Pertengkaran dipicu karena nasi habis. Tidak ada yang bisa dimakan, dan keduanya sama-sama sedang berada dalam kondisi psikis yang rapuh.
Pasangan muda itu mengakui kepada polisi bahwa mereka telah berbulan-bulan hidup dalam tekanan.
Pendapatan suami tidak menentu, sementara kebutuhan rumah tangga terus meningkat.
![Seorang ibu muda di Kota Makassar nyaris membuang anaknya ke kanal karena masalah ekonomi yang memicu pertengkaran dengan suaminya [SuaraSulsel.id/Istimewa]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/11/28/41199-anak-mau-dibuang.jpg)
Belum lagi harga bahan pangan makin sulit dijangkau. Situasi itu membuat pertengkaran kecil mudah membesar, apalagi anak membutuhkan makan sementara uang benar-benar tidak ada.
"Dari hasil mediasi keduanya mengakui persoalan ekonomi yang paling menekan. Ya seperti makanan habis jadi menimbulkan emosi," kata Sufriady.
Dalam kondisi mental yang labil, ibu si balita diduga mengambil anaknya dengan niat membawanya keluar rumah.
Sang anak dibawa mendekati kanal yang membuat warga panik dan polisi bergerak cepat.
Setibanya di kantor polisi, pasangan suami-istri tersebut ditempatkan di ruang mediasi.
Polisi menilai penting memberi jeda emosional sekaligus memastikan keselamatan anak.
Proses mediasi berjalan beberapa jam, dengan fokus utama mencegah peristiwa serupa terulang.
"Kami lakukan mediasi untuk memberikan pemahaman kepada mereka agar berdamai dan kembali dengan kondisi aman," ujar Sufriady.
Ia menjelaskan, kedua orang tua itu sama-sama mengakui bahwa mereka tidak berniat menyakiti anaknya, tetapi tekanan hidup membuat kontrol diri melemah.
Polisi kemudian memberikan arahan tentang risiko hukum jika tindakan ekstrem yang melibatkan anak kembali terjadi.
Balita itu sendiri dalam kondisi selamat. Tidak ditemukan tanda kekerasan fisik, akan tetapi secara psikologis ia tetap harus diawasi.
Kasus ini menjadi cerminan nyata bahwa persoalan ekonomi pasangan muda-mudi di Kota Makassar masih sangat kompleks.
Ironisnya, kasus ini muncul di tengah kabar Pemerintah Kota Makassar yang baru saja meraih penghargaan sebagai daerah dengan tingkat kemiskinan terendah di Sulawesi Selatan.
Data menunjukkan, tingkat kemiskinan Makassar pada 2024 berada di 4,97 persen atau sekitar 79.530 jiwa, turun dari 5,07 persen pada 2023.
Ini merupakan angka kemiskinan terendah di seluruh kabupaten/kota di Sulawesi Selatan.
Namun, di balik angka yang tampak impresif itu, terdapat kenyataan lain.
Kemiskinan di Makassar tidak pernah turun di bawah 4 persen. Artinya, ada puluhan ribu orang yang tetap hidup dalam garis rentan, termasuk pasangan-pasangan muda seperti keluarga di Panakkukang tersebut.
Angka kemiskinan yang menurun memang menggambarkan keberhasilan program pemerintah, tetapi tidak sepenuhnya mencerminkan beban hidup rumah tangga miskin perkotaan.
Apalagi di tengah kondisi perekonomian sekarang ini. Biaya pangan yang tinggi, harga sewa rumah yang terus naik, hingga kebutuhan anak yang juga terus meningkat.
Kontributor : Lorensia Clara Tambing